Loading...
ANALISIS
Penulis: Tjiauw Thuan 13:56 WIB | Rabu, 25 Maret 2020

Bagaimana Masyarakat Menyikapi Pandemi COVID-19?

Thjiauw Thuan. (Foto: dok. Ist.)

SATUHARAPAN.COM-Andaikan COVID-19 sebesar semut atau ulat, manusia dapat mengerahkan ayam dan bebek untuk memakannya hingga habis. Sayang sekali virus corona baru hanya terlihat di bawah mikroskop. Itu pun dengan media tempatnya bersarang amat beragam dan tersebar luas.

Sedikitnya empat negara mengklaim segera menemukan vaksin penangkal. Israel, Jerman, Amerika dan Tiongkok mengaku laboratorium dan tim ahli mereka berhasil memetakan karakteristik virus dan penanganannya. Ironisnya, vaksin-vaksin andalan mereka membutuhkan waktu uji coba pada manusia sekitar delapan belas bulan, paling cepat enam bulan, baru kemudian diproduksi. Dunia tidak akan sabar menanti hingga rentang sekian panjang.

Angka kematian akibat COVID-19 meningkat. Data-data pasien suspect, positif, mati dan sembuh terus diperbaharui setiap hari bahkan dalam hitungan jam. Negara-negara sekelas Eropa, di mana sarana prasarana sanitasi dan fasilitas kuratif canggih pun tak kuasa menahan keganasannya. Perlu disadari bersama, umur lanjut mendominasi angka kematian. Mereka dengan usia uzur dan yang telah mengidap penyakit menahun, begitu terpapar corona, rentan sekali terhadap kematian.

Dalam sejarah, adakalanya manusia menang atas penyakit, atau terkadang sebaliknya dikalahkan penyakit. Dikalahkan oleh penyakit pada titik ekstrem berujung pada kematian. Apabila upaya mengobati sudah maksimal, tetap saja berhadapan dengan kematian, itu tak lain adalah ajal datang menjemput. Setiap manusia perlu mempersiapkan hati menghadapi ajalnya sendiri. Suka atau tak suka, berani atau gentar, semua orang akan berangkat juga ke sana suatu hari kelak. Memikirkan kerja-kerja di bawah kolong langit ini yang belum kita tuntaskan merupakan refleksi yang bijaksana bagi kita semua ketika menghadapi terjangan pneumonia baru ini.

Manfaatkan Menu Lokal

Meski endemi telah menuju pandemi, peluang kesembuhan masih sangat besar. Meminjam data di Tiongkok sebagai bahan analisis, jumlah pasien positif mengidap corona, lantas menjalani rawat medis kemudian dinyatakan sembuh di atas angka 95%. Masyarakat hendaklah menarik pelajaran berharga di sini. Walau belum tersedia obat dan vaksin ampuh di pasaran, satu demi satu pasien dapat sembuh. Lantas hendak bagaimana? Tindakan apa yang bisa kita perbuat untuk menghadapi pandemi ini?

Harus senantiasa dicamkan bahwa setiap orang telah dibekali dengan antibodi oleh Sang Pencipta. Itu berarti imunitas tubuh mesti selalu berada dalam kondisi stabil dan prima. Di bawah ancaman COVID-19, masing-masing hendaklah meningkatkan imunitas diri. Apakah upaya untuk menjaga dan meningkatkan imunitas tubuh?

Makanan dan minuman dari masyarakat lokal sehari-harinya dapat menjadi andalan di tengah terpaan badai virus corona. Aneka sayuran dan buah lokal kaya akan vitamin dan mineral. Pecel, sayur asam, gado-gado, lodeh mengandung komponen rempah dan sayur yang beragam. Soto, rawon, pecel lele merupakan makanan rakyat dengan harga terjangkau dan mudah didapat. Bumbu rendang dan bumbu sate padang diracik dengan lebih dari sepuluh macam rempah yang berkhasiat obat.

Jamu dan Minuman Tradisional

Pada arena minuman, dapat disediakan jamu, wedang jahe, wedang uwuh, serbak (dari masyarakat Jawa) bandrek, bajigur (dari masyarakat Sunda), bir pletok (dari masyarakat Betawi) dan variasi minuman tradisional lain sesuai dengan pengalaman mengolah dari masyarakat lokal. Tidak ketinggalan saguer Sulawesi Utara, sopi masyarakat NTT dan tuak Sumatera Utara, walaupun masuk kategori minuman beralkohol akan menguatkan imun tubuh sejauh dikonsumsi secara wajar dan tidak mabuk. Pengetahuan dan hikmat lokal merupakan bagian dari pengetahuan dan hikmat universal.

 Kesederhanaan makanan dan minuman tradisional di Nusantara dapat menjadi langkah preventif paling mendasar. Sehari tiga kali manusia perlu makan dan minum. Ini ibarat resep minum obat-obatan. Selain itu, sanitasi keseharian perlu mendapatkan perhatian.

Kebersihan dan Tidak Panik

Kita mesti rada sering untuk mencuci tangan sesudah memegang ini dan itu. Menjauh dari kerumunan massa akan terhindar dari penularan virus. Sewaktu pulang dari bepergian keluar rumah, cucilah muka dan tangan! Mandi dan menukar pakaian akan jauh lebih bijaksana. 

Sebelum covid-19 muncul dan merajarela, manusia hidup memang sudah dikelilingi dengan virus dan bakteri. Anjuran hidup secara higienis harus tetap berjalan kapan dan di mana pun. Saat-saat ini wabah virus corona sedang menerpa dengan hebat, gaya hidup higienis terlebih mutlak digalakkan, tidak bisa tidak.

Di antara yang terpapar COVID-19, mayoritas adalah mereka yang baru pulang dari perjalanan ke luar negeri. Dalam masa penularan sebisa-bisanya tundalah perjalanan ke mancanegara hingga situasi kondusif. Kendatipun sudah berhasil menekan penularan COVID-19 hingga pada angka nihil, Tiongkok tetap menaruh waspada penuh terhadap kedatangan orang-orang dari luar negaranya, baik orang asing maupun warga negaranya sendiri.

Tindakan-tindakan preventif jauh lebih ampuh daripada tindakan-tindakan kuratif. Tambahan pula, sekarang dunia medis belum menemukan obat untuk mengatasi pneumonia jenis ini. Itu berarti, tindakan kuratif tak dapat berbuat banyak. Upaya preventif dapat tetap digalakkan.

Alat kesehatan telah diangkut dari Tiongkok dan tiba di Tanah Air oleh pesawat Hercules. Obat seperti Avigan dan Kloroquin telah tersedia 500.000 butir dan pemerintah sudah memesan jutaan butir lagi. Upaya menekan, menghambat dan memerangi COVID-19 semakin menemukan titik terang. Masyarakat menanti dengan harap-harap cemas!

Sambil menantikan hasil kerja keras pemerintah, masyarakat luas hendaklah tetap bersatu padu, menjaga diri, peduli dengan sekitar. Sikap mawas diri, hidup tetap tenang dan tidak panik sudah merupakan bantuan yang besar bagi pemimpin negara dalam mencegah dan memberantas virus corona. 

*Penulis adalah dosen studi interdisipliner

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home