Loading...
ANALISIS
Penulis: Sabar Subekti 18:01 WIB | Senin, 30 Mei 2016

Ali Larijani, antara Garis Keras dan Moderat Iran

Ali Larijani, terpiliha kembali menjadi ketua parlemen Iran. (Foto: ist)

SATUHARAPAN.COM – Politisi kawakan Iran, Ali Larijadi, kembali terpilih untuk memimpin parlemen Iran, Majlis, dan dilantik hari Minggu (29/5). Dia mengalahkan lawannya Mohammad Reza Aref dari kubu reformis Iran.

Ini berarti dia terpilih untuk masa jabatan ketiga memimpin legislatif Iran. Dia memenangi 173 suara dari 281 suara yang merupakan putaran kesepuluh pemilihan parlemen sejak Revolusi Islam pada tahun 1979.

Berbagai media di Timur Tengah dan Barat menyebut hasil pemilihan ini sebagai kemenangan garis keras Iran. Bahkan kelompok garis keras dinilai sebagai kekuatan yang nyata dari Iran sejak revolusi yang menggulingkan Shah Iran, Mohammad Reza Shah Pahlavi yang didukung Amerika Serikat.

Sementara sebelumnya, ada penilaian bahwa tampilnya Hassan Rouhani sebagai Presiden Iran sebagai pertanda bangkitnya kelompok moderat yang diharapkan oleh rival di regional Timur Tengah dan Barat. Harapan perbaikan hubungan diplomasi lebih banyak ditujukan pada kelompok Hassan Rouhani. Hal itu terlihat belakangan ini, antara lain dimulainya proses negosiasi tentang program nuklir republik Islam ini dan bisa dikatakan mencapai hasil.

Siapa Ali Larijani?

Ali Larijani adalah putra kedua dari Ayatollah Haj Mirza Hashem Amoli dan anak tiri Ayatollah Morteza Muthahhari. Dia lahir pada 3 Juni 1957 di Najaf, Irak. Orangtuanya adalah warga Iran dari provinsi di utara, Mazandaran di wilayah Behshahr.

Larijani lahir dari keluarga religius, dan telah terlibat dalam bidang keamanan dan politik sejak awal pembentukan Republik Islam Iran yang dikenal sebagai Revolusi Iran atau Revolusi Islam, menggulingkan Pahlavi di bawah pimpinan Ayatollah Khomeini.

 Dia diketahui belajar matematika dan teknik komputer pada Universitas Sharif. Memeproleh gelar doktor (PhD) dalam filsafat Barat dari Universitas Teheran, dan lulus sekolah Haqqani, sekolah pemikiran Syiah di kota Qom.

Larijani bergabung dengan Korps Garda Revolusi (IRGC), bahkan kemudian dia menjadi komandannya. Setelah itu, dia memegang beberapa jabatan penting, di antaranya menjabat Sekretaris Dewan tertinggi Keamanan Nasional (SNSC), Kepala Penyiaran Republik Islam Iran, Ketua Parlemen, Wakil Menteri Informasi dan Teknologi Komunikasi, Wakil Menteri Tenaga Kerja, dan Menteri Kebudayaan dan Bimbingan Islam.

Kubu Garis Keras?

Ali Larijani memang dikenal sebagai loyalis dan penasihat atas bagi pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. Hal ini mungkin yang mendorong analisis bagia dia dari kubu garis keras. Ditambah lagi keluarga Larijani dapat dilihat sebagai keluarga politik yang paling berpengaruh di Iran.

Ali dan empat saudaranya memegang lima pos penting dalam pembentukan politik republik IslamIran, termasuk kepala dua dari tiga cabang politik penting: bidang peradilan dan perundang-undangan.

Adiknya, Sadegh Amoli Larijani, dikenal sebagai seorang ulama garis keras. Dia adalah kepala peradilan Iran yang sangat berkuasa. Dia diangkat langsung oleh pemimpin tertinggi Iran. Kakaknya, Mohammad Javad Larijani, adalah penasihat top untuk Khamanei dan Kepala Pengadilan Dewan Hak Asasi Manusia.

Larijani merupakan kepercayaan dan setia pada pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, yang menandai dia sebagai salah satu politisi paling penting di Iran. Dia seorang penasihat keamanan nasional untuk Khamenei, dan strategi politik. Dia juga matang dalam pengalaman  panggung diplomatik selama beberapa dekade.

Dia, misalnya, menjadi negosiator nuklir utama Iran dalam kurun 2005 dan 2007, di bawah presiden Mahmoud Ahmadinejad. Dia kemudian mengundurkan diri dari jabatan di SNSC, untuk masuk dalam pemilihan parlemen. Parlemen kedelapan dengan suara bulat memilih dia.

Hal ini membangun pendapat bahwa Larijani telah berubah dari seorang principalis dan bergaris keras menjadi moderat. Dia diduga hanya mengejar kebijakan yang disukai oleh pemimpin tertinggi. Kemudian banyak yang menyoroti dia sebagai sekutu dekat Rowhani, moderat atau reformis.

Pergeseran Kebijakan Iran?

Dalam kancah politik, Larijani tampaknya dilihat sebagai pragmatis konservatif atau konservatif moderat. Media mainstream di Iran menggambarkan pemilihan kembali Larijani sebagai dorongan untuk bagi pemerintahan Rowhani.

Larijani, misalnya, diyakini mampu mengendalikan parlemen agar menyetujui perjanjian nuklir antara Teheran dan kekuatan Barat dalam proses yang cepat. Namun ada anggapan bahwa itu bukan karena dia mendukung kelompok moderat atau reformis, tapi karena pemimpin tertinggi meminta dia untuk mendorong persetujuan melalui parlemen.

Analisis yang demikian bisa terlalu sederhana, mengingat latar belakang Larijani, yang dalam  jangka panjang menjadi kepercayaan, loyalis dan penasihat atas pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei. Sehingga memproyeksikan Larijani sebagai sekutu dekat Rowhani, moderat atau reformis bisa kurang memadai untuk menyoroti pendirian politik Iran.

Calon Lawan Rouhani

Kepemimpinan di Iran terus menjadi sorotan internasional, karena keterkaitannya dengan berbagai masalah regional dan internasional. Di regional, Iran tidak bisa diabaikan dalam masalah perang di Suriah dan Yaman, di mana Iran memberi dukungan, termasuk senjata, kepada salah satu pihak. Dan dukungan ini terkait dengan Islam Syiah yang dianut mereka, Bashar Al-Assad di Suriah dan Pemberontak Houthi di Yaman.

Militer Iran bahkan sering kali disebutkan berada bersama militan Syiah di Iran, setelah Sadham Husein ditumbangkan, dan sekarang dalam pertempuran menghadapi kelompok ISIS yang disebut-sebut sebagai Islam Sunni.

Iran juga berada dalam rivalitas dengan negara-negara Teluk, terutama Arab Saudi, bahkan karena konflik di antara kedua negara menyebabkan putusnya hubungan diplomasi. Beberapa negara Teluk juga mengikuti keputusan Arab Saudi, meutus hubungan diplomasi dengan Iran.

Kasus terbaru antara Iran dan Arab Saudi adalah tentang penyelenggaraan haji, di mana tahun ini kemungkinan jemaah dari Iran akan absen, dan masing-masing pemerintah saling menyalahkan. Namun keduanya juga tidak bisa dikeluarkan dari kalkulasi tentang konflik sektarian di kalangan Islam, terutama antara Syiah dan Sunni.

Apakah Larijani akan berperan dalam membawa Iran pada upaya yang siginifikan dalam mengatasi masalah dan konflik di kawasan itu, termasuk hubungannya dengan Barat? Larijani dengan posisi di parlemen mungkin bisa mengambil peran, namun dia tampaknya bergantung pada pemimpin tertinggi.

Ketika terbuka perluasan kebebasan sosial dan politik, Larijani tampaknya lebih condong pada agenda garis keras dari pemimpin tertinggi. Dia menjadi juru bicara selama delapan tahun terakhir, namun untuk pertama kalinya dia memimpin parlemen yang didominasi dan dikendalikan oleh kubu moderat-reformis.

Terpilihnya kembali Larijani tampaknya tidak otomatis berarti akan ada pergeseran mendasar dalam kebijakan luar negeri atau dalam negeri Iran. Bahkan jika parlemen Iran dikendalikan oleh moderat dan reformis, kekuatannya tetap terbatas. Sebab, keputusan itu akan ditinjau oleh lembaga politik garis keras, Dewan Garda, yang diketuai oleh ulama Ahmad Jannati. Dan Pembuat keputusan utama di Iran tetap pada pemimpin tertinggi dan IRGC.

Apalagi Larijani tampaknya juga merupakan pilihan pemimpin tertinggi dan IRGC untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden berikutnya melawan Rouhani. Di internal Iran sendiri persaingan kubu garis keras dan moderat masih ketat. Pada Selasa (24/5) pekan lalu, seorang ulama garis keras, Ayatollah Ahmad Jannati (89 tahun) juga terpilih memimpin Majelis Ahli, sebuah badan ulama yang bertugas memilih dan mengawasi pemimpin tertinggi.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home