Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben E. Siadari 20:27 WIB | Minggu, 29 November 2015

Besok IMF Diperkirakan Setujui Yuan Jadi Cadangan Devisa Dunia

Ilustrasi: logo IMF (Foto: istimewa)

BRUSSELS, SATUHARAPAN.COM - Dana Moneter Internasional (IMF) akan menggelar sidang besok (30/11) untuk mengambil keputusan apakah mata uang Tiongkok, yuan, disetujui untuk bisa masuk dalam keranjang special drawing rights (SDR).

SDR adalah mata uang internasional yang diciptakan IMF untuk menjadi komponen cadangan devisa dunia. Isi keranjang SDR adalah mata uang negara besar dengan memiliki bobot tertentu. Sejak lama Tiongkok telah berjuang agar  mata uangnya setara dengan dolar Amerika Serikat (AS), euro, poundsterling dan yen yang telah masuk dalam keranjang SDR.

Jika dalam sidang besok, IMF, sebagaimana dilaporkan oleh,  abc,net.au, menyetujui menyertakan yuan dalam keranjang mata uang cadangan dunia, itu merupakan kemenangan diplomatik signifikan bagi Beijing.

 Sampai saat ini, yuan masih dianggap terlalu dikontrol ketat oleh pemerintah Tiongkok. Jika pun IMF menyetujui dalam sidangnya besok, keputusan itu diperkirakan belum berlaku sebelum 30 September tahun depan.

 Dewan eksekutif IMF dijadwalkan bertemu pada hari Senin untuk memutuskan rekomendasi staf ahli sebelumnya pada bulan November,  untuk menyertakan yuan --yang juga dikenal sebagai renminbi -- dalam keranjang SDR, di samping dolar AS, euro, yen dan poundsterling.

Meskipun bukan mata uang yang diperdagangkan secara bebas, SDR (special drawing right) penting sebagai aset cadangan internasional. Apalagi IMF dalam mengeluarkan pinjaman krisis - penting untuk membantu perekonomian yang menghadapi krisis seperti  Yunani - dihitung dalam satuan SDR.

Tahun lalu Tiongkok meminta agar yuan  ditambahkan ke kelompok mata uang cadangan dunia, tapi sampai saat ini mata uang itu dianggap terlalu dikontrol ketat untuk memenuhi syarat.

Ini merupakan kasus unik karena  dewan eksekutif, yang mewakili 188 negara anggota IMF, menentang rekomendasi dari ahlinya sendiri.

Direktur Pelaksana IMF, Christine Lagarde, mengatakan pada pertengahan November bahwa ia mendukung temuan para ahli 'bahwa yuan telah memenuhi persyaratan untuk menjadi mata uang  "yang dapat digunakan secara bebas," salah satu rintangan kunci untuk mendapatkan status SDR.

Jika diterima, keputusan IMF itu belum akan berlaku  sebelum 30 September 2016, untuk memungkinkan pengguna lebih memiliki banyak waktu untuk mempersiapkan diri.

Terakhir kali keranjang SDR dimodifikasi pada tahun 2000, ketika euro menggantikan Deutschemark Jerman dan franc Perancis.

Para pengamat  akan menyimak dengan seksama bagaimana suara dari AS, sebagai pemangku kepentingan IMF terbesar, menyikapi keputusan IMF besok.

Para pejabat AS telah lama menuduh Tiongkok menjaga yuan agar secara artifisial rendah, untuk mendapatkan keuntungan perdagangan, dengan membuat harga ekspor relatif lebih murah.

Departemen Keuangan AS, dalam sebuah laporan 19 Oktober, mengatakan bahwa yuan "masih tetap berada di bawah valuasi jangka menengah yang layak".

Paradoksnya, devaluasi tak terduga Tiongkok atas yuan Agustus lalu mendapat nilai baik dari IMF karena hal itu memperkuat pergerakan mata uang tersebut melalui kekuatan pasar dan membuka pintu untuk revaluasi masa depan.

Beijing pada Rabu mengumumkan kelompok bank sentral asing tertentu telah diizinkan untuk memasuki pasar mata uang Tiongkok, yang kemungkinan akan mempromosikan internasionalisasi lebih lanjut dari yuan dalam perdagangan global.

Perusahaan pemeringkat, Fitch Ratings mengatakan tidak yakin masuknya yuan dalam keranjang IMF "akan menyebabkan pergeseran materi dalam permintaan untuk aset renminbi global dalam jangka pendek".

Namun, kata pernyataan Fitch Ratings, dari waktu ke waktu munculnya yuan sebagai mata uang cadangan global dapat mendukung peringkat kredit Tiongkok.

Selain suara mendukung, muncul juga kritik terhadap langkah IMF yang ingin meratifikasi yuan sebagai komponen SDR. Anggota parlemen di kongres AS beberapa kali mengkhawatirkan kehadiran yuan.

Kongres, misalnya, telah berulang kali menolak meratifikasi reformasi IMF yang memberikan kekuatan lebih besar kepada negara-negara sedang berkembang -- yang disebut BRICS -- yaitu Brasil, Rusia, India, Tiongkok dan Afrika Selatan.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home