Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 20:51 WIB | Rabu, 01 Juli 2015

Dana Aspirasi DPR Bisa Beli 12 Hercules Tiap Tahun

Pesawat Hercules TNI AU jenis C-130. (Foto: Istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Usulan dana aspirasi sebesar Rp 11,2 triliun untuk 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyar (DPR) setiap tahun, ternyata bisa digunakan untuk membeli 12 Pesawat Hercules baru jenis C-130J.

Berdasarkan informasi dari wikipedia.org, Rabu (1/7), harga satu unit Pesawat Hercules baru jenis C-130J adalah 67,3 juta dolar Amerika Serikat (sekitar 898 miliar rupiah). C130J adalah jenis Pesawat Hercules yang diproduksi sejak tahun 1996 hingga sekarang, jenis pesawat ini pertama kali terbang pada 5 April 1996.

Mengapa pembeliaan Pesawat Hercules baru lebih penting dibanding Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau dana aspirasi? Karena UP2DP adalah program yang telah ditolak publik, tapi muncul kembali dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016. Bila UP2DP sampai lolos, maka sistem Pemerintahan Indonesia akan rancu, di mana sistem pemisahan atau pembagian kekuasaan menjadi kabur.

Imbasnya, kontrol dan keseimbangan (check and balances) dalam kekuasaan semakin tidak jelas, dengan kata lain, ada pembiaran sehingga demokrasi tidak berjalan.

Sementara, kejadian jatuhnya Pesawat Hercules Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) jenis C-130 dengan nomor registrasi A1310 di Jalan Jamin Ginting, Kelurahan Selayang, Kecamatan Medan Tuntungan, Sumatera Utara, hari Selasa (30/6), pukul 11.48 WIB, bukan untuk pertama kalinya.

Terlebih pesawat tersebut sudah mencapai usia 51 tahun, sejak dibeli dari Amerika Serikat pada tahun 1964.

Untuk Kesekian Kali

Menurut informasi yang dihimpun satuharapan.com, Rabu (1/7), tercatat dua pesawat jenis serupa pernah mengalami kejadian sama. Dua kejadian tersebut dikenang sebagai Tragedi Condet dan Tragedi Magetan.

Tanggal 5 Oktober 1991, setelah menyelesaikan tugas  pada acara Hari Ulang Tahun ABRI ke-46 di Parkir Timur, Senayan, Jakarta, empat peleton Korps Pasukan Khas terbang menumpang Hercules C-130 milik Skuadron 31 menuju barak mereka di Bandung, Jawa barat.

Tak lama setelah lepas landas dari Lanud Halim Perdanakusuma, pesawat tersebut menukik tajam ke arah permukiman di daerah Condet. Pesawat yang dikemudikan Mayor Penerbang Syamsul Aminullah dan Kapten Penerbang Bambang Soegeng itu akhirnya menabrak gedung balai kerja latihan.

Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) saat itu, Marsekal Siboem Dipoatmodjo, menduga pesawat yang dikemudikan perwiranya jatuh akibat kerusakan mesin. Faktor alam dinihilkan sebagai penyebab kecelakaan karena cuaca bagus saat itu.

Tercatat sebanyak 133 prajurit TNI AU kehilangan nyawa akibat kejadian itu. Dua korban lainnya merupakan warga sipil yang tertimpa badan pesawat.

Delapan belas tahun berselang, Pesawat Hercules TNI AU jenis C-130 kembali jatuh. Terbang dari Lanud Halim Perdanakusuma, pesawat yang mengangkut 98 penumpang dan 14 kru itu jatuh ke area permukiman warga sebelum berhenti di atas sawah.

Lokasi kecelakaan berada sekitar 5,5 kilometer dari ujung landasan Lanud Iswahyudi, Magetan, Jawa Timur. Tercatat 98 orang yang berada di dalam pesawat meninggal, dan sedikitnya dua warga setempat juga kehilangan nyawa.

Persis dengan Tragedi Condet, cuaca di sekitar Lanud Iswahyudi berada dalam kondisi normal. Kerusakan mesin lagi-lagi diduga menjadi penyebab kecelakaan.

Sejarah Hercules C-130

Seperti dikutip dari Antara, Rabu (1/7), Indonesia tercatat sebagai negara pertama di luar Amerika Serikat yang mengoperasikan Pesawat Hercules jenis C-130. Latar belakangnya adalah Allan Pope, pilot swasta Amerika Serikat, yang ditembak jatuh dan ditangkap PRRI/Permesta pada 1958.

Dalam buku Hercules, Sang Penjelajah: Skuadron Udara 31 terbitan TNI AU, keberadaan Pesawat Hercules di Indonesia bermula dari kunjungan Presiden Soekarno kepada koleganya, Presiden Amerika Serikat John F Kennedy pada akhir 1959. Kennedy berterima kasih atas kesediaan Indonesia melepas Pope, pilot CIA berstatus sipil yang memperkuat AUREV-Permesta, yang ditembak jatuh Kapten Udara Penerbang Dewanto dalam pertempuran udara.

Ini juga merupakan satu-satunya "dog fight" bersenjata dan dimenangi oleh penerbang tempur TNI AU hingga kini.

Kennedy menawarkan "pengganti" Pope kepada Soekarno. Berdasarkan "keperluan" dari Panglima AU, Laksamana Madya Udara Suryadarma, AURI memerlukan pengganti pesawat transportasi de Havilland Canada DHC-4 Caribou.

Pilihan kemudian jatuh kepada Pesawat Hercules jenis C-130B, dalam kunjungan Soekarno ke pabriknya, Lockheed (belum bergabung dengan Martin).

Akhirnya, 10 unit Pesawat Hercules jenis C-130B bisa diterbangkan dengan proses melalui feri ke Tanah Air. Yang membanggakan, penerbangan-penerbangan itu dilakukan langsung oleh pilot dan awak AURI. Saat itu, delapan C-130B kargo dan dua C-130B tanker bisa dibawa ke Pelabuhan Udara Kemayoran, Jakarta.

"Itu menunjukkan bangsa Indonesia disegani dan memiliki posisi tawar yang kuat di mata Amerika Serikat," kata Mersekal Pertama TNI Teguh David, dalam buku itu.

Fakta menyatakan, pendaratan pertama Pesawat Hercules jenis C-130B ke Tanah Air dilakukan Mayor Udara Penerbang S Tjokroadiredjo, Letnan Muda Udara II A Cargua, Sersan Mayor Udara S Wijono, dan Kapten Udara Navigator The Hing Ho.

Selain itu, ada juga Sersan Mayor Udara M Smith, Kapten Udara Penerbang Pribadi, Letnan Muda Udara II Alex Telelepta, Sersan Mayor Udara Ali Nursjamsu, Letnan Muda Udara I Basjir, Letnan Muda Udara I Sukarno, Letnan Muda Udara I Arifin Sarodja, dan Kapten Muda Udara Sasmito Notokusumo.

Fakta selanjutnya, itulah pertama kalinya terjadi penerbangan feri terjauh untuk semua jenis pesawat terbang. C-130B AURI terbang sejauh 13.000 mil laut melintasi tiga samudra dari pabrikan ke negara operatornya. Itu juga merupakan penerbangan internasional pertama yang 100 persen diawaki personel aktif AURI dan belum pernah terjadi pada militer lain di dunia saat itu.

Fakta pada penerbangan 18 Maret 1960 itu menjadikan Indonesia sebagai operator terbanyak Hercules C-130 di belahan selatan dunia pada kemudian hari.

Saat itu, 10 unit C-130B dimasukkan ke dalam Skuadron Udara Angkut Berat AURI, mendampingi Skuadron Udara 2 berintikan C-47 Dakota/Skytrain.  C-130B juga menjadi pesawat multiengine perdana di Tanah Air yang berteknologi turboprop, suatu lompatan teknologi penting dan besar yang ternyata bisa cepat dikuasai putra-putra bangsa.

Saat ini, tercatat TNI AU mengoperasikan 28 Pesawat Hercules jenis C-130 dengan berbagai seri dan tahun pembuatan. Pesawat tersebut diserahkan ke Skadron 31 yang berada di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur dan Skadron 32 Pangkalan Udara Utama 32 Abdulrahman Saleh, Malang, Jawa Timur.  

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home