Loading...
INDONESIA
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 19:42 WIB | Rabu, 25 Mei 2016

AIDA Ajak Media Beri Ruang Bagi Penyintas Terorisme

Short course “Penguatan Perspektif Korban dalam Peliputan Isu Terorisme Bagi Insan Media”, hari Rabu (25/5). (Foto: Febriana DH)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Aliansi Indonesia Damai (AIDA) mengajak media lebih menyuarakan suara penyintas atau korban dalam isu terorisme di Indonesia melalui “Penguatan Perspektif Korban dalam Peliputan Isu Terorisme Bagi Insan Media” di Hotel Ibis Budget Menteng, Jakarta Pusat, yang berlangsung hari Rabu (25/5) hingga hari Kamis (26/5).

AIDA yang mendatangkan langsung beberapa penyintas dari dampak tragedi bom teroris di Indonesia pada acara tersebut ingin membawa media lebih memahami dunia atau realitas penyintas, terutama bagi penyintas yang tidak terekspos.

“AIDA bersama teman-teman penyintas butuh dukungan banyak pihak. Dalam hal ini, penyintas ingin bisa menyuarakan perdamaian,” kata Laode Arham, Deputi Direktur AIDA.

AIDA memandang penyintas merupakan representasi nyata dari kekerasan terorisme, sehinggga dapat dijadikan model dan sumber alternatif dalam melawan ideologi terorisme.

Pengalaman dan suara (presentasi) penyintas adalah hal yang dapat mendekonstruksikan pakem-pakem dari narasumber-narasumber lain yang menyuarakan anti radikalisme. Namun, AIDA melihat minimnya media dalam memberikan ruang pemberitaan terhadap gerakan atau aksi penyintas.

“Media lebih memberi ruang pada pelaku daripada penyintas, padahal penyintas adalah orang yang mengalami, merasakan, dan mengetahui dampak kejahatan terorisme. Penyintas adalah cermin besar kejahatan terorisme,” katanya.

AIDA juga melihat kehadiran Negara sangat minim kepada penyintas pascatragedi.

“Perhatian pemerintah ada, tapi tidak totalitas dan hanya di awal saja seperti pemberian medis dan kompensasi,” ujar Laode.

AIDA menilai bahwa korban memendam pengalaman yang mengakibatkan disorientasi, kehilangan visi, ketidakstabilan emosi, dan disorder.

“Penyintas seperti mengalami kehancuran yang tidak benar-benar hancur,” ia menambahkan.

AIDA melihat penyintas perlu mendapatkan perhatian lebih dari negara, karena jejak aksi terorisme ada di dalam penyintas. “Penyintas merupakan monumen yang hidup,” kata Laode.

Hari Rabu (25/5), AIDA mendatangkan narasumber di antaranya Agus Sudibyo, Ketua Program Studi (Kaprodi) Komunikasi Massa Akademi Televisi Indonesia (ATVI), dan Solahudin, Peneliti Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home