Loading...
SAINS
Penulis: Kartika Virgianti 01:02 WIB | Rabu, 21 Agustus 2013

Bullying pada Masa Kecil Dapat Berdampak Pada Masa Bekerja

ilustrasi: indonesiarayanews.com

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Bullying (intimidasi atau penindasan terhadap yang lemah) bisa memiliki dampak berbahaya pada perkembangan masa kanak-kanak. Namun sebuah penelitian terakhir mengungkapkan pengaruh negatif bahkan bisa terbawa hingga dewasa pada saat si anak memasuki dunia kerja.

Namun demikian hal ini tergantung bagaimana kemampuan korban mengatasi trauma yang dialaminya. Banyak penelitian telah mendokumentasikan tingkat serangan kecemasan yang lebih tinggi dan kepanikan di antara korban bullying, dan pengalaman tersebut semakin terkait dengan kesehatan mental dan masalah perilaku di kemudian hari. Tampilan terbaru dari budaya bullying mengungkapkan dampaknya pada segala hal mulai dari urusan kerja sampai kepada hubungan sosial.

Penelitian terbaru itu diterbitkan dalam jurnal Psychological Science, dan dilakukan sebuah tim peneliti dari University of Warwick dan Pusat Kedokteran Duke University. Tim peneliti mempelajari 1.420 anak-anak antara usia sembilan sampai 16 tahun yang dilaporkan menjadi korban bullying, bertindak sebagai pem-bully, atau keduanya (korban bully yang menjadi pem-bully).

Mereka juga meneliti anak-anak yang tidak terlibat dalam bullying sebagai kelompok kontrol. Para siswa ditanyai empat sampai enam kali selama studi ketika mereka berusia antara 24 sampai 26 tahun. Mereka dievaluasi pada tingkat kejiwaan tertentu, apakah mereka terlibat dalam perilaku berisiko atau melanggar aturan, kesejahteraan mereka, dan status hubungan sosial mereka.

Bully Masa Kanak-kanak, Masalah  Pada Masa Dewasa

Peneliti menemukan bahwa orang yang ditindas dua kali lebih mungkin mengalami kesulitan mempertahankan pekerjaan dan juga kesulitan menjaga hubungan sosial yang bermakna, dibanding mereka yang tidak mengalami bullying.

Partisipan yang pernah di-bully juga dilaporkan mengalami kesulitan menjaga persahabatan jangka panjang dan hubungan baik dengan orangtua mereka. Kelompok yang mengaku memiliki masalah dengan pekerjaan dan hubungan sosial adalah korban bully.

Penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa mereka yang ditindas saat kanak-kanak dapat menjadi pem-bully diri sendiri, yang merupakan bawaan psikologis bullying meliputi kurangnya kontrol emosional atau mekanisme coping (mengatasi) yang sehat yang dapat meneruskan perilaku berbahaya. Korban bully memiliki penyakit serius tingkat tertinggi dan perilaku tidak sehat seperti merokok.

Hubungan Antara Bullying dan Depresi

“Kuatnya rasa sakit emosional akibat intimidasi, dan fakta bahwa betapa sakitnya mereka diremehkan orang lain menciptakan pengalaman yang sangat traumatis yang bisa meninggalkan luka emosional yang signifikan,” kata psikolog Guy Winch, penulis “P3K Emosional: Strategi Penerapan untuk Mengobati Kegagalan, Penolakan, Rasa Bersalah, dan masalah psikologis sehari-hari lainnya.

Kerusakan emosional memiliki konsekuensi yang menyakitkan, beberapa penelitian mengenai otak telah menunjukkan bahwa rasa penolakan yang disebabkan oleh bullying mengaktifkan jalur yang sama di otak yang terkait dengan rasa sakit pada tubuh.

Bagaimana Jika Anak Saya Dibully?

Menurut para ahli, akibat efek berkepanjangan dari bullying, maka penting untuk tidak hanya mencegah tetapi membantu korban untuk mengembangkan mekanisme coping yang tepat.

Hubungan orangtua dengan anak-anak di rumah misalnya, dapat menjadi sangat penting untuk meminimalkan akibat bullying berkepanjangan yang dialami, dan menangani kasus bullying sejak dini juga dapat membatasi kerusakan psikologis yang mendalam.

Menurut Winch, menangani empat potensi bahaya bullying dapat membantu korban dalam mengatasi pengalaman dan menahan efek negatifnya, antara lain:

  • Temukan cara untuk menghidupkan kembali harga diri mereka dan tidak mengingat kembali terhadap rasa malu dan membenci diri sendiri.
  • Menyembuhkan dari rasa sakit emosional yang berat.
  • Mengelola lonjakan kemarahan dan agresi yang mereka rasakan, yang dapat diarahkan tidak hanya untuk orang lain tetapi juga untuk diri mereka sendiri.
  • Kembalikan rasa memiliki untuk memperkuat perasaan diterima, dihargai, dan dicintai.

“Beberapa orang lebih tabah dan cenderung untuk melakukan beberapa penyembuhan dan hal-hal kuratif secara alami. Mereka mungkin mencari teman dekat dan mendapatkan dukungan emosional dari teman dekat tersebut, dan dengan demikian mengingatkan diri sendiri bahwa mereka diterima dan dihargai,” kata Winch.

Bagaimanapun juga bagi yang lainnya, strategi tersebut mungkin lebih sulit untuk digunakan, dan beberapa anak-anak secara naluriah dapat menarik dan mengisolasi diri sebagai cara untuk melindungi diri dari penolakan lebih lanjut. Maka dengan demikian, mereka meninggalkan luka psikologis mereka tanpa diobati dan meningkatkan perasaan terisolasi mereka.

Ini adalah kelompok kedua yang memungkinkan untuk mengembangkan masalah psikologis secara berkepanjangan.” jelas Winch.

Dalam hal mengatasi efek bullying, waktu yang tepat (timing) sangatlah penting, kata Winch. Seperti trauma psikologis lain, pemulihan lebih efektif jika penyembuhannya dimulai segera setelah pengalaman yang dapat merusak tersebut dialami, sebelum dampak negatif dan berbahaya dapat mengambil alih kehidupan mereka.

Sementara korban bullying masih bisa sembuh dari trauma ini di kemudian hari. Jalan menuju pemulihan jauh lebih sulit daripada menemukan cara-cara coping sehat setelah mengalami bullying. (healthland.time.com)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home