Loading...
BUDAYA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 14:41 WIB | Selasa, 08 Agustus 2017

Adu Domba #6: Bermain dan Bermain-main

Adu Domba #6: Bermain dan Bermain-main
"Kopi Darat" karya Yaksa Agus dalam pameran "Adu Domba #6" di Sangkring art project, Nitiprayan, Ngestiharjo-Bantul, 7 - 21 Agustus 2017. (Foto-foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
Adu Domba #6: Bermain dan Bermain-main
Pakar forensik Polri Arif Nurcahyo membuka pameran lukisan "Adu Domba #6" dan pameran patung "Purpose" di Sangkring art space, Senin (7/8) malam.
Adu Domba #6: Bermain dan Bermain-main
Panil lukisan " Kental Pahit Strategi Kopi #..." karya Yaksa Agus.
Adu Domba #6: Bermain dan Bermain-main
"Pecinta Ikan Koki" karya Luddy Astaghis, acrylic on canvas.
Adu Domba #6: Bermain dan Bermain-main
Karya patung berjudul "Beats in White" karya Rizal Kedthes.

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dua pameran dibuka bersamaan di Sangkring Art Space yang berada, Kampung Nitiprayan, Ngestiharjo-Bantul. Pameran lukisan dua perupa "Adu Domba #6" yang memamerkan karya Luddy Astaghis dan Yaksa Agus di Sangkring art project serta pameran patung "Pupose" oleh komunitas Semut di Bale Banjar Sangkring dibuka oleh pakar forensik Polri Arif Nurcahyo, Senin (7/8) malam.

"Perilaku adalah ekspresi jiwa. Karya seni merupakan ekspresi dari seniman pembuatnya baik itu kegembiraan atau kesedihan yang ditorehkan dalam karyanya. Perilaku adalah potret dari masyarakatnya (termasuk di dalamnya konflik). Dan konflik (dalam diri seniman atau di masyarakat) sering menginspirasi seniman untuk menghasilkan karya-karya besar semisal van Gogh ataupun Pablo Picsaso. Konflik-konflik inilah yang coba ditawarkan oleh kedua perupa dalam karyanya." kata Arif dalam sambutannya.

Bermain dan Bermain-main

Bermain, inilah yang bisa ditangkap dari karya lukisan Yaksa Agus. Bahwa kemudian bermain tidak melulu tentang dunia anak-anak, Yaksa mengemas karya lukisannya dalam sebuah narasi yang cukup dalam bahwa bermain adalah untuk sebuah kegembiraan bersama. Bahkan sebuah kompetisi, pertandingan, ataupun perlombaan yang mengharuskan adanya pemenang, tidak serta merta kemenangan itu untuk menjadi lebih tinggi, lebih hebat, atau lebih cepat. Dalam konteks ini Yaksa mencoba lebih menekankan pada sebuah idiom Jawa kalah tanpa ngasorake (win without humilation), karena semangat bermain bersama itu sendiri adalah untuk kegembiraan bersama meskipun tidak terhindarkan adanya persaingan, kompetisi, ataupun keinginan untuk mengalahkan. Semangat itu dituangkan Yaksa dalam sebuah lukisan panil berjudul "Kopi Darat" dan lukisan seri "Kental Pahit Strategi Kopi #...".

Bisa dibayangkan dalam "Kental Pahit Strategi Kopi #..." saat Yaksa bermain dam-daman (catur Jawa) melawan perupa Heri Dono pemilik Studio Kalahan yang tidak akan pernah berakhir karena Heri Dono kerap memposisikan sebagai pribadi yang kalahan  sementara Yaksa sendiri bukanlah tipikal yang menangan? Dalam konteks ini, Yaksa seolah menyampaikan pesan yang tegas bahwa bermain semata-mata untuk kegembiraan bersama.

Saat berhadapan dengan Djoko Pekik, Nasirun, ataupun Goenawan Mohammad, pun ada kegembiraan sebagaimana secangkir kopi yang selalu menghiasi dalam lukisan-lukisan lainnya. Dua buah lukisan berjudul "Kopi Hari Ini" dan "Pertemuan" seolah secangkir kopi menjadi media komunikasi-diplomasi dalam pergaulan ketika dinikmati bersama.

Perupa Luddy Astgahis bermain-main dengan obyek ikan, apel, serta ayam panggang utuh (ingkung) dalam berbagai warna, rupa, maupun pilihan. Tiga panil lukisan berjudul "Kamu Suka Yang Mana?" atau ingkung  dengan enam warna yang berbeda misalnya menjadi area permainan Luddy dalam menawarkan sesuatu berdasar selera.  Dan dalam dalam kanvas 145 cm x 200 cm dengan cat acrylic hitam-putih berjudul "Pecinta Ikan Koki" Luddy seolah melengkapi pameran "Adu Domba #6" sebagai area bermain bersama Yaksa untuk menegaskan kembali bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk bermain (homo ludens).

Pameran lukisan "Adu Domba #6" akan berlangsung hingga 21 Agustus 2017 di Sangkring art project.

Penyajian, upaya mengangkat narasi sebuah patung

Di Bale Banjar Sangkring yang untuk pertama kalinya diadakan pameran patung, enam pematung muda yang tergabung dalam komunitas Semut memamerkan karya patungnya di Bale Banjar Sangkring. Karya keenam pematung menjadi menarik ketika dalam penyajiannya ditata dengan merespon ruang yang ada. Setiap pematung mendapatkan satu ruang untuk memajang karya patungnya.

Keenam pematung tersebut adalah Dedi Maryadi, I Nyoman Agus Wijaya, Khusna Hardiyanto, Ostheo Andre, Rizal Kedthes, dan Yusuf Dilogo.

"Selain proses penciptaan karya, penyajian karya patung menjadi penting sebagai bagian dari konsep karya tersebut." kata penulis pameran Rain Rosidi. Dengan penyajian yang pas melalui eksperimen entah digantung, ditanam, ataupun cara penyajian lainnya, narasi karya patung akan semakin kuat.

Sebuah patung berjudul "Beats in White" karya Rizal Kedthes berwujud jantung raksasa yang ditata dengan sebagian ditimbun di atas tanah pada sebuah ruangan yang tertutup tabir hitam dan keseluruhan ruangan tanpa pencahayaan kecuali pada tepat di atas jantung menjadi dramatisasi keintiman setiap pengunjung pada kehidupannya: jantung (heart).

Begitupun dengan patung "Penuh Warna" karya Ostheo Andre yang ditempelkan pada dinding. Dari sepasang bibir bisa muncul beragam warna berita-cerita dalam dunia yang saling terhubung dan begitu cepat menyampaikan kabar. Narasi atas kondisi dunia sosial media yang akhir-akhir ini pada kejadian yang viral atau diviralkan akan banyak mewarnai kehidupan seseorang atau masyarakat.

Pameran patung "Purpose" akan berlangsung hingga 7 September di Bale banjar Sangkring.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home