Loading...
EKONOMI
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 20:54 WIB | Kamis, 21 Agustus 2014

AEKI Tolak Penerapan PPN Komoditas Pertanian

Sebuah pameran kopi yang diselenggarakan di acara South to South Film Festival di Goethehaus, Jakarta Maret 2014 lalu. (Foto: Diah A.R)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) menyatakan menolak dengan adanya penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen atas komoditas pertanian, perkebunan dan kehutanan setelah dikeluarkannya putusan Mahkamah Agung Nomor 70P/HM/2014 yang membatalkan sebagian Perpres Nomor 31/2007.

"Kami menolak PPN 10 persen, dengan adanya PPN tersebut akan berdampak langsung terhadap para petani dan konsumen," kata Ketua Umum AEKI, Irfan Anwar, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (21/8).

Dalam kesempatan tersebut, tidak hanya AEKI yang menolak putusan MA, namun beberapa asosiasi komoditas juga sepakat untuk melakukan hal yang sama.

Beberapa asosiasi tersebut antara lain, Asosiasi Eksportir Lada Indonesia (AELI), Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI), Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, dan juga Asosiasi Pedagang Teh.

Irfan mengatakan, penerapan PPN 10 persen untuk komoditas pertanian, perkebunan dan kehutanan tersebut selain merugikan para konsumen, yang paling terkena imbas besar adalah para petani.

"Penerapan ini beradmpak langsung terhadap para petani, mereka tidak mendapatkan kesejahteraan yang cukup," ujar Irfan, menegaskan.

Selain itu, beberapa hal yang dinilai akan menjadi konsekuensi dari putusan tersebut adalah, akan menurunkan semangat para petani untuk menghasilkan komoditi primer sehingga menurunkan jumlah produksi, dan dunia industri akan mengalami kekurangan pasokan.

"Ini juga akan mematikan industri dalam negeri, dan juga memperlemah daya saing komoditi Indonesia di pasar internasional," ucap Irfan.

Ia menjelaskan, dengan adanya keputusan MA tersebut mengakibatkan kebingungan bagi pelaku usaha, dan juga dinilai akan memberatkan para eksportir yang membutuhkan modal kerja lebih besar untuk membayar PPN 10 persen, sementara bunga perbankan dalam negeri tidak kompetitif jika dibandingkan negara lain.

"Pemerintah diharapkan bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan dalam waktu dekat," tukas Irfan.

Dalam Perpres Nomor 31/2007 tentang impor dan atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Namun, putusan Mahkamah Agung Nomor 70P/HM/2014 membatalkan sebagian isi perpres tersebut, sehingga komoditas yang termasuk barang hasil perkebunan yang dikenakan PPN.

Berdasarkan putusan MA, Dirjen Pajak mengeluarkan Surat Edaran Nomoe 24/PJ/2014 yang mengatur pemberlakuan pengenaan PPN atas produk pertanian dan perkebunan terhitung tanggal 22 Juli 2014. (Ant)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home