Loading...
OPINI
Penulis: Cordelia Gunawan 18:14 WIB | Rabu, 23 Mei 2018

Cinta Kasih Mengakhiri Terorisme

Cordelia Gunawan

SATUHARAPAN.COM - Terorisme …Kata itu mulai akrab di telinga kita, bangsa Indonesia, sejak beberapa tahun yang lampau. Terorisme berhubungan dengan bom bunuh diri, dan mau tidak mau berhubungan pula dengan agama tertentu. Tentu saja hal ini memberi warna yang negatif dalam relasi antar umatberagama di Indonesia. Tingkat kecurigaan menjadi semakin tinggi dan jika tidak dikendalikan malah menjadi sebuah pelabelan agama dan terus bertumbuh subur menjadi kebencian.

Beberapa tahun belakangan ini terorisme sudah mulai mereda, paling tidak, tidak lagi menelan korban di Indonesia. Namun, Minggu, 13 Mei 2018, sejak pagi hari, negeri kita dikagetkan oleh berita yang menyedihkan. Bom bunuh diri terjadi beruntun di tiga gereja di Surabaya, di GKI Diponegoro, Gereja Santa Maria Tak Bercela, Gereja Pantekosta Pusat Surabaya.

Kaget, Marah, Khawatir, Pilu. Semua bercampur jadi satu. Apalagi setelah itu mulai beredar berita-berita tentang korban. Hati terasa sedih dan marah.

Bom itu merengut dua anak yang turun bergandengan tangan untuk pergi ke gereja, Nathanael dan Evan (12 dan 8 tahun) sebagaimana dilansir oleh BBC News Indonesia, 16 Mei 2018. Martha Djumani yang berencana menikah September nanti, juga meninggal akibat bom bunuh diri itu, saat sedang bertugas sebagai penerima tamu di Gereja Pantekosta, sebagaimana dilansir IDN Times. Yesaya, satpam di GKI Diponegoro, menjadi salah satu korban bom bunuh diri.

Mendengar, membaca, dan melihat, rasanya saya yang bahkan tidak mengenal mereka ikut merasa sangat berduka dan juga merasa sangat marah. Sulit dimengerti mengapa bisa ada orang tega melakukan bom bunuh diri yang mengakibatkan korban berjatuhan. 

Berita-berita terus bergulir sampai akhirnya terungkaplah pelaku bom bunuh diri. Mulailah beredar berita kronologis peledakan bom tersebut, dan yang sangat mengagetkan dan lebih memilukan lagi, pelakunya adalah keluarga, terdiri atas ayah, ibu, dan empat orang anak mereka. Foto-foto beredar, dan hati yang tadinya dipenuhi kemarahan berganti menjadi prihatin, pilu, dan belas kasihan melihat ada orang tua membawa serta anak-anaknya menjadi pelaku bom bunuh diri. 

Keesokan hari, Senin, 14 Mei 2018, Jakarta pun bahkan terkena imbas merasakan suasana yang sedikit mencekam dengan berbagai berita bahwa bom pun ada di Jakarta dan lain sebagainya. Di tengah situasi itu, berita tentang keluarga korban juga mulai mewarnai media sosial. Ketabahan sang ibu melepas dua buah hatinya, sambil membisikkan ke telinga anak-anaknya, “Mama telah mengampuni pelaku bom, selamat jalan anak-anakku”, membuat siapa pun yang membacanya merinding.

 

Kekuatan Cinta Kasih

Ah, di tengah kehilangan, masih ada kekuatan cinta. Kekuatan cinta yang menurut saya mengakhiri terorisme yang terjadi 13 Mei 2018. Terorisme itu berakhir dengan siraman cinta seorang ibu. Terorisme itu luluh dengan sebuah pengampunan.

Video cuplikan acara Mata Najwa, 16 Mei 2018, menayangkan seorang ibu yang memeluk putrinya. Putrinya kehilangan Daniel. Daniel meninggal dunia setelah mengadang bom bunuh diri. Ibu itu memeluk putrinya yang menangis terisak-isak, menghibur, dan menguatkan anaknya. Dan, mereka tidak menyimpan dendam. Mereka memaafkan.

Sekali lagi terorisme berakhir dengan tangis pengampunan dan siraman cinta itu mengakhiri terorisme. Lalu kita menonton Mata Najwa, yang mengetengahkan anak-anak pelaku bom bunuh diri yang masih hidup, polisi yang menyelamatkan nyawa sang anak pelaku bom bunuh diri di Mapoltabes Surabaya, dan bagaimana polisi juga menjelaskan akan mencari keluarga untuk merawat anak-anak itu supaya mereka tidak terjerumus ke jalan yang tidak benar.

Ya, menonton tayangan itu menggiring kita sedih sekaligus gembira. Bangsa ini masih punya cinta. Apa pun agamanya, kasih dan cinta masih ada, dan masih melekat pada diri pemeluk agamanya.

Tidak bisa tidak, salah satu cara untuk mengakhiri terorisme, adalah cinta. Cinta dalam diri kita akan mampu mengakhiri terorisme. Melihat dengan cinta memampukan kita mau mengampuni. Melihat dengan cinta memampukan kita mampu melihat jernih dan tetap memberikan kesempatan. Jangan gentar untuk terus menebarkan cinta karena hanya cinta yang mampu mengakhiri terorisme.

Kami menolak terorisme. Kami mengakhiri terorisme, dan kami akhiri dengan cinta.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home