Loading...
INDONESIA
Penulis: Wim Goissler 14:20 WIB | Selasa, 05 September 2017

Benny Giay: ULMWP Representasi Papua Berdialog dengan Jokowi

Pendeta Benny Giay (Foto: Ist)

JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM - Tokoh-tokoh Papua yang bertemu dengan Presiden Joko Widodo pada 15 Agustus lalu, seharusnya mendesak presiden untuk berdialog dengan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), organisasi yang  saat ini dianggap paling representatif mewakili rakyat Papua yang berseberangan dengan Jakarta.

Dialog antara Jakarta dengan Papua  dianggap tidak akan efektif tanpa mengikutsertakan ULMWP. Dialog itu juga dipandang tidak akan berhasil tanpa mengagendakan penyelesaian pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan pengakhiran kekerasan di Bumi Cendrawasih.

Hal ini dikatakan oleh salah seorang tokoh Papua yang juga ketua Sinode Gereja KINGMI di Tanah Papua, Pendeta Benny Giay, dalam percakapan dengan satuharapan awal pekan ini. Ia berbicara menanggapi upaya dialog yang kini tengah dirintis oleh pemerintah dengan menunjuk tiga orang sebagai fasilitator, yakni koordinator Jaringan Papua Damai (JDP), Pater Neles Tebay, Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Teten Masduki, dan Menkopolhukam, Wiranto.

"Selama dua tahun terakhir semua pihak di Papua sudah mengusulkan pmerintah Indonesia mendekati ULMWP dan berunding," kata Benny dalam percakapan lewat komunikasi selular.

Oleh karena itu, ia menambahkan, bila pemerintah sungguh-sungguh ingin melakukan dialog, mitra dialog adalah ULMWP. Benny Giay mengingatkan, pemerintah selama ini kerap mengatakan Papua tidak siap berdialog dengan Jakarta karena tidak ada representasi yang diakui oleh semua pihak. Padahal, kata dia, hal itu hanya  alasan yang tidak terbukti kebenarannya.

"Makanya seharusnya para pihak  (14 tokoh Papua) kemarin dalam 'silahturahmi' (dengan Jokowi di Istana Kepresidenan) itu tekan Jokowi dialog dengan ULMWP. Itu untuk mengecek apakah  Indonesia bilang ULMWP tidak mau berdialog dengan NKRI? Apakah RI sudah membuka diri? Atau, kalau (Jakarta) bilang ULMWP tidak mau dialog, itu saya kira memang argumen dari pihak NKRI. Dulu NKRI selalu bilang : di Papua ada banyak faksi. Sekarang sudah ada ULMWP. Semua seharusnya punya tugas 'mulia' untuk tekan beliau supaya dialog dengan ULMWP,   bukan dengan  tarik barang ke dalam negeri dengan 'dialog sektoral' yang kita tidak tahu dari mana dan dirancang  untuk jawab masalah apa," kata Benny.

Dialog sektoral adalah sebuah gagasan dialog di antara semua pemangku kepentingan di Papua bersama dengan Jakarta, untuk membicarakan berbagai permasalahan secara sektoral di Papua. Dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo, 14 tokoh Papua mengusulkan nama Neles Tebay sebagai jurubicara dan menjadi person in charge atas agenda dialog yang digagas.

Munculnya Pater Neles Tebay Disikapi dengan Hati-hati

Benny mengatakan munculnya wacana dialog  dengan mengedepankan tokoh Pater Neles Tebay di berbagai media setelah cukup lama menghilang, menarik perhatian. Namun, ia mengatakan, pada saat yang sama banyak pihak mencermatinya dengan penuh kewaspadaan. Sebab, kata dia, ada yang beranggapan bahwa munculnya Neles Tebay dengan gagasan dialog sektoral adalah upaya menarik masalah Papua ke dalam negeri, kalau bukan untuk 'menghancurkan' perjuangan ULMWP yang bergerak di dunia internasional.

Lebih jauh, menurut Benny, ada anggapan proyek dialog diangkat kembali  sebagai siasat NKRI untuk menghadapi ULMWP di tingkat internasional. Tujuannya adalah untuk menghentikan 'internasionalisasi isu Papua'. 

Lebih dari itu, kata dia lagi, ada yang merasa dialog tidak relevan bila tidak melibatkan ULMWP. "Kalau relevan itu harus dbicarakan dengan ULMWP tidak dengan pihak di dalam negeri," kata dia.

Yang lebih berbahaya, Benny Giay mengungkapkan, adanya dugaan bahwa dengan mempercayakan dialog kepada Pater Neles Tebay, ada upaya rekayasa konflik antara sesama orang Papua, disamping untuk mempromosikan 'pembangunanisme Jokowi' di Papua, minus politik dan penegakam HAM.

Benny Giay skeptis dengan gagasan dialog sektoral karena masalah Papua kini bukan lagi semata urusan dalam negeri. Kata Benny, sejak tahun 2015 'lapangannya' bukan di Papua atau di Indonesia lagi.

"Lapangan dan  wasit sudah di luar sana sedang disaksikan berbagai   mata dari berbagai negara yang sedang menonton. Tidak mungkin diurus di dalam negeri oleh LIPI atau pihak yg ditunjuk dalam acara 'silahturami' tanpa acuan, dengan peserta yang tidak jelas siapa mewakili siapa," kata Benny.

ULMWP dan JDP Aktor Baru Representasi Papua

Sebagai organisasi yang kritis dan  dicap membawa agenda separtisme, keberadaan ULMWP kerap mendatangkan kontroversi. Pemerintah secara resmi tidak pernah menjalin komunikasi dengan mereka bahkan seorang menteri di era Jokowi pernah menyiratkan agar mereka yang mendukung ULMWP hengkang saja dari Papua. Pernyataan tersebut sempat mendapat reaksi keras dari para tokoh Papua.

Kendati berseberangan dengan pemerintah, pada kenyataannya di lapangan keberadaan ULMWP dalam beberapa tahun terakhir ini semakin memiliki signifikansi. Hal ini antara lain tercermin dari kajian terbaru (2016) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tentang Papua. Kajian yang diberi tajuk  Proses Perdamaian, Politi Kaum Muda, dan Diaspora Papua: Updating Papua Road Map, adalah revisi dari Papua Road Map yang pertama kali diluncurkan pada tahun 2008.

Pada kajian revisi ini, tim LIPI mengakui hadirnya dua aktor baru yang dapat menjadi representasi rakyat Papua, yakni ULMWP yang dimotori oleh Benny Wenda dan Octovianus Mote dan Jaringan Damai Papua (JDP) yang dimotori oleh Pater Neles Tebay.

Dalam kajian LIPI dikatakan salah satu transformasi dari gerakan kaum muda di Papua tampak pada geopolitik perlawanan dari yang sebelumnya terisolasi dalam perjuangan bersenjata di hutan-hutan,menjadi gerakan politik berbasis perkotaan (urban).

Selain itu, gerakan kaum muda juga melakukan konsolidasi elemen-elemen sipil Papua yang sebelumnya tercerai-berai. Upaya itu mewujud dalam pembentukan United Liberation Movementfor West Papua (ULMWP), yang menurut LIPI, "bisa dianggap sebagai bagian dari kerja keras proyek persatuan pembebasan nasional seperti yang secara konsisten diserukan oleh kaum muda."

ULMWP dewasa ini dipandang sebagai organisasi yang mewadahi berbagai elemen masyarakat Papua yang dahulu tergabung dalam berbagai kelompok atau front, termasuk Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Pada 5-7 Juli 2011, LIPI dan JDP mengadakan Konferensi Perdamaian Tanah Papua di Auditorium Universitas Cendrawasih di Jayapura yang dihadiri oleh perwakilan daerah, Pemerintah Pusat, perwakilan adat dan akademisi. Konferensi itu menghasilkan 17 kriteria juru runding mewakili kedua belah pihak (Jakarta dan Papua) jika dialog terwujud.

Berdasarkan kriteria tersebut, diusulkan lima juru runding dialog. Uniknya, kesemuanya nama-nama tersebut merupakan tokoh diaspora Papua di sejumlah negara yang saat ini sudah bergabung dalam ULMWP. Mereka adalah Rex Rmakiek di Australia, John Ondowame di Vanuatu, Leoni Tanggahma di Belanda, Octovianus Mote di AS dan Benny Wenda di Inggris.

Pembacaan deklarasi Konferensi Perdamaian Papua yang berisi nama kelima juru runding tersebut di akhir konferensi -- yang tidak ada dalam agenda -- di kemudian hari mendapat kritik keras dari Pemerintah Pusat. Tetapi hal itu juga menggambarkan bahwa tokoh-tokoh yang dianggap merepresentasikan rakyat Papua telah bergabung di bawah ULMWP. 

Munculnya nama tokoh-tokoh tersebut tampaknya mendatangkan kekhawatiran di pihak Jakarta. Agenda dialog pun akhirnya kandas.

Dalam studi LIPI, aktor lainnya, yang  dipandang merupakan representasi rakyat Papua tetapi belum diperhitungkan dalam kajian mereka sebelumnya adalah JDP. JDP dianggap sebagai representasi kelompok tengah rakyat Papua, di antara yang pro NKRI dan pro Papua Merdeka.

"Apabila mengikuti skema pemetaan aktor Papua Road Map, maka hanya aktor yang beradapada kelompok pro-Indonesia cenderung tidak mengalami perubahan, sementara kelompok tengah dan pro-Papua Merdeka mengalami penambahan aktor. Dinamika Papua dipengaruhi oleh munculnya tiga aktor baru, yakni JDP sebagai kelompok tengah, lalu  kaum muda Papua dan diaspora Papua yang saling bekerjasama mengusung agenda politik (referendum dan merdeka) sebagai kelompok pro-merdeka," demikian kajian LIPI.

JDP dibentuk pada 2010, di mana secara konsensus disepakati bahwa Muridan (sudah almarhum dan kala itu menjadi peneliti LIPI) sebagai koordinator JDP Jakarta, sementara Neles Tebay sebagai koordinator JDP Papua. JDP beranggotakan sejumlah relawan masyarakat sipil di Papua dan di luar Papua dari berbagai latar belakang, di antaranya dosen, peneliti, mahasiswa, LSM, organisasi keagamaan, organisasi berbasis etnis/suku/adat dan kelompok strategis lainnya, untuk bekerja sama secara sukarela menghubungkan berbagai pihak yang bertikai dan mempersiapkan dialog Jakarta-Papua.

Menurut data terakhir, sudah ada sekitar 60 fasilitator, baik itu dari Papua dan/atau non- Papua yang mewakili berbagai pihak di masyarakat (30 persen adalah wanita). Selain itu JDP juga memiliki koordinator daerah di berbagai kabupaten/kota di mana JDP telah menyelenggarakankonsultasi publik.

Neles Tebay Mengakui ULMWP

Pater Neles Tebay sendiri dalam sejumlah tulisannya secara berterus terang mengharapkan pemerintah membuka diri untuk berdialog dengan ULMWP. Dalam sebuah tulisan yang ia siapkan untuk satuharapan, berujdul Gebuk atau Dialog Papua?, Juni lalu, ia menegaskan dukungannya terhadap dibukanya pintu dialog dengan ULMWP.

Dalam tulisan itu Tebay mengatakan sebagai berikut:

"Pemerintah lebih mudah melakukan dialog dengan orang Papua yang melakukan perlawanan karena sejak  Desember 2014, kelompok-kelompok perlawanan Papua sudah bersatu dalam wadah ULMWP.  ULMWP mendapatkan dukungan dan kepercayaan dari orang Papua  di Tanah Papua, TPN yang bergerilya di hutan, dan orang-orang Papua di di luar negeri.

ULMWP juga sudah diakui secara internasional sebagai representasi kelompok-kelompok perlawanan Papua. Pengakuan ini nampak ketika ULMWP diterima secara resmi sebagai pengamat pada kelompok negara-negara Melanesia yang berhimpun dalam  Melanesian Spearhead Group (MSG). Dengan demikian, ULMWP merupakan representasi kelompok-kelompok perlawanan Papua dalam dialog dengan  Pemerintah.

Pemerintah kini perlu mengambil langkah konkret untuk melakukan dialog dengan ULMWP."

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home