Loading...
HAM
Penulis: Melki Pangaribuan 14:57 WIB | Selasa, 29 November 2016

Deklarasi Dukung Papua Tentukan Nasib Sendiri Berisi 9 Poin

Juru Bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-West Papua), Surya Anta, memberikan penjelasan kepada wartawan seusai membacakan deklarasi. (Foto: Eben E. Siadari)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Lewat sebuah konferensi pers yang sederhana di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta, Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-West Papua) hari ini (29/11) mendeklarasikan dukungan bagi hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua, yang  mereka sebut sebagai bangsa West Papua.

Deklarasi itu dibacakan oleh Juru Bicara FRI-West Papua, Surya Anta, di depan sejumlah wartawan dan puluhan aktivis. Deklarasi ini unik, karena disuarakan oleh FRI-West Papua yang nota bene adalah aliansi sejumlah kelompok aktivis yang berlatar belakang bukan Papua. Mereka merasa solider dengan nasib rakyat Papua yang menurut mereka mengalami diskriminasi rasial di tanah Papua maupun di luar Papua selama beberapa dekade.

Juru Bicara FRI-West Papua, Surya Anta, saat membacakan deklarasi mendukung hak menentukan nasib sendiri bagi West Papua (Foto: Eben E. Siadari)

Deklarasi itu sendiri cukup panjang, berisi penjelasan tentang apa yang terjadi di Papua, antara lain kecurangan dan penipuan sejarah Papua, diskriminasi sosial, genosida perlahan, penangkapan, penyiksaan dan pemenjaraan rakyat Papua serta perampokan kekayaan alam.

Lalu disajikan juga penjelasan alasan perlunya hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua. Ditekankan bahwa West Papua adalah sebuah bangsa, yang terbentuk berdasarkan kesamaan bahasa, teritori, kehidupan ekonomi dan perubahan psikologi yang termanifestasikan dalam sebuah kebudayaan bersama.

Deklarasi diakhiri dengan permintaan kepada rakyat Indonesia, pemerintah Indonesia dan dunia internasional, yang menyerukan agar hak menentukan nasib sendiri diberikan kepada rakyat Papua.

"Adalah kemunafikan apabila kita atau pemerintah Indonesia bisa mendukung pembebasan Palestina tapi diam dan membiarkan penjajahan yang terjadi dalam bingkai teritori Indonesia. Oleh karena itu, tak ada lagi alasan menganggap West Papua sebagai bagian Indonesia baik dalam hukum internasional maupun secara politik," kata Surya membacakan deklarasi.

Selengkapnya sembilan permintaan dalam deklarasi tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama,  mendukung bangsa dan rakyat West Papua untuk menentukan nasib sendiri melalui mekanisme referendum. Dan kepesertaan referendum akan ditentukan oleh rakyat West Papua melalui representasi politiknya dalam United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

Kedua, mendukung keanggotaan ULMWP di Melanesia Spearhead Group (MSG), Pasific Island Forum dan  memperjuangkan keanggotaan ULMWP di PBB.

Ketiga, sebagai syarat yang tak terpisahkan bahwa militer organik dan non-organik di West Papua harus ditarik agar referendum di West Papua dapat berjalan secara damai, adil, dan tanpa tekanan.

Keempat, kebebasan informasi, berekspresi, berorganisasi dan berpendapat bagi Bangsa West Papua harus dibuka lebar dan dijamin.

Kelima, menolak intervensi imperialis dalam proses perjuangan demokratik West Papua.
    
Keenam, juga menyerukan kepada dunia internasional untuk membangun konsolidasi solidaritas perjuangan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa West Papua.
    
Ketujuh,  menganjurkan kepada rakyat Indonesia yang bermukim di tanah West Papua untuk mendukung perjuangan bangsa Papua dalam menentukan nasibnya sendiri.
    
Kedelapan, menolak politik rasial yang dilakukan oleh NKRI dan TNI/POLRI secara sistematis dan masif terhadap bangsa West Papua.

Kesembilan, pendidikan gratis, perluasan sekolah dan universitas, kesehatan gratis, transportasi murah dan massal, dsb.

Kelompok yang menamakan diri Front Penyelamat Indonesia (FPI) berunjuk rasa di depan kantor LBH menolak deklarasi (Foto: Eben E. Siadari)

Menurut Surya Anta, ada enam elemen gerakan sipil yang tergabung dalam FRI-West Papua. Mereka adalah Partai Pembebasan Rakyat, Pusat Perjuangan Rakyat Indonesia, PEMBEBASAN, Serikat Kebudayaan Masyarakat Indonesia, Lingkar Studi Sosialis, Perkumpulan Solidaritas Net. Sebagian besar anggotanya adalah aktivis-aktivis muda.

Mereka juga berencana melaksanakan aksi pada 1 Desember di Jakarta dan di beberapa kota di pulau Jawa.

Sementara itu pada saat yang sama, di depan gedung LBH Jakarta, berlangsung pula aksi unjuk rasa dari puluhan aktivis Front Penyelamat Indonesia (FPI). Mereka mengecam dan menolak deklarasi.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home