Loading...
INDONESIA
Penulis: Bayu Probo 10:40 WIB | Selasa, 10 September 2013

Buku Baru: Bioterorisme, Akar Skandal Impor Daging di Indonesia

Bioterorisme: Skandal Impor Daging Indonesia karya dr. drh. Mangku Sitepoe. (Foto: Bayu Probo)

SATUHARAPAN.COM – Skandal impor daging sapi yang akhir-akhir ini mencuat karena beberapa petinggi partai harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.  Mereka diduga menerima suap agar mengatur kuota impor daging  sapi. Namun, ternyata kasus hanyalah ujung dari masalah yang lebih besar, yaitu penyingkiran peran Otoritas Veteriner dari Kementerian Pertanian.

Buku karangan anggota persatuan dokter hewan Indonesia (PDHI), Mangku Sitepoe, mengungkap akar masalah kekisruhan impor daging sapi ini. Menurutnya, sebelum 2005, impor dan ekspor hewan maupun produknya di bawah tanggung jawab Otoritas Veteriner melalui Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. Direktur Jenderal (Dirjen)  dijabat dokter hewan pada Kementerian Pertanian.

Sebab, impor atau ekspor hewan dan produknya harus mendapat health certificate yang ditetapkan, dikeluarkan, dan ditandatangani Otoritas Veteriner yang juga harus seorang dokter hewan. Dirjen Peternakan dalam hal ini hanya mengeluarkan surat persetujuan pemasukan (SPP) hewan dan produknya. Dalam SPP sudah termasuk health certificate dan jumlah yang diimpor.

Setelah 2005, Otoritas Veteriner ada di tangan menteri pertanian. Akibatnya otoritas di tangan tim khusus tersebut hilang. Selain itu, dibentuk lembaga baru: Pusat Perizinan Pertanian (PPP). PPP ini bertugas memproses semua perizinan di bidang pertanian. Termasuk impor dan ekspor.

Yang membuat masalah menjadi besar adalah tidak ada klasifikasi terhadap daging impor. Padahal ada tiga jenis daging dengan konsumsi berbeda. Yaitu, edible meat, daging yang layak dimakan manusia. Lalu, offal meat, yakni jeroan. Jeroan di negara asal impor tidak dikonsumsi manusia. Off meat pakan hewan, terdiri dari bentuk pelet dan tepung. Kategori terakhir adalah hewan hidup sebagai bibit dan bakalan.

Sejak 2005, daging yang masuk ke Indonesia, jeroan tidak dibedakan antara sebagai pangan atau dikonsumsi manusia dan pakan hewan. Semua dokumen ditulis “don’t use for human consumption”. Namun, kenyataannya di Indonesia jeroan diklasifikasikan sebagai konsumsi manusia.

Akibat dua hal ini: dihapusnya Otoritas Veteriner dan tidak jelasnya klasifikasi jenis daging impor, timbul skandal impor daging. Dan, persoalan menjadi makin parah saat Menteri Pertanian mengeluarkan peraturan kuota impor daging sapi.

Hal-hal berbahaya dari skandal ini adalah akibat tidak ada otoritas berwenang yang memiliki kualifikasi dokter hewan, kita tidak bisa memastikan kelayakan daging yang masuk dari sisi kesehatan. Apalagi, banyak negara asal impor yang ternaknya menderita penyakit sapi gila. Sialnya, sumber penyakit banyak bercokol dalam jeroan. Bagian dari hewan yang disukai masyarakat Indonesia.

Buku sederhana ini memberi peringatan yang keras. Jika peringatan ini diabaikan, akibatnya fatal. Tidak hanya dalam lima tahun ke depan, tetapi juga bisa puluhan tahun. Sekarang, kasus penyuapan kuota impor sudah mulai disidangkan. Namun, akarnya belum diselesaikan.

Judul: Bioterorisme: Skandal Impor Daging Indonesia

Penulis: dr. drh. Mangku Sitepoe

Tebal: 102 halaman.

Penerbit: PT Pustaka Sinar Harapan


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home