Loading...
ANALISIS
Penulis: Stanley R. Rambitan 12:46 WIB | Sabtu, 12 April 2014

Analisis: Rakyat Perlu Kritis pada Pengobatan Berbasis Agama

Ilustrasi pengobatan massal dengan pengetahuan medis modern. (Foto: Antara)

SATUHARAPAN.COM – Kedangkalan pemahaman sebagian masyarakat terhadap agama yang mereka anut, mengakibatkan mudah jadi korban penipuan. Belajar dari kasus Ustad Guntur Bumi, rakyat Indonesia seharusnya makin kritis, cerdas dan bijak dalam menyikapi keadaan diri atau sakit-penyakitnya dan tawaran-tawaran atau iklan pengobatan alternatif.

Berita tentang kasus Ustad Guntur Bumi (UGB) beredar di berbagai media. Sang Ustad diberitakan telah melakukan penipuan terhadap pasien-pasiennya di dalam melaksanakan pengobatannya. Berawal dari laporan dua orang ibu tentang kasus penipuan yang dilakukan UGB terhadap mereka, sampai saat ini sudah sekian banyak orang yang tampil di media, mengaku sebagai mantan pasien UGB dan yang juga kena tipu. Modus penipuan yang disangkakan pada UGB adalah dengan mengatakan bahwa penyakit yang diderita sang pasien disebabkan oleh kekuatan jahat, misalnya yang berwujud ulat atau benda-benda lain yang kemudian karena kesaktian sang Ustad dan dengan kehendak Allah lalu dapat dikeluarkan dari kepala, perut atau tubuh si pasien.

Kemampuan “sakti’ ini sebenarnya serupa dengan apa yang biasanya dilakukan oleh para pesulap yang pandai mengelabui mata penonton.  Lalu sang Ustad mengumbar janji untuk kesembuhan para pasien dengan syarat bahwa mereka harus membayar sejumlah uang; ada yang berjumlah jutaan, puluhan juta, dan bahkan ratusan juta rupiah, baik yang diberikan secara tunai maupun melalui transfer ke rekening bank. 

Kasus UGB ini, karena pemberitaan di berbagai media, telah menghebohkan sebagian masyarakat Indonesia. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun telah turun tangan dengan memanggil dan “menyidang” sang Ustad. Hal ini dilakukan oleh MUI karena kasus UGB menyangkut umat dan tokoh agama Islam. UGB menggunakan “label” Islam dalam menjalankan praktiknya, yaitu memakai gelar Ustad dan menggunakan bahasa dan ayat-ayat Kitab. Hasil dari “sidang” oleh MUI ini adalah UGB mengakui kekhilafannya, memohon maaf dan menyatakan akan berubah.

Di berita-berita infotainment belakangan, ada mantan-mantan pasien yang mulai melaporkan UGB ke pihak berwenang karena apa yang disangkakan kepadanya diyakini sudah masuk ke perkara kriminal seperti penipuan dan bahkan pencurian (barang, dalam bentuk emas).

Kasus pengobatan alternatif yang melibatkan tokoh dan agama dan yang memakan korban material dan bahkan jiwa dari para pasien kemungkinan besar bukanlah satu-satunya kasus yang terjadi di dalam masyarakat Indonesia. Hal ini karena pengobatan-pengobatan alternatif yang melibatkan tokoh agama dan yang menggunakan simbol-simbol atau sarana-sarana agama  tidaklah sedikit, atau bahkan sudah menjadi gejala umum di dalam masyarakat.

Karena itu, kemungkinan adanya kasus-kasus serupa UGB yang dialami pasien-pasien cukup besar, namun mereka tidak atau belum melaporkannya. Atau, ada yang menganggap bahwa kalau tidak sembuh walau sudah bayar, itu wajar karena yang menentukan kesembuhan adalah Sang Ilahi.

Mengapa orang pergi ke pengobatan alternafif dan khususnya yang berlabel agama?

Dari sebutannya, “alternatif” menunjukkan bahwa cara pengobatan yang ditempuh adalah pilihan yang lain dari pengobatan medis atau ilmu kedokteran modern yang menggunakan obat-obatan hasil penelitian ilmiah dan praktik operasi.

Yang dikategorikan sebagai pengobatan alternatif seperti pengobatan  medis-tradisional, misalnya dengan tusuk jarum-akupunktur, bekam, pijit dan dengan  obat-obatan herbal; pengobatan tradisional-magis  atau perdukunan-klenik dengan menggunakan makhluk-makhluk atau benda-benda yang dipercayai memiliki kekuatan gaib;  dan pengobatan medis-agamis, yang menggunakan obat dan olah fisik dan jiwa yang disertai penggunaan simbol-simbol, ajaran dan ritual  agama.

Trend di dalam masyarakat Indonesia memperlihatkan bahwa cara pengobatan medis-agamis ini diminati oleh banyak orang. Ambil contoh banyaknya pasien Ustad Guntur Bumi yang tertarik pada “kesaktian” penyembuhannya; juga jemaah yang mengikuti Ustad Haryono dengan dzikirnya; atau  jemaat Pdt. Pariadji yang percaya pada kesaktian minyak urapannya.  

Banyak orang yang menempuh cara pengobatan medis-agamis itu karena adanya kepercayaan kepada sang tokoh “penyembuh”,  apalagi yang sudah populer karena sering tampil di televisi dan dianggap karismatik. Juga karena adanya kepercayaan bahwa Tuhan berkarya menyembuhkan mereka melalui penyembuh-penyembuh (Ustad atau Pendeta) yang saleh dan memiliki karunia menyembuhkan.

Tambahan lagi, dari segi ajaran agama,  di samping cara pengobatan itu menunjukkan ketaatan iman karena pengandalan mereka pada Tuhan yang dipercaya sanggup menyembuhkan melalui kata-kata atau doa dan tindakan para penyembuh sebagai hamba Allah, juga ada pemahaman bahwa dengan pergi ke penyembuh yang adalah tokoh agama, ada jaminan bahwa mereka menempuh jalan yang benar untuk penyembuhan diri dari penyakit; bahwa mereka tidak melanggar hukum Tuhan; jadi mereka tidak berbuat dosa.

Berbeda halnya jikalau mereka pergi ke pengobatan alternatif lain, seperti yang tradisional-medis dengan herbal, yang tidak memiliki jaminan atau otoritas ilahi. Apalagi jika pergi  ke dukun dengan bentuk pengobatan tradisional-magis atau dengan kekuatan gaib yang bukan berasal dari Tuhan. Agama umumnya sangat menolak perdukunan; bahwa mempercayai perdukunan berarti mereka tidak mengandalkan diri pada Allah tetapi pada ilah lain. Ini adalah dosa besar atau  syirik di dalam Islam. 

Tapi memang, walaupun ada pemahaman demikian, masih banyak orang beragama yang pergi ke dukun untuk maksud-maksud seperti ingin mengetahui nasib, ingin usaha atau bisnis berhasil, ingin segera mendapat jodoh, ingin istri patuh atau suami tunduk, ingin sukses dalam pileg-pemilihan legislatif atau menjadi pejabat negara  dan ingin menjadi artis terkenal dan sukses.

Bagi sebagian besar rakyat Indonesia, agama masih menjadi unsur yang sangat menentukan dalam  hidup, pribadi dan sosial serta dalam bidang politik, ekonomi dan bahkan dalam penyembuhan penyakit. Sehubungan dengan ini, agama lalu dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk menarik orang yang membutuhkan jaminan psikis-spiritual bagi usaha mereka, misalnya untuk sembuh dari penyakit atau untuk sukses dalam karier dan relasi-keluarga.

Karena begitu pentingnya agama dalam pencapaian keinginan maka tidak sedikit dukun yang harus menyesuaikan diri yaitu dengan menambah ritual, simbol dan doa agama di dalam ritual dan mantra-mantra mereka.

 Atau, seperti UGB yang memanfaatkan agama dan dangkalnya pemahaman umat untuk menarik banyak orang untuk datang berobat kepadanya sehingga mendapat penghasilan yang banyak. Ironisnya, pengobatan yang dilakukan justru tidak benar menurut ajaran agama itu sendiri karena disertai dengan pembohongan atau penipuan.   

Belajar dari kasus Ustad Guntur Bumi, semoga rakyat Indonesia menjadi makin kritis, cerdas dan bijak dalam menyikapi keadaan diri atau penyakit yang ia derita; dan tawaran-tawaran atau iklan pengobatan alternatif.

Stanley  R. Rambitan, Teolog-pemerhati agama dan masyarakat


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home