Loading...
SAINS
Penulis: Melki Pangaribuan 13:16 WIB | Jumat, 17 Maret 2017

BNPB: Kerugian Bencana Alam di RI Capai Rp 30 Triliun

Pengelolaan data bencana dalam mewujudkan peningkatan penanggulangan bencana.
Ilustrasi. Longsor yang terjadi di Kampung Jati Radio, Desa Cililin, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat pada Jumat (10/3/2017) pukul 20.36 WIB. (Foto: Dok. BNPB)

SEMARANG, SATUHARAPAN.COM - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan bencana merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

“Lebih dari 90 persen bencana yang terjadi merupakan bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor dan puting beliung,” kata Sutopo, hari Selasa (14/3).

Menurutnya, pada saat musim penghujan maka ancaman bencana ini akan meningkat, namun jika musim kemarau maka kekeringan dan kebakaran lahan dan hutan akan meningkat intensitasnya. Perubahan iklim sekarang ini berpotensi untuk meningkatkan terjadinya bencana di berbagai wilayah penjuru dunia.

Kantor Bank Dunia memaparkan bahwa tiap tahunnya dunia mengalami kerugian 520 miliar dolar AS (sekitar Rp 6.916 triliun) akibat bencana alam. Masyarakat paling miskin menjadi yang paling menderita.

Setiap kehilangan 1 dolar ASS yang dialami mereka bernilai lebih besar pada kerugian aset karena hanya semakin menenggelamkan ke arah kemiskinan. Bencana alam merupakan motor penggerak terjadinya kemiskinan.

Dari riset Bank Dunia, untuk Indonesia, jika bisa menambah pendapatan ke kelompok miskin sebesar 10 persen, akan mampu menghindari kerugian kesejahteraan akibat bencana sampai 8,9 juta dolar AS per tahun.

“Data bencana merupakan bagian yang penting dalam menyiapkan mitigasi dan kesiapsiagaan agar bencana dan kemiskinan dapat diatasi secara bersamaan,” katanya.

Dalam mengentaskan kemiskinan negara berupaya terus menggelontorkan dana yang cukup besar. Tahun ini pemerintah Indonesia menggelontorkan anggaran Rp 124,5 triliun untuk penduduk miskin.

Pada sisi yang lain, bencana mampu menciptakan penduduk miskin baru terutama mereka yang berada di batas garis kemiskinan. Itu karena, bencana mampu menghilangkan harta benda dalam waktu seketika.

Kerugian ekonomi akibat bencana alam di Indonesia mencapai Rp 30 triliun per tahunnya. Menurut data terbaru, banjir dan tanah longsor di Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, diestimasi kerugian mencapai Rp 252,9 miliar.

Kerugian ini akan terus meningkat jika upaya mitigasi dan kesiapasiagaan bencana belum menjadi urusan prioritas bagi negara dan pemerintah daerah.

BNPB mencatat selama tahun 2017 hingga bulan ketiga, telah terjadi bencana sebanyak 793 kejadian yang menyebabkan 83 korban tewas, 210 luka-luka, 777.350 jiwa menderita & mengungsi.

Pada sisi yang lain, bencana juga menyebabkan kerusakan pada beberapa sektor masyarakat. Tercatat 8.373 rumah mengalami kerusakan, 104.143 terendam, 139 fasilitas pendidikan, 94 fasilitas peribadatan, dan 13 fasilitas kesehatan selama tahun 2017 ini.

Peran Penting Data Bencana

Data bencana memiliki peran yang penting baik dalam pra, saat maupun setelah terjadi bencana. Data historis bencana menjadi rujukan dalam penentuan kebijakan, mitigasi, kesiapsiagaan dan penelitian demi mengantisipasi bencana yang akan terjadi di masa yang akan datang.

Pada saat darurat, data memegang kunci dalam peranan penanggulangan, jumlah korban, pengungsi dan kerusakan berguna bagi pengambil keputusan. Di saat pasca bencana, data bencana digunakan dalam penentuan berapa jumlah kebutuhan yang diperlukan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi.

Data bencana menciptakan peluang dalam segala hal. Satu data bencana memang tidak berbicara sesuatu, namun series dan komparasi data akan memberikan informasi cukup akurat.

Pelaku bencana sudah saatnya sadar bahwa data bencana merupakan kunci dalam penanggulangan. Pengelolaan data bencana yang akurat dan baik, tentu menjadi bagian dalam peningkatan kapasitas pelaku bencana.

“Data laporan bencana menjadi toal ukur keberhasilan BPBD Kabupaten/Kota dalam menangani bencana” kata Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Jawa Tengah, Sarwa Pramana.

Lebih lanjut Sarwa menjelaskan, pada penetapan siaga darurat di tahun 2017 ini, beliau langsung melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke seluruh pusdalops Kabupaten/Kota guna mengecek kesiapan dalam hal bencana.

“Tahun 2015 total kejadian bencana yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah mencapai 1.573 kali dan mengalami peningkatan signifikan di tahun 2016 yang mencapai 2.112 kali,” katanya.

Sutopo mengatakan, pengelolaan data bencana sumber untuk mencapai keberhasilan penanggulangan bencana.

“Siapa yang menguasai data, maka dia mampu menguasai dunia,” kata Sutopo.

Bencana menjadi isu yang hangat akhir-akhir ini, jumlah korban dan kerusakan serta kerugian menjadi perbincangan hangat yang hampir setiap hari menghiasi media massa. Bencana yang terjadi harus mampu ditangkap oleh pelaku penanggulangan bencana dalam bentuk data, selanjutnya diolah menjadi informasi dan disebarkan kepada masyarakat.

Pola penanggulangan bencana yang bergeser ke arah mitigasi dan kesiapsiagaan, membutuhkan suatu kesimpulan yang mampu disajikan dengan data bencana yang akurat. Pemilihan kebijakan penanggulangan bencana, mudah dilakukan jika berdasarkan bencana yang telah terjadi.

“Mitigasi dan kesiapsiagaan yang tepat akan mampu menjauhkan bencana dari masyarakat dan menjauhkan masyarakat dari bencana,” kata Sutopo. (PR)

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home