Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 16:17 WIB | Jumat, 14 Oktober 2016

Dari Mana Mulai Memberantas Pungli?

SATUHARAPAN.COM - Pemerintah akan memberantas tuntas pungutan liar (Pungli), dan dimulai dengan inspeksi mendadak (sidak) di Direktorat Perhubungan Laut. Ini adalah berita baik bagi rakyat yang telah muak dengan praktik pungli yang bagaikan penyakit kronis melemahkan kinerja bangsa ini.

Namun demikian, ini juga berita buruk bagi kalangan pejabat dan pegawai pemerintahan, termasuk anggota keluarga mereka, yang hidup mewah dari uang ilegal itu. Bahkan mungkin juga kalangan pebisnis hitam yang selama ini memanfaatkan praktik curang melalui suap-menyuap.

Masalahnya sekarang, apakah pemberantasan pungli oleh pemerintahan Joko Widodo ini akan berhasil? Bukankah sudah lama, bahkan sepanjang pemerintahan setelah Indonesia merdeka, upaya memberantas pungli dilakukan, dan ternyata gurita pungli makin subur dan kuat?

Niat Jokowi ini bisa mengalami nasib yang sama jika tidak dilakukan secara konsisten dan menyeluruh. Tidak ada artinya sidak memberantas pungli hanya untuk sock therapy atau gebragan sesaat, yang hanya akan membuat para pelaku pungli ini ‘’tiarap’’ sebentar.

Sebab, setelah itu, Pungli yang telah menjadi mentalitas di banyak birokrasi, akan muncul lagi, bahkan menjadi lebih kuat. Gebragan itu hanya menjadi antibiotik yang  tidak manjur, karena dosisnya tidak pas. Hasilnya, virus pungli bahkan makin kebal dan meluas.

Pungli dan Korupsi

Praktik pungli tidak bisa dianggap sepele, meskipun pungutan-pungutan yang mereka lakukan tidak sebesar praktik kejahatan luar biasa, korupsi. Namun karena luasnya praktik kejahatan ini, kerugian secara akumulatif juga sangat besar.  

Maka, kalaupun pungli tidak dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa seperti korupsi, ini adalah kejahatan yang serius. Karugian akibat pungli tidak terbatas pada masalah keuangan, tetapi juga kerusakan sistem, dan kinerja pemerintahan, khususnya menghambat pembangunan secara masif.

Kejahatan dalam Pungli dan korupsi memiliki watak yang sama. Bahkan pungli bisa dikatakan bentuk dan tingkatan ‘’junior’’ dari kejahatan korupsi. Kejahatan korupsi begitu meluas karena dilindungi oleh masifnya praktik pungli. Bahkan kasus korupsi di sebuah lembaga pemerintah yang penuh praktik pungli, menjadi sulit diberantas, bahkan dengan menempatkan pejabat baru sekalipun.

Keduanya masuk dalam kejahatan kerah putih dan dilakukan dalam jaringan yang kuat. Maka hampir tidak mungkin pungli di satu unit di pemerintahan tanpa diketahui oleh pimpinan unit itu. Ini gambaran bagaimana pungli telah masuk dalam sistem dan merusak sistem.

Tempat Praktik Pungli

Pemberantasan pungli harus fokus pada unit atau lembaga di mana kejahatan ini dilakukan. Pungli sangat berpeluang terjadi di lembaga pemerintahan, atau lembaga apa pun, yang terklait dengan penerbitan izin. Maka, politik birokrasi yang kelewat rajin menerapkan kewajiban adanya izin, adalah politik yang menyuburkan pungli.

Di mana warga diwajibkan mendapatkan izin untuk sesuatu hal, di situ sangat mungkin  terjadi praktik pungli. Hal ini bisa dicek pada lembaga yang terkait izin, misalnya, penerbitan surat izin mengemudi, izin mendirikan bangunan, izin usaha, izin menyelenggarakan kegiatan, izin penerbitan, izin penggunaan bangunan, izin trayek angkutan, izin investasi, izin menambang, atau izin yang lain.

Karena izin adalah syarat legal, maka setiap pihak berusaha mendapatkan izin. Izin yang dibuat rumit adalah pertanda nyata ke arah praktik pungli. Banyaknya pihak yang memegang otoritas atas keluarnya izin (sering disebut sebagai banyak meja) menandai banyaknya yang ingin dapat ‘’jatah’’ dalam praktik kejahatan ini.

Selain tempat keluarnya izin, pungli lazim terjadi di lembaga yang mengeluarkan dokumen yang dibutuhkan warga. Dokumen-dokumen itu juga menyangkut aspek legal, seperti kartu tanda penduduk, akte kelahiran, pasport, akte kepemilikan tanah dan bangunan, bukti tera, atau bukti pemeriksaan pada kendaraan, perawatan bangunan, dan dokumen lain.

Pungli juga potensial dan umum terjadi  pada lembaga atau unit yang terkait dengan proses seleksi. Hal ini misalnya terjadi pada proses seleksi calon pegawai negeri, seleksi dalam pendidikan kedinasan, seleksi mahasiswa di perguruan tinggi atau siwa di sekolah, atau seleksi dalam memilih orang untuk jabatan tertentu.

Tiga hal itu yang secara umum menjadi tempat subur tumbuhnya kejahatan pungli. Maka, jika pemberantasan dilakukan secara tuntas, semestinya sampai menargetkan semua lembaga yang terkait tiga hal tersebut.

Ubah Mentalitas Birokrasi

Pemerintah Jokowi memulia memberantas pungli dari Ditjen Perhubungan Laut, dan hal itu memperoleh apresiasi luas, karena banyak yang menyebut korupsi di sana sudah mengakar dalam. Namun untuk lebih strategis, sebaiknya memulai membersihkan pungli secara tuntas pada lembaga yang memegang otoritas dalam pemberantasan korupsi dan proses hukum bagi pelaku korupsi.

Pemberantasan pungli ini akan efektif ketika dimulai dari kepolisian negara, dan di kementerian dimulai dari jajaran inspektorat jenderal. Yang kedua ini sebenarnya unit yang bertugas untuk pengawasan internal, termasuk untuk mencegah pungli. Namun unit ini sering tidak berfungsi dengan baik.

Jika bisa dicapai birokrasi yang bersih di jajaran penegakan hukum dan pengawasan, ada harapan yang lebih besar untuk membersihkan birokrasi dari pungli.  Dan upaya ini sudah semestinya menjadi bagian penting dari revolusi mental yang dijanjika pemerintah Jokowi.

Pungli umumnya merupakan akibat dari lemahnya akuntabilitas pemerintahan. Pemerintahan yang berwatak melayani karena kekuasaan ditempatkan sebagai amanat dari warga, berkecenderungan bisa menekan pungli dan mendorong birokrasi untuk melayani warga.

Sebaliknya, pemerintahan yang berwatak penguasa akan mendorong birokrasi untuk melayani penguasa dan menjadikan warga sebagai ‘’kawula.’’ Dan memberantas korupsi secara tuntas harus sampai pada perubahan budaya dan karakter birokrasi dan pemerintahan. Dan rakyat menunggu aksi pemerintah Jokowi ini.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home