Loading...
RELIGI
Penulis: Reporter Satuharapan 17:47 WIB | Rabu, 25 November 2015

Awal Intoleransi di Aceh Terjadi Tahun 1961

Mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Asfinawati, (Foto : Dok Satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Tindakan intoleransi di Aceh terjadi sejak tahun 1961, orang-orang berambut panjang meminta gereja ditutup pada saat masyarakat Kristen melaksanakan ibadah, penutupan tersebut diminta dengan alasan daerah tersebut merupakan daerah Aceh. Hal ini dikutip dari Pendapat Hukum (Legal Opinion) Mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Asfinawati, yang diterima satuharapan.com hari Rabu (18/11).

Dalam Pendapat Hukumnya, dia menjelaskan masyarakat kristen yang berada di wilayah Aceh mengungsi ke Sumatera Utara pada tahun 1968 karena adanya pidato yang berisikan agar Gereja ditutup dan kegiataan agama kristen dihentikan, pidato tersebut disampaikan Daud Breweh yang datang ke Lipat Kajang dan Desa Rimo.

"Pembangunan gereja pernah terhambat pada tahun 1979, pembangunan gereja Katolik di Mandumpang dan pembangunan Gereja Tuhan Indonesia (GTI) di desa Gunung Meriah digagalkan. selain itu gereja GKPPD di Siatas, GKPPD Sanggaberru, GKPPD Gunung Meriah dibakar. saat itu hampir seluruh umat Kristen dari Aceh Singkil mengungsi ke Sumatera Utara selama 4 bulan. akibatnya ladang dan rumah serta ternak hilang karena tidak terurus." katanya.

Situasi tersebut, katanya berakhir dengan perjanjian. Ikrar kerukunan bersama ini ditanda tangani  11 orang tokoh Islam dan 11 tokoh Kristen serta disaksikan  oleh Muspida Tk II Aceh Selatan, Muspida Tk II Tapanuli Tengah dan Muspida Tk II Dairi, pada tanggal 13 Oktober 1979 di Lipat Kajang. 

Ada pun isi ikrar kerukunan tersebut berbunyi :

1.Umat Islam dan Umat Kristen dalam wilayah Kecamatan Simpang Kanan menjamin ketertiban dan keamanan dan terujudunya stabilitas wilayah dan krukunan beragama.

2.Meminta kepada pemerintah supaya para pelaku-pelaku akibat terjadinya gangguan ketertiban dan keamanan baik di pihak umat Islam maupun umat Kristen agar dapat ditindak menurut hukum yang berlaku.

3.Pendirian/rehab gereja dan lain-lain tidak kami laksanakan sebelum mendapat izin dari pemerintah daerah Tk II Aceh Selatan, sesuai dengan materi dari keputusan bersama menteri Agama dengan Menteri Dalam Negeri Nomor: 1 tahun 1969.

4.Pelanggaran dari perjanjian/pernyataan tersebut diatas kami bersedia dituntut menurut hukum yang berlaku.

5.Kami tidak menerima kunjungan baik pastur atau pendeta atau ulama-ulama yang memberikan kuliah/pemandian/pembaptisan/sakramen kepada umatnya dalam wilayah kecamatan Simpang kanan, kecuali sudah mendapat izin dari pemerintah setempat.

Dia juga menjelaskan ada usaha pembakaran gereja di Aceh yang dilakukan masyarakat Aceh namun usaha pembakaran tersebut selalu gagal berkat usaha dari masyarakat sekitar dalam melakukan pemadaman.

Berikut kronologis usaha pembakaran Gereja di Aceh dari tahun 1997 sampai tahun 2003

1. Pada hari senin 27 Maret 1995 sekitar jam 02.00 wib malam hr terjadi usaha pembakaran undung-undung (rumah ibadat) Kristen GKPPD Penanggalen kecamatan penanggalen. Berkat bantuan masyarakat  rumah ibadat tersebut  dapat diselamatkan. Telah dilaporkan kepada pihak keamanan namun pelakuknya tidak pernah terungkap. 

2. Pada hari Jumat 21 Maret 1997 sekitar 02.30 wib dini hari terjadi usaha pembakaran  gereja GKPPD Sanggaberru, kecamatan Gunung Meriah. Berkat usaha dan bantuan masyarakat api dapat dipadamkan .sama, hingga sekarang tidak teruangkap siapa pelakunya.

3. Pada hari Senin 20 Juli 1998 juga dini hari jam 02.30 – 03.30 terjadi usaha pembakaran gereja GKPPD Siompin, GKPPD Mandumpang dan GKPPD Lae Gecih. Hingga kini tidak diketahui siapa pelakunya.

4. Pada hari Selasa 21 Juli 1998 terjadi usaha pembakaran gereja GKPPD Gunung Meriah desa Suka Makmur. Api mati sendiri hanya melalap dinding gereja sedikit dan mati dengan sendirinya. Pelakunya juga tidak diketahui hingga sekarang.

5. Pembakaran terakhir terjadi pada 1 September 2003 kepada satu gedung yang dibangun untuk tempat ibadah gereja Khrismatik. Kejadiannya bermula dari rencana Pdt. Saragih yang berencana mau melakukan kebaktian kebangunan rohani (KKR) di ruang terbuka dengan memakai music seperti keyboard. Sebelumnya pendeta menyebar undangan agar datang ke KKR tersebut, namun entah bagaimana salah satu undangan itu jatuh ke tangan saudara beragama Islam. Itu memicu kemarahan kaum muslim, dengan sekitar 500 orang, mendatangi lokasi pada saat acara akan dilaksanakan dan membakar bangunan berserta semua alat-alat KKR seperti 2 unit sepeda motor. (bob)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home