Loading...
BUDAYA
Penulis: Dewasasri M Wardani 12:25 WIB | Senin, 23 Maret 2020

Artis dan Museum Tawarkan Pertunjukan Online Gratis Selama Pandemi Corona

Teater La Fenice yang terkenal di Venesia tetap sepi ketika kuartet Dafne string memasuki panggung. (Foto: dw.com)

AMERIKA SERIKAT, SATUHARAPAN.COM – Sejumlah musisi dan museum menyelenggarakan konser dan pertunjukan gratis, yang bisa dilihat secara online selama wabah COVID-19 melanda di seluruh dunia.

Coldplay dan Christine and the Queens, termasuk artis yang mengadakan pertunjukan virtual untuk orang-orang yang kini kebanyakan harus tinggal di rumah. Vokalis Coldplay, Chris Martin, menyiarkan konser langsung lewat Instagram pada hari Senin (19/3). Konser ini dianggap lebih intim daripada dilakukan di arena yang dapat menampung banyak orang.

"Mungkin (masa-masa) 9/11 adalah yang terakhir kalinya saya merasa seperti kita semua bersatu," kata Martin merujuk kepada pandemi corona, ketika berbicara langsung ke kamera dan menerima permintaan dari penggemar agar ia menyanyikan lagu tertentu seperti Yellow atau Viva La Vida.

Pria 43 tahun itu bergantian memainkan piano dan gitarnya. Pada satu saat, dalam konser virtual itu ia mengatakan: "Saya tidak mau menekan tombol apa pun, khawatir bisa mengakhiri semuanya."

Pertunjukan virtual oleh Coldplay adalah bagian dari kolaborasi antara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Global Citizen, sebuah organisasi yang bertujuan memerangi kemiskinan ekstrem. Kolaborasi ini berjudul "Together, At Home" atau "Bersama, di Rumah Masing-masing."

Vokalis Coldplay itu juga mengumumkan pada akhir konsernya, bintang R&B John Legend akan tampil berikutnya. Sambil bercanda, Chris Martin mengatakan kepada para penonton: "Kalian dapat melihat pemain piano sungguhan yang tidak membutuhkan (atraksi) kembang api untuk bisa tampil."

Hugh Evans, CEO Global Citizen, mengatakan ide pertunjukan ini timbul secara alami karena "musik telah sejak lama menjadi kekuatan pemersatu di saat krisis."

Dari Musik Pop hingga Klasik

"Jutaan orang tinggal di rumah dan mengasingkan diri," kata Evans. "Artis dan musisi telah berkumpul untuk memberi kami dorongan, harapan, dan misi bersama untuk mengambil tindakan guna memerangi virus corona." Musisi Keith Urban juga melakukan streaming konser di internet. Nicole Kidman, istrinya, juga ikut bergabung.

Tidak hanya musisi aliran pop dan rock yang beralih mengelenggarakan konser virtual, para pegiat musik klasik juga bergabung dan menyiarkan konser secara gratis.

Metropolitan Opera di New York telah ditutup karena wabah corona setidaknya sampai Maret. Saat ini, Metropolitan Opera menayangkan acara berbeda setiap malam dari koleksi pertunjukan mereka selama 14 tahun terakhir.

"Selama masa yang luar biasa dan sulit ini, Met (Metropolitan Opera) berharap bisa mencerahkan kehidupan para penonton kami bahkan ketika panggung kami telah gelap," kata perusahaan itu.

Di Jerman, Berlin Philharmonic yang ditutup hingga 19 April juga bermain secara virtual. "Kami berharap bahwa melalui inisiatif ini kami dapat memberikan kegembiraan kepada publik seluas mungkin lewat musik kami. Kami sudah sangat merindukan penonton kami, dan berharap dengan cara ini kami dapat tetap berhubungan dengan para pendengar kami," kata kepala pemain alat musik cello, Olaf Maninger.

Dari Italia yang merupakan pusat wabah corona setelah China, musisi rock Gianna Nannini menyiarkan acara akustik di media sosial. "Kami akan melakukan segala cara untuk bersama-sama mengatasi momen mengerikan ini," katanya. "Hal terburuk tentang virus ini adalah kesepian."

Sejumlah museum juga membuka pertunjukan virtual kepada publik, Museum Louvre di Prancis misalnya. Museum yang paling banyak dikunjungi para wisatawan dari seluruh dunia ini menutup pintunya, setelah para staf khawatir akan kesehatan mereka. Namun kini masyarakat bisa melihat koleksi antik budaya Mesir milik museum ini secara virtual.

Demikian juga dengan British Museum di London, Van Gogh Museum di Amsterdam, dan Pergamon Museum di Berlin. Masyarakat juga bisa lebih lanjut mencari informasi museum-museum lain yang bisa dikunjungi secara virtual, selama masa karantina. Ini sebagai salah satu cara mengisi waktu dan mengusir kejenuhan.

Kita Menghargai Seni, tapi Maunya Gratisan

Institusi kesenian dan artis, apalagi yang berskala kecil, sekarang sedang ketar-ketir menghadapi krisis corona.

"Hanya ada sedikit dukungan untuk para seniman. Ini adalah sistem yang sama sekali tidak realistis, saya tidak bohong," kata komposer Paola Prestini yang tinggal di Amerika Serikat.

Berbeda dengan di Amerika, pada Rabu (19/3), Menteri Kebudayaan Prancis Franck Riester mengumumkan "bantuan darurat" awal sebesar 22 juta euro (Rp398 miliar), untuk mendukung industri musik, hiburan, penerbitan dan seni visual di negaranya.

Di Amerika Serikat, sejauh ini tidak ada bantuan seperti itu. Para pekerja termasuk seniman bergantung pada pekerjaan 'gig economy' sebagai tumpuan hidup. Ini berarti bahwa mereka hanya dibayar ketika ada proyek atau konser. Cuti sakit berbayar bisa mereka lupakan karena ini umumnya hanya mimpi.

Sewaktu di New York mulai diberlakukan penutupan, penyanyi Emily Cochrane, meninggalkan kota ini menuju kampung halamannya di Chicago untuk tinggal bersama keluarganya. Emily pun mempertimbangkan kembali kariernya di dunia musik seiring menyebarnya virus corona.

"Saya maunya tetap optimistis," kata Emily. "Tapi saya masih harus bayar sewa (rumah) sebelum meninggalkan kota," kata Emily. Dengan mahalnya uang sewa di New York dan banyaknya pembatalan pertunjukkan, Emily menggambarkan rasanya seperti harus menyerahkan semua uang yang ia punya saat ini untuk membayar sewa.

"Tidak ada jejaring pengaman (sosial) yang nyata ketika Anda terjun ke dunia musik untuk mencari nafkah," kata perempuan berusia 36 tahun itu. "Ini tentang apa yang kita hargai sebagai masyarakat kita menghargai musik, tetapi kita tidak mau membayar untuknya, kita menghargai seni tapi kita maunya gratisan." (dw.com)

 

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home