Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 10:23 WIB | Kamis, 25 Agustus 2016

BRG Uji Sensor Air Gambut Sumatera-Kalimantan

Ilustrasi: CEO Head Director Midori Engineering Laboratory Co Ltd Yukihisa Shigenaga menunjukkan model alat ukur "real time" Sensory Data Transmission Service Assisted by Midori Engineering (Sesame) yang mampu melaporkan kondisi level air, curah hujan, hingga temperatur udara di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Senin (21/10/2013). (Foto: Antara/Virna Puspa Setyorini.)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead mengatakan uji coba teknologi Sensory Data Transmission Service Assisted (Sesame) untuk mendeteksi level air di lahan gambut guna mencegah kebakaran sedang dilakukan di beberapa lokasi di Sumatera dan Kalimantan.

"Sudah ada tujuh alat sensor yang dipasang di lahan gambut di Sumatera dan Kalimantan, yang hasilnya sudah bisa dipantau setiap hari," kata Nazir kepada Antara di Jakarta, Rabu (24/8).

Informasi tentang tinggi air di lahan gambut yang diperoleh dari sensor-sensor tersebut, menurut dia, sudah dapat diterima melalui server yang dibangun dan dioperasikan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Puspiptek, Serpong.

"Server sudah dibangun, sudah beroperasi, sekarang sedang diuji coba. Sementara ini BRG belum bisa secara langsung melihat data yang terpantau dari sensor tersebut, masih harus nebeng BPPT," kata Nazir.

Meski demikian, ia mengatakan BRG tetap bisa memperoleh update informasi level air di lahan gambut tersebut, melalui link website yang sedang dikembangkan BPPT.

Nazir memperlihatkan informasi berupa grafik pencatatan Sesame untuk level air di lahan gambut di daerah Tanjung Leban, Bengkalis, Riau, periode 22 Mei hingga 7 Agustus 2016. Dari grafik terlihat ground water level di lahan gambut tersebut sempat menyentuh level di bawah 80 cm pada 22 Mei 2016.

Namun, dengan curah hujan yang mencapai hingga 30 milimeter (mm) per jam di hari-hari berikutnya membuat ground water level di lahan gambut tersebut kembali meningkat menjadi di kisaran level di bawah 20 hingga 40 cm.

"Ya, ini contoh yang aman, muka air gambutnya belum menyentuh level di bawah 40 cm, yang artinya masih cukup lembab dan tidak mudah terbakar sekalipun ada api lompat dari seberang," kata Nazir.

Teknologi Sesame

Sebelumnya, ahli gambut Hokkaido Institute of Hydro Climate, Hidenori Takahashi, mengatakan manajemen air dan teknologi sensor Sesame menjadi kombinasi yang dapat dimanfaatkan untuk pencegahan keringnya lahan gambut sehingga mudah terbakar.

Ketinggian level air di lahan ini, menurut dia, menjadi kunci dari formasi gambut yang di dalamnya menyimpan karbon, air, dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Meski demikian dampak dari aktivitas manusia dan perubahan iklim, yakni kekeringan dan api serta El Nino dan La Nina, menjadi ancaman terbesar kelangsungan ekosistem gambut tersebut.

Penelitian dan pengembangan teknologi sensor Sesame telah dilakukan sejak 1993, untuk memonitor ground water level di lahan gambut Sebangau, Kalimantan Tengah. Hasilnya, sudah mampu memberi informasi berupa grafik pencatatan teknologi tersebut menunjukkan level air gambut berada di bawah 50 cm, bahkan pernah di bawah 100 cm pada periode 1994, 1997, 2002, 2004, 2006, 2009, dan 2015.

Saat ini, BPPT dan Midori Engineering Co Ltd mengembangkan teknologi sensor ini untuk sistem peringatan kebakaran dan banjir di lahan gambut, salah satunya ditempatkan di lahan gambut Tanjung Leban, Bengkalis, Riau.

Data yang terkumpul oleh sensor pemantau level air gambut, sensor meteorologi untuk mengetahui curah hujan, dan fluktuasi karbon dikirimkan melalui jaringan telekomunikasi atau internet dengan memanfaatkan Access Point Name (APN) ke server yang kemudian dilanjutkan lagi dengan internet ke perangkat lunak pengguna informasi.

Dengan cara ini informasi kondisi level air gambut dapat diperoleh bahkan secara real time jika jaringan internet baik di lokasi sensor ditempatkan. (Ant)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home