Loading...
BUDAYA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 18:31 WIB | Minggu, 23 Juni 2019

Black Finit Rilis Ulang Album “Digiyo Digiye” pada Hari Musik Sedunia

Black Finit Rilis Ulang Album “Digiyo Digiye” pada Hari Musik Sedunia
Ilustrasi poster rilis ulang album Black Finit berjudul Digiyo Digiye. (Foto-foto: DoggyHouse Records)
Black Finit Rilis Ulang Album “Digiyo Digiye” pada Hari Musik Sedunia
Albert Gerson “Black Finit” (memegang mikrofon) bersama pengamat musik Iwan Pribadi saat peluncuran karya video musik berjudul ‘Bukan Puisi’ di Liquid Bar & Kitchen Yogyakarta, Kamis (21/3).

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Setelah merilis video musiknya di kanal youtube Maret lalu, musisi Albert Gerson merilis ulang album berjudul Digiyo Digiye. Album tersebut merupakan album perdana Gerson yang pernah dirilis pada tahun 2015 dalam format cakram padat dan terjual habis.

Musisi kelahiran Maumere-Flores ini pindah ke Yogyakarta pada tahun 2002 dan memulai proyek solo bergenre reggae dengan nama Black Finit pada 2010. Setelah merilis beberapa single, jingle radio serta 1 EP Kiri Kanan dan album penuh Digiyo Digiye, pada tahun 2017 Gerson berkolaborasi dengan produser Grayce Soba (Soba Studio) untuk merekam beberapa lagu bergenre EDM (electronic dance music) dimana Gerson memainkan gitar serta bernyanyi.

Saat menyiapkan album baru bertajuk Tana, Black Finit memutuskan masuk ke manajemen DoggyHouse Records, sekaligus merekam sebuah single berjudul Bukan Puisi. Komposisi yang diciptakan oleh seniman fotografi kontemporer, Angki Purbandono ini, menjadi sebuah pengalaman baru bagi Gerson dalam hal menyanyikan lagu karya orang lain serta bekerja dengan tim produksi yang profesional.

Untuk keperluan itu, Gerson dengan rela merombak image-nya menjadi lebih berkelas dengan bantuan stylist Itta “Mixxit” S Mulia. Tak ketinggalan Agan Harahap pun turut memoles Gerson melalui sentuhan tangan dingin karya fotografinya yang digunakan sebagai artwork single tersebut.

Lirik Bukan Puisi menceritakan tentang seseorang yang mensyukuri kehidupan dengan segala keindahan alam semesta dan segala keberagaman manusianya. Sebagai manusia yang mempunyai banyak teman, yang saling menghormati karena saling menjunjung tinggi toleransi walaupun mempunyai pandangan hidup yang berbeda. Agama, suku, ras bahkan pilihan politik yang berbeda seharusnya bukan menjadi halangan untuk tetap menjaga nyala api toleransi terhadap keberagaman di Indonesia saat ini. Karya video musik tersebut bisa diakses pada kanal https://www.youtube.com/doggyhouserecords.

Pada album Digiyo Digiye yang berisi sebelas lagu dengan sebagian besar berbahasa Indonesia, dirilis ulang oleh DoggyHouse Records dalam format digital. Saat ini Black Finit masih berkutat di studio untuk proses mixing mastering album terbarunya, Tana.

Digiyo Digiye merupakan istilah yang dibikin sendiri oleh Gerson yang ternyata memiliki kemiripan dengan istilah yang ada di Papua. Digiyo Digiye sendiri diartikan Gerson sebagai sebuah istilah melakukan gerilya keluar masuk di dalam hutan.

Dalam balutan reggae dengan dentuman bass yang kuat, Digiyo Digiye banyak bercerita tentang curahan isi kepala  pria kelahiran Maumere ini selama meniti kehidupan di Yogyakarta. Mulai dari Di Jogja tentang hangat senyum kota Gudeg yang damai, cinta yang mengalir tulus apa adanya di Mari Bercinta, sampai lirik “maling – maling sesama maling, perut – perut buncit saling tusuk” pada lagu Mohon Ampunan.

Album Black Finit  Digiyo Digiye bisa dinikmati melalui kanal digital seperti  iTunes, Spotify, Deezer dan kanal lain, dirilis pada 21 Juni 2019 bertepatan dengan Hari Musik Sedunia (World Music Day).

Album Digiyo Digiye rencananya akan diluncurkan pula dalam bentuk cakram padat terbatas (limited CD) dengan tambahan dua lagu yang dirilis DoggyHouse Records yaitu Bukan Puisi dan Damai Natal (featuring Orkes Kampoeng Wangak).

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home