Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 23:24 WIB | Rabu, 15 April 2020

Bantuan Medis Taiwan Picu Perdebatan Nama China Airlines

China Airlines, maskapai penerbangan Taiwan yang nama resminya Republi China atau Republic of China. (Foto: dok. Its)

TAIPEI, SATUHARAPAN.COM-Pengiriman bantuan Taiwan ke negara-negara yang memerangi virus corona telah memicu perdebatan sengit di pulau itu tentang apakah mereka harus mengubah citra maskapai penerbangan nasional mereka, China Airlines.

Pulau yang diperintah sendiri ini telah dijadikan model untuk dalam menangani virus COVID-19 dengan kurang dari 400 kasus yang dikonfirmasi, meskipun wilayah itu dekat dengan China (daratan).

Dalam beberapa pekan terakhir Taiwan telah menyumbangkan jutaan masker wajah dan peralatan medis lainnya ke luar negeri. Banyak bantuan itu telah diangkut dengan pesawat jet China Airlines. Nama maskapai ini memicu kebingungan pada saat kedatangan, mengenai apakah bantuan tersebut dari Taiwan atau China.

"Orang-orang kami merasa bangga mengekspor masker, tetapi mereka keliru bahwa itu datang dari negara di mana wabah itu muncul," kata Menteri Transportasi Taiwan, Lin Chia-lung, mengatakan kepada anggota parlemen pada hari Rabu (15/4).

"Tidak peduli seberapa kecil sebuah negara, perusahaan penerbangannya tidak boleh menggunakan nama negara lain yang membingungkan orang," kata Chiu Hsien-chih, dari Partai Kekuatan Baru.

China atau Taiwan

China Airlines sering dikira sebagai Air China, maskapai penerbangan nasional milik China (daratan).

Nama itu adalah kemunduran setelah Perang Sipil China ketika kelompok nasionalis Kuomintang (KMT) yang kalah melarikan diri ke Taiwan. Republik China, nama resmi Taiwan, menjadikan dirinya sebagai saingan Republik Rakyat China (China daratan).

Selama era KMT yang otoriter, banyak perusahaan Taiwan sering menggunakan kata-kata "China" atau "Chinese". Namun sejak itu Taiwan telah berubah menjadi salah satu negara demokrasi paling progresif di Asia dan identitas Taiwan yang berbeda telah muncul.

Presiden taiwan, Chen Shui-bian, yang lebih menyukai kemerdekaan Taiwan, mengganti nama beberapa perusahaan besar selama masa jabatannya pada periode 2000-2008.

Ganti Nama?

Mengganti nama China Airlines akan membutuhkan persetujuan pemegang saham, meskipun yayasan yang dikendalikan pemerintah adalah pemegang saham terbesar.

Awal pekan ini Perdana Menteri, Su Tseng-chang, menyarankan maskapai penerbangan itu dapat menambahkan lebih banyak bendera dan simbol Taiwan di pesawatnya. Tetapi beberapa orang memperingatkan bahwa penggantian nama maskapai akan memprovokasi China, terutama jika referensi ke Taiwan ditambahkan.

"Jika China Airlines diganti namanya, hubungan antara Taiwan dan China tidak akan pernah bisa kembali," kata anggota parlemen Chen Hsueh-sheng dari partai oposisi KMT, yang sekarang lebih menyukai hubungan yang lebih hangat dengan Beijing.

Partai Komunis China memandang Taiwan sebagai wilayahnya dan berjanji suatu hari akan merebutnya, dengan paksa jika perlu.

Sejak 2016 negara itu telah meningkatkan tekanan diplomatik, ekonomi dan militer karena presiden saat ini, Tsai Ing-wen, menolak untuk mengakui konsep bahwa Taiwan adalah bagian dari "satu China."

Ia juga menekan bisnis yang menyebut Taiwan sebagai provinsi dan menolak keras pada konvensi penamaan, dan menunjukkan Taiwan adalah negara berdaulat dan mandiri. (AFP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home