Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 09:17 WIB | Rabu, 27 Juli 2016

BPPT: Diversifikasi Pangan Harus Jadi Kebijakan Nasional

BPPT mengembangkan beras tiruan atau beras analog, yang dibuat dari bahan baku lokal. (Foto: br-online.co)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Indonesia, menjadi negara dengan konsumsi beras terbesar di dunia, karenanya diversifikasi pangan harus menjadi kebijakan nasional yang diperkuat dengan instruksi presiden (inpres),” kata Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

"Jadi yang diperlukan itu mengubah pola pangan dan budaya, sehingga kebiasaan harus dapat diubah secara masif.

Bila perlu dengan instruksi presiden karena yang diperlukan adalah kampanye secara masif dari atas," kata Unggul Priyanto pada peluncuran "Outlook Pangan" BPPT 2016, di Jakarta, Rabu (27/7).

Ia kembali mengatakan, persoalan diversifikasi bukan soal bisa atau tidak bisa saja, tapi juga masalah budaya yang perlu diubah, dan yang harus diubah adalah ketergantungan pada beras.

Konsumsi beras Indonesia, menurut dia, bisa sampai 124 kilogram (kg) per kapita per tahun.

Kondisi itu, menurutnya lagi, harus diubah. Begitu pula pola konsumsi daging sapi yang perlu diubah ke kambing atau ikan.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa kebiasaan makan di Indonesia memang berbeda dengan negara lain yang lebih mengutamakan kesehatan. Sedangkan di Indonesia masih pada tahap mengisi perut hingga kenyang.

Hal lain menurut dia, perlu dilakukan agar diversifikasi berjalan baik adalah inovasi pangan yang menghasilkan menu-menu sehat dari bahan pokok alternatif beras.

Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi Eniya Listiani Dewi mengatakan, bahwa diversifikasi pangan dari karbohidrat ini tercantum dalam "Outlook Pangan" 2016 yang dikeluarkan BPPT.

"Konsumsi beras per kapita per tahun Indonesia tertinggi, bahkan mencapai 139 kilogram. Angka ini jauh bila dibandingkan dengan Jepang dan Korea, yang berada pada kisaran 40 hingga 70 kg per kapita per tahun," kata dia lagi.

Diversifikasi pangan lokal harus diperkuat di daerah, dan kebijakan daerah yang mendukung hal itu terjadi sangat diperlukan selain kebijakan secara nasional.

Guna mendukung pelaksanaannya, katanya pula, maka pengembangan teknologi pangan sangat dibutuhkan.

BPPT, ia mengatakan lagi, telah menciptakan beras analog akan terus mendorong pengembangan teknologi dan inovasi pangan yang bertujuan untuk mempercepat diversifikasi pangan. Beras ini berasal dari jagung, ubi kayu, dan atau sagu sehingga dijamin aman bahkan mempunyai manfaat kesehatan seperti indeks glikemik rendah. (Ant)

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home