Loading...
HAM
Penulis: Eben E. Siadari 12:50 WIB | Rabu, 31 Agustus 2016

ANBTI: Kemenangan Zulfa Bukti Pancasila Bukan hanya Retorika

Zulfa (kanan) bersama ibunya Susilowati. (Foto: Dok. Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Koordinator Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI), Nia Sjarifuddin, mengatakan dipulihkannya hak Zulfa Nur Rohman, siswa SMK Negeri 7 Semarang, untuk naik kelas setelah sempat tinggal kelas karena nilai agama pada rapornya D (kurang) sebab ia menolak praktik salat karena penghayat aliran Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, merupakan spirit yang baik dalam membumikan Pancasila. Dengan demikian, kata dia, Pancasila serta semboyan Bhinneka Tunggal Ika bukan hanya retorika.

"ANBTI memandang bahwa optimisme itu harus terus dibangun. Kasus ini bisa berakhir dengan sebuah konsolidasi masyarakat sipil sebagai modal kekuatan dari wujud spirit kebangsaan. Bersama-sama kita membawa aspirasinya yang direspons baik oleh berbagai kalangan seperti Komnas Perempuan, Komnas HAM, KPAI (terutama digerakkan oleh kegigihan komisioner Maria Ulfah Ansor) juga ORI," kata Nia.

Zulfa Nur Rahman, 17 tahun,  memilih dirinya tidak naik kelas ketimbang terpaksa praktik salat dalam mata pelajaran Agama Islam.

Zulfa adalah seorang anak pengikut penghayat kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa. Status Zulfa pada kolom agama dalam Kartu Keluarga diisi kosong (-). Ayahnya bernama Taswidi dan ibunya Susilowati.

Nia Sjarifuddin (Foto: Ist)

Pada Juli 2016 lalu Zulfa tidak naik kelas karena nilai pendidikan agama mendapat D (kurang). Kurikulum di sekolah negeri itu hanya memfasilitasi enam agama, tanpa mengakomodasi aliran penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Atas hal itu, Nia Sjarifudin sempat menilai pemerintah diskriminatif terhadap hak-hak para penghayat kepercayaan. Kasus Zulfa, kata dia, merupakan salah satu bukti Pancasila dan Konstitusi Negara tidak menjamin para penghayat kepercayaan.

Kini, dengan dipulihkannya hak Zulfa, Nia optimis kembali.

Menurut Nia, perjuangan mengadvokasi Zulfa cukup melelahkan. Namun, banyak pihak yang telah membantu.

"Aspirasi kita sampaikan juga melalui DPP PDIP sebagai partai yang mempunyai struktur badan agama & kepercayaan kepada Tuhan YME. Kami mendesak mereka melalui sekjen dan wasekjen Ahmad Basarah yang turun tangan langsung ke Semarang. Begitu juga Mendikbud melalui caranya sendiri serta dirjen kebudayaan melakukan koordinasi untuk memastikan Zulfa bisa naik kelas tanpa syarat yang berat," kata Nia.

Dibantu oleh media, kata Nia, upaya membela hak Zulfa, merupakan usaha membangun  proses demokratisasi agar setia pada nilai-nilai kebersamaan dalam Pancasila.

Namun di atas semua itu, menurut Nia, ini adalah jawaban terhadap optimisme Zulfa yang sejak awal menyatakan bahwa ia yakin Indonesia masih negara yang memiliki Pancasila, konstitusi dan Bhinneka Tunggal Ika.

"Ia yakin ini bisa diperjuangkan kembali. Anak itu dengan integritasnya sudah menjadi survivor yang hebat menyemangati kita semua," kata Nia.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home