Loading...
ANALISIS
Penulis: Stanley R. Rambitan 16:04 WIB | Rabu, 18 Maret 2015

Analisis 3.000-an Warga Eropa dan 500-an WNI Gabung ISIS

Kelompok ekstremis Negara Islam Irak dan Suriah atau lazim dikenal dengan ISIS, merobohkan salib di atap sejumlah gereja di Irak dan menggantikannya dengan mengibarkan bendera hitam ISIS pada Selasa (17/3). (Foto: MEMRI)

SATUHARAPAN.COM – Berita menghebohkan terakhir menyangkut ISIS adalah bergabungnya tiga remaja putri usia 15-an tahun warga negara Inggris. Juga di Indonesia, hilangnya 16 warga negara Indonesia yang sedang mengadakan wisata di Turki dan diduga telah bergabung dengan ISIS. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa orang Eropa jauh lebih banyak dari orang warga Indonesia yang bergabung dengan ISIS, padahal jumlah penganut Islam di Eropa jauh lebih sedikit dari jumlah orang Islam di Indonesia? Apa yang berbeda antara Islam dan umat Islam di Eropa dan Indonesia?

Umat Islam di Eropa

Kebanyakan umat Islam di Eropa adalah pendatang atau imigran yang berasal dari berbagai negara. Yang terbanyak berasal dari Turki, Pakistan, India, Maroko dan Tunisia dan negara-negara yang sedang mengalami konflik seperti Suriah, Irak, Palestina dan Lebanon. Para imigran Muslim ini mulai masuk Eropa pada tahun 1960-an dan berlanjut sampai saat ini. Jumlah penduduk Muslim Eropa, khususnya di 28 negara anggota Uni Eropa, sekitar 30 Juta atau 6% dari 500 juta jumlah penduduknya.

Secara kebangsaan, rasial dan warna kulit para imigran Muslim umumnya berbeda dengan penduduk kulit putih Eropa. Secara ekonomi, pendidikan dan status, mereka pun rata-rata berbeda atau lebih “rendah” dari kebanyakan penduduk asli Eropa. Yang sangat mencolok adalah perbedaan budaya dan agama. Dari segi budaya atau adat istiadat, para imigran Muslim masih sangat dipengaruhi oleh paham dan praktik budaya yang ada di tempat asal. Dalam hal agama, mereka tentu sangat berbeda dengan agama kebanyakan orang Eropa yaitu Kristen. Perbedaan agama ini menjadi salah satu alasan utama adanya sentimen dan bahkan rasa permusuhan yang disebabkan oleh baik perbedaan ajaran keagamaan maupun warisan konflik atau perang salib yang memang masih membekas.

Sebagai kelompok “minoritas” dengan latar belakang perbedaan dan sentimen di atas maka diskriminasi menjadi corak yang menonjol dalam hubungan antara para imigran atau umat Islam di Eropa dengan penduduk asli Eropa. Mereka diperlakukan atau masih menjadi penduduk kelas dua di dalam masyarakat. Dominasi orang Eropa karena “mayoritas” masih nyata. Sementara, di pihak umat Islam, perasaan sebagai “minoritas” minority complex yang ditekan atau tertekan juga dialami. Ini menjadi persoalan utama bagi umat Islam.

Minority complex di kalangan umat Islam Eropa itu, mengakibatkan perasaan sebagai kelompok yang teralienasi dan mereka lalu merasa tidak at home. Eropa bukanlah negeri yang ideal sebagai umat Islam sehingga ada dambaan adanya suatu negeri yang benar-benar islami. Efek dari perasaan itu adalah kuatnya rasa solidaritas sesama Muslim dan kuatnya keinginan untuk berkumpul, saling membantu dan berjuang bagi umat atau agama Islam. Jadi ide tentang solidaritas dan persaudaraan umat Islam atau ukhuwah islamiah menjadi corak relasi antarsesama Muslim dan label perjuangan bagi Islam.

Kondisi umat Islam itu membuat di satu pihak usaha sebagian umat Islam untuk membaur, berdialog dan memajukan hidup di segala bidang sehingga menjadi sama dengan orang Eropa. Namun di pihak lain, memunculkan radikalisme dan kelompok-kelompok radikal. Hal ini lalu menjadi lahan yang sangat subur bagi keinginan dan motif-motif untuk berjuang atau berperang demi Islam, terutama melawan para “musuh” atau pihak anti Islam. “Barat” menjadi “musuh” utama dan juga kelompok masyarakat atau negara bukan Islam atau negara Islam yang tidak sejalan dengan ideologi atau ajaran dan praktik yang dianut. Inilah yang membuat begitu mudah dan banyak warga Muslim Eropa yang bergabung dengan ISIS. Bagi mereka, peperangan ISIS adalah peperangan politik melawan dominasi Barat dan terlebih perang Islam melawan kezaliman dan untuk itu mendapat pahala sorgawi .

Umat Islam di Indonesia

Kondisi umat Islam di Indonesia sangat berbeda dengan umat Islam di Eropa. Umat Islam Indonesia adalah penduduk asli Indonesia dengan status dan hak yang sama dengan warga negara (beragama) lain. Umat Islam adalah bagian utama dan pembentuk bangsa-negara Indonesia. Mereka memiliki dan menentukan kehidupan bangsa ini. Tidak ada masalah “minority complex”; sebaliknya, ada perasaan sebagai “mayoritas” yang berkuasa, mengayomi dan melindungi. Indonesia adalah tanah air dan rumahnya. Dan tekanan karena perlakuan diskriminatif tidak dirasakan.

Corak ajaran dan praktik hidup bermasyarakat dan bernegara umat Islam umumnya toleran, kompromis, mengutamakan tenggang rasa, kerukunan dan perdamaian. Mereka kebanyakan tidak berkarakter polemis-apologetis dan tidak gemar konflik apalagi perang. Kebanyakan umat Islam Indonesia tidak mudah terpengaruh oleh persoalan atau konflik seperti antara umat Islam dan masyarakat Barat di Eropa dan Amerika. Hal ini menyebabkan radikalisme atau ekstremisme agama tidak berpengaruh penting terhadap paham dan perilaku umum umat. Inilah yang menyebabkan jumlah Muslim warga Indonesia yang bergabung dengan ISIS jika dibandingkan dengan Muslim di Eropa.

Umat Islam Indonesia dan ISIS

Ada sebagian umat Islam yang terpengaruh dengan idealisme keislaman politis yang bercorak polemis dan cenderung berkonflik. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa kelompok garis keras dan terutama pada kelompok yang melakukan kekerasan atau tindakan-tindakan teroris. Pengaruh ISIS terhadap sebagian kalangan umat Islam Indonesia memang ada. Buktinya sudah ada sekitar 500-an Muslim Indonesia yang bergabung dan ikut berperang dengan ISIS. Perekrutan juga masih terjadi dengan bukti hilangnya 16 Muslim warga negara Indonesia dan juga tertangkapnya belasan Muslim lain di Turki yang hendak menyeberang ke Suriah dan Irak, negara basis ISIS.

Pemerintah dan masyarakat Indonesia, terutama umat Islam perlu waspada, jeli dan aktif menghadapi dan mencegah perekrutan ISIS. Juga, harus ada pengawasan terhadap mereka yang kembali dari peperangan ISIS karena ada kemungkinan mereka membawa ideologi dan perjuangannya dan menerapkannya di Indonesia.

Stanley R. Rambitan, Teolog-Pemerhati Agama dan Masyarakat; Dosen Pascasarjana UKI 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home