Loading...
HAM
Penulis: Dewasasri M Wardani 09:58 WIB | Selasa, 13 November 2018

Amnesty International Lucuti Penghargaan Suu Kyi

Ilustrasi. Aung San Suu Kyi pada acara forum bisnis di sela-sela KTT ASEAN di Singapura, 12 November 2018. (Foto: Voaindonesia.com)

LONDON, SATUHARAPAN.COM – Kelompok HAM terkemuka di dunia, Amnesty International, hari Senin (12/11) mengatakan telah melucuti penghargaan yang diberikan kepada pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, karena gagal mencegah atau menghentikan kekejaman serius terhadap kelompok minoritas Muslim-Rohingya di negaranya.

"Sebagai Duta Hati Nurani Amnesty International, harapan kami adalah Suu Kyi akan menggunakan wewenang moral untuk berbicara lantang menentang ketidakadilan ketika melihatnya, bukan hanya di Myanmar,” kata Sekjen Amnesty International Kumi Naidoo dalam surat yang dikirim kepada Aung San Suu Kyi pada Minggu (11/11), untuk menjelaskan keputusannya tersebut.

"Kami sangat prihatin bahwa Anda tidak lagi mewakili simbol harapan, keberanian dan pembela abada hak asasi manusia,” katanya.

Kelompok HAM Gigih Serukan Pembebasan Suu Kyi dari Tahanan Rumah pada 1989–2010

Pemerintah Myanmar, yang dipimpin militer pada tahun 1989–2010 berulang kali menempatkan Suu Kyi dalam tahanan rumah, karena perannya sebagai pemimpin oposisi politik dan aktivis pro-demokrasi. Ketika itu negara-negara Barat dan kelompok-kelompok HAM, termasuk Amnesty International, berulang kali menyuarakan pembebasannya.

Selama menjalani tahanan rumah, Suu Kyi dianugerahi Nobel Perdamaian Tahun 1991. Pada tahun 2009, Amnesty International juga memberinya penghargaan tertinggi "Ambassador of Conscience."

Suu Kyi Tidak Pernah Bersuara Membela Muslim-Rohingya

Tetapi, sejak menjadi pemimpin de facto di Myanmar pada April 2016, Suu Kyi dan pemerintahannya tidak pernah mengutuk atau berupaya menghentikan pembantaian yang dilakukan militer terhadap kelompok minoritas Muslim-Rohingya di Negara Bagian Rakhine.

Pada Agustus 2017, militer Myanmar melakukan kampanye bumi hangus secara besar-besaran terhadap sebagian besar desa Muslim-Rohingya, yang disebut sebagai pembalasan terhadap serangan militan Rohingya yang menewaskan sepuluh polisi Myanmar.

Lebih dari 700.000 warga Muslim-Rohingya melarikan diri dari aksi kekerasan itu ke Bangladesh, di mana para penyintas memberi kesaksian tentang pembantaian yang mengerikan, antara lain: pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran desa-desa. PBB menyebut pembantaian itu sebagai bentuk klasik pembersihan etnis.

Selama peristiwa tersebut, Aung San Suu Kyi dikecam keras dunia internasional, karena sikap bungkamnya. Ketika akhirnya berbicara, ia menolak dan meremehkan tuduhan terhadap militer Myanmar.

Amnesty International: Suu Kyi Meninggalkan Nilai-Nilai HAM yang Diperjuangkannya

"Seperti yang telah kita lihat dalam pemerintahan sipil yang dipimpinnya, mereka telah menciptakan permusuhan terhadap warga Rohingya, dengan menyebut mereka sebagai teroris, menuduh mereka membakar rumah sendiri dan memalsukan perkosaan yang terjadi," kata Manajer Advokasi Amnesty International Untuk Asia Pasifik, Fransisco Bencosme.  

Ditambahkannya, “media pemerintah dan pemerintah sipil dimana Suu Kyi memiliki otorita langsung, telah sangat terlibat dalam penerbitan laporan-laporan yang memanas-manasi dan tidak manusiawi terhadap Rohingya.”

Dalam suratnya, Naidoo mengatakan, mantan ikon hak asasi manusia itu tidak saja meninggalkan nilai-nilai yang dipromosikannya selama beberapa puluh tahun ini, tetapi juga "memilih untuk mengabaikan penindasan brutal dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan militer terhadap Rohingya dan kelompok minoritas di Kachin, dan di negara bagian Shan di utara.”

Amnesty International juga, mengecam pemerintahan Suu Kyi karena gagal mencabut aturan hukum yang represif, termasuk beberapa aturan hukum yang digunakan untuk menangkap Suu Kyi dan aktivis-aktivis pro-demokrasi.

"Sebaliknya Suu Kyi secara aktif membela penggunaan undang-undang semacam itu, khususnya keputusan untuk mengadili dan memenjarakan dua wartawan Reuters karena mendokumentasikan pembantaian militer Myanmar".

Beberapa tokoh yang pernah memenangkan "Ambassador of Conscience" Amnesty International, mencakup pemimpin Afrika Selatan Nelson Mandela, aktivis Pakistan Malala Yousafzai, dan pembangkang China Ai WeiWei. (Voaindonesia.com)

 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home