Loading...
OPINI
Penulis: Prasetyo Hatmodjo 00:00 WIB | Senin, 31 Agustus 2015

Belajar Dari Kasus Kecelakaan Jalan Tol Cipali

SATUHARAPAN.COM – Libur Lebaran sudah usai, namun masih segar dalam ingatan kita tentang lalu lintas yang hiruk pikuk, tentang orang-orang yang dicintai, tentang keceriaan selama libur Lebaran, dan sebagainya. Kenangan itu tidak hanya tentang hal-hal yang menyenangkan, tetapi juga tentang hal-hal yang menyedihkan seperti kecelakaan lalu lintas yang tidak jarang merenggut nyawa orang-orang yang kita cintai.

Berbicara tentang kecelakaan lalu lintas, barangkali bisa kita bedah dari unsur-unsur pembentuk lalu lintas yaitu jalan, kendaraan dan manusia. Faktor jalan biasanya dikaitkan dengan faktor geometri dan karakteristik permukaan jalan. Termasuk dalam faktor geometri ini adalah antara lain tanjakan/turunan, lebar lajur, radius tikungan, kemiringan, serta lengkung vertical, khususnya di punggung lengkungan. 

Dari beberapa faktor jalan tersebut, yang paling signifikan menimbulkan kecelakaan adalah radius tikungan dan kemiringan tikungan. Hal ini disebabkan karena di atas kecepatan tertentu akan terjadi gaya centrifugal yang cukup besar yang bisa membuat kendaraan “terlempar” keluar jalur. Besarnya gaya centrifugal ini dipengaruhi oleh kecepatan kendaraan, radius tikungan, dan kemiringan jalan. Potensi bahaya ini yang sering tidak disadari oleh pengemudi yang tidak memahami karakter kendaraan dan karakter tikungan yang dia lalui, sehingga sering menyebabkan kecelakaan.  

Dalam kaitan dengan permukaan jalan, ada kalanya kita menemui permukaan jalan yang tidak rata dan bergelombang. Hal ini juga membahayakan apabila pengemudi memacu kendaraan pada kecepatan tinggi. Kadang kondisi bergelombang ini tidak tampak jelas, khususnya pada waktu malam hari, sehingga pengemudi tidak siap untuk mengurangi kecepatan kendaraan. Akibatnya kendaraan bisa terpental dan mengalami kecelakaan. 

Yang juga tidak disadari oleh pengemudi adalah kekesatan permukaan jalan yang tidak seragam. Permukaan aspal/beton lebih kesat dari permukaan rumput atau permukaan sirtu (pasir batu) di bahu jalan. Pada saat pengemudi memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi di bahu jalan, di mana ban kendaraan pada salah satu sisi menapak di permukaan aspal/beton dan pada sisi yang lain menapak pada permukaan rumput atau sirtu di bahu jalan, maka daya cengkeram ban yang menapak pada permukaan aspal/beton akan lebih kuat dibandingkan dengan ban yang menapak pada permukaan rumput atau sirtu. Akibatnya pada saat mengerem maka kendaraan akan cenderung “terlempar” ke arah bahu jalan yang dilapisi sirtu atau rumput. 

Unsur yang kedua adalah unsur kendaraan. Unsur kendaraan biasanya dikaitkan dengan kondisi kendaraan seperti kondisi mesin yang tidak prima, ban gundul, tekanan ban kiri dan kanan tidak sama, rem blong, dan sebagainya. Unsur kendaraan ini tidak terlalu signifikan menyebabkan kecelakaan apabila pengemudi memahami karakter kendaraan dan tidak memacu kendaraan melebihi yang seharusnya. 

Adapun unsur yang ketiga, yang terpenting adalah unsur manusia, khususnya pengemudi. Disebut khususnya pengemudi karena memang manusia yang ada di dalam kendaraan tidak hanya pengemudi, tetapi ada manusia-manusia lain yang bisa memengaruhi pengemudi dalam melakukan tindakan yang bisa menyebabkan kecelakaan. Pada saat pengemudi diajak ngobrol atau bercanda, atau pada saat pengemudi merasa terusik dan emosional, maka konsentrasinya akan terganggu. Dalam kondisi demikian pengemudi bisa mengambil tindakan yang salah sehingga bisa mengakibatkan terjadinya kecelakaan. 

Dengan asumsi bahwa pengemudi sudah mempunyai kecakapan yang cukup, maka faktor terpenting bagi pengemudi adalah kesehatan mental dan fisik. Selain itu pengemudi juga harus paham tentang kondisi dan karakteristik kendaraan, serta paham akan kondisi dan karakteristik jalan. Apabila pengemudi dalam keadaan sehat mental dan fisik, maka kondisi kendaraan yang kurang sehat serta kondisi jalan yang rusak, curam, banyak tikungan dan sebagainya tidak akan menjadi masalah yang berarti. 

Kecelakaan pada musim libur Lebaran bisa terjadi karena pengemudi tidak memahami karakteristik kendaraan, karena kendaraan yang dipakai adalah kendaraan pinjaman atau kendaraan sewaan. Yang kedua, muatan kendaraan sering melebihi batas (overloaded), sehingga tidak stabil. Yang ketiga, pengemudi tidak memahami karakteristik jalan dan karakteristik lalu lintas, sehingga mengalami kesulitan dalam mengantisipasi potensi bahaya. 

Khusus untuk jalan tol Cipali, karakteristik jalan tentunya sudah dirancang secara khusus sehingga aman untuk dilewati dengan kecepatan tinggi sesuai standar jalan bebas hambatan. Pertanyaannya kemudian mengapa tingkat kecelakaan pada ruas jalan ini begitu tinggi? Dengan asumsi bahwa unsur jalan sudah sesuai standar yang aman, maka yang tersisa adalah unsur manusia dan kendaraan. Dari kedua unsur tersebut, maka bisa dipastikan bahwa unsur manusia adalah yang paling dominan sebagai penyebab kecelakaan.

Seperti telah disebutkan di atas, walaupun kondisi kendaraan tidak terlalu baik, tetapi kalau pengemudi memahami persis kondisi dan karakter kendaraan yang dikemudikan, maka kecelakaan tetap bisa dihindari. Namun apabila pengemudi sudah terlalu lelah setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, maka ada kemungkinan dia menjadi terlena atau mengantuk di jalan tol yang relatif nyaman. Apalagi apabila kondisi lalu lintas dalam keadaan lengang, maka pengemudi bisa tidak menyadari bahwa kendaraannya sudah melaju dengan kecepatan yang sangat tinggi.

Selain ketiga unsur tersebut di atas, sebenarnya masih ada satu faktor lagi yang memengaruhi keselamatan berkendara yaitu faktor eksternal berupa angin yang bertiup dari arah samping. Kita sering mengalami kendaraan goyang pada waktu disalip oleh kendaraan yang lebih besar atau karena angin yang bertiup dari arah samping. Tiupan angin dari arah samping ini cukup berpengaruh terhadap kestabilan kendaraan, khususnya pada kecepatan tinggi. Apalagi dalam konteks jalan tol Cipali yang terletak di daerah terbuka di persawahan, maka beban angin langsung menerpa kendaraan tanpa halangan dari arah samping. Beban angin ini bisa cukup signifikan, khususnya bila dikombinasikan dengan aliran udara yang disebabkan oleh arus lalu lintas yang berkecepatan tinggi. 

Dalam proses pengkajian pembangunan jembatan bentang panjang, seperti jembatan Suramadu misalnya, dilakukan pengujian di terowongan angin untuk menghitung dampak beban angin terhadap kekuatan jembatan, khususnya apabila terjadi vibrasi akibat kombinasi dari beban lalu lintas dan beban angin. 

Namun dalam hal pembangunan jalan tol, penulis tidak tahu sejauh mana sudah pernah dilakukan pengujian di terowongan angin untuk melihat pengaruh angin samping yang dikombinasikan dengan aliran udara akibat arus lalu lintas, terhadap kestabilan kendaraan pada kecepatan tinggi. Apabila hal ini sudah pernah dilakukan maka perlu adanya informasi tentang kecepatan dan arah angin, serta rambu-rambu pembatasan kecepatan (terkait dengan kecepatan angin) untuk mengingatkan pengemudi agar mengurangi kecepatan kendaraan. Selain itu bisa dipertimbangkan pula untuk menanam pohon atau membangun dinding penahan angin untuk mengurangi dampak beban angin dari arah samping, sehingga kecelakaan bisa diminimalkan.

 Penulis adalah Perekayasa Transportasi BPPT (1984-2009) dan anggota Dewan Riset Nasional (2009-2011)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home