Loading...
HAM
Penulis: Martahan Lumban Gaol 17:00 WIB | Minggu, 28 September 2014

Amnesty International Kritik Perda Syariat Islam di Aceh

Disaksikan 1.000 lebih penduduk, seorang warga yang terbukti bermain judi dicambuk di Banda Aceh, Jumat (19/9). (Foto: bbc.co.uk)

LONDON, SATUHARAPAN.COM – Direktutr Amnesty International Asia Pasifik Richard Bennett mengkritik peraturan daerah (perda) syariat Islam yang baru diterapkan oleh pemerintah daerah Aceh- dikenal dengan nama Qanun Jinayat-dan menganggap hukuman itu sebuah kemunduran bagi penegakan hak asasi manusia.

Qanun Jinayat mengatur sejumlah larangan dan sanksi yang sesuai dengan syariah Islam, termasuk larangan aktivitas seksual sesama jenis, hubungan seksual di luar nikah, dan berduaan dengan sesama jenis yang bukan suami atau istrinya (khalwat).

Semua orang yang bersalah akan menghadapi hukuman cambuk, penjara, atau denda.

"Hukum yang mengkriminalisasi hubungan seksual di luar nikah telah melanggar hak pribadi. Praktiknya banyak disalahgunakan untuk menghukum pilihan perempuan," kata Bennett.

Hukum ini, menurut Bennett, juga bisa membuat perempuan enggan melapor kasus pemerkosaan karena takut dituduh melakukan hubungan seksual di luar nikah.

"Kriminalisasi terhadap individu karena orientasi seksualnya merusak kesetaraan di Indonesia," lanjutnya.

Terobosan

Dalam rapat pengesahan qanun di DPR Aceh yang berlangsung hingga Sabtu (27/09), Mahyaruddin Yusuf, jurubicara Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan bahwa Qanun Jinayat adalah sebuah terobosan baru oleh Pemerintah Aceh dan DPRA.

“Qanun Jinayat merupakan satu elemen penting bagi penyelenggaraan syariat Islam di Aceh," kata Nurdin Hasan, di Aceh.

"Kita menaruh harapan besar agar qanun ini setelah disahkan akan menjadi hukum positif yang mengatur apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan serta ancaman hukuman bagi orang yang melakukan perbuatan melanggar aturan hukum jinayat,” kata dia.

Qanun yang telah disahkan ini menurut DPRA tidak hanya berlaku bagi muslim tetapi juga non-muslim.

Ketua Komisi G, Ramli Sulaiman menjelaskan masuknya non-muslim ini merupakan "perintah" Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

“Klausul berlaku untuk non-muslim dalam Qanun Jinayat diambil utuh dari Undang-undang Nomor 11 tentang Pemerintahan Aceh. Jadi, pasal tersebut perintah undang-undang yang bukan dibuat di Aceh, tapi oleh DPR RI,” ujar politisi Politisi Partai Aceh itu. (bbc.co.uk)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home