Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 09:25 WIB | Kamis, 30 Juli 2015

Aktivis Greenpeace Cegat Kapal Penghancur Es Milik 'Shell' di Portland

Aktivis lingkungan Greenpeace Rabu (29/7), menggantung dari jembatan St. John, di kota Portland, negara bagian Oregon, Amerika, untuk mencegah kapal penghancur es milik perusahaan migas Shell keluar dari kota itu. (Foto: greenpeace.org)

PORTLAND, OREGON, SATUHARAPAN.COM – Sebanyak 13 orang aktivis lingkungan, menggantung dari jembatan St. John, di kota Portland, negara bagian Oregon, sementara 13 aktivis lainnya berjaga-jaga diatas jembatan itu. Tanpa penghancur es itu, Shell akan kesulitan melanjutkan proyek eksplorasi minyaknya di lepas pantai Alaska.

Direktur eksekutif Greenpeace Amerika, Annie Leonard, mengatakan, para aktivis itu memiliki cukup persediaan air dan makanan untuk berhari-hari. Mereka, kata Leonard, juga bisa mengerek naik diri mereka agar tidak mengganggu lalulintas di perairan itu.

Kapal penghancur es Fennica milik Shell tiba di Portland minggu lalu untuk diperbaiki. Kapal itu rusak awal bulan ini di Kepulauan Aleut setelah menabrak sebuah penghalang di bawah laut. Kapal itu adalah elemen penting bagi proyek eksplorasi Shell, dan tanggap darurat jika terjadi tumpahan minyak di pesisir baratlaut Alaska. Kapal itu juga melindungi armada Shell dari es, dan mengangkut peralatan yang bisa menghentikan semburan minyak.

Aktivis khawatir, upaya pembersihan jika terjadi tumpahan minyak akan sulit karena lokasinya yang terpencil dan kondisi alamnya yang sulit.

“Para aktivis yang menggantung di jembatan itu adalah satu-satunya hal yang menghalangi rencana Shell mengebor minyak di kawasan Kutub Utara itu,” kata Leonard.

Lewat email, jurubicara Shell Curtis Smith mengatakan, kapal Fenneca akan kembali ke Alaska setelah semua persiapan rampung. “Terkait insiden hari ini, kami menghormati bentuk protes oleh siapapun asalkan dilakukan dengan aman dan dalam batas-batas hukum,” kata Smith.

Para aktivis lingkungan sebelumnya mendesak pemerintah, agar menolak permohonan Shell untuk mengebor di Laut Chukchi, karena tidak ada kapal pemecah es. Tetapi pemerintah mengizinkan Shell melakukan pengeboran secara terbatas dengan sejumlah syarat. Shell hanya bisa mengebor bagian teratas sumur-sumur minya, karena tidak memiliki peralatan darurat disana jika terjadi tumpahan. Peralatan itu terdapat di kapal Fennica.

Para aktivis berharap, penundaan itu memberi waktu bagi pemerintah untuk mempertimbangkan ulang izin akhir bagi Shell. Mereka juga berharap Shell akan kehabisan waktu untuk mengebor di musim panas.

Dalam beberapa pekan terakhir, keputusan pemerintahan Obama memberikan persetujuan Shell untuk melanjutkan operasi pengeboran di perairan lepas pantai Alaska,  yang menimbulkan kemarahan dan kritik Greenpeace dan para ahli lainnya, das tetap berpendapat  tidak aman untuk diteruskannya pengeboran di Arktik.

"Merupakan balas budi kepada perusahaan minya Shell, menyebabkan Pemerintah federal bersedia mengambil risiko, dengan mengorbankan kesehatan dan keselamatan masyarakat dan satwa liar yang tinggal di dekat di dalam Laut Chukchi," kata Marissa Knodel, juru kampanye iklim dengan Friends of the Earth,  "Catatan suram Shell pelanggaran keselamatan dan kecelakaan, ditambah dengan ketidakmampuan untuk membersihkan tumpahan minyak di remote, perairan Arktik berbahaya."

Pihak pendukung mengatakan, pengeboran itu bisa dilakukan secara aman dengan teknologi saat ini dan produksi di masa depan, akan memenuhi kebutuhan energi Amerika sehingga mengurangi ketergantungan pada impor.

Survei Geologi Amerika mengestimasi, Laut Chukchi dan Laut Beaufort di kawasan itu mengandung cadangan minyak 26 miliar barel.

Kepolisian kota Portland mengatakan, terus memantau aktivitas protes itu dan belum menangkap siapapun. Jembatan itu masih terbuka untuk kendaraan, tetapi tidak bagi pejalan kaki. (voaidonesia.com/ commondreams.org )

Editor : Bayu Probo

Ikuti berita kami di Facebook


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home