Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 10:02 WIB | Kamis, 12 Juli 2018

Demi Masuk Sekolah Negeri Favorit Banyak Orang Tiba-tiba Miskin

Ilustrasi. Blanko Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) atau surat keterangan miskin. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Peraturan baru Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mewajibkan SMA/SMK Negeri menerima setidaknya 20 persen siswa dari keluarga tak mampu, yang membuat lonjakan jumlah siswa yang mengaku miskin.

Namun, peraturan yang niatnya baik itu ternodai dengan banyaknya orang yang menjadi berpura-pura miskin, demi mendapatkan slot di SMA/SMK negeri tujuan.

Seorang warga Semarang, Jawa Tengah, Nining Wijayanti pun mengeluhkan bagaimana anaknya menjadi tersingkir akibat tindakan orang tua lain.

"Anak kami, sebenarnya kalau dilihat dari nilainya sih lumayan baiklah untuk bisa masuk negeri. Rata-ratanya di atas delapan. Untuk negeri di atas rata-rata, saya kira juga bisa masuk," kata Nining.

"Setelah kami pantau ternyata banyak sekali mereka menggunakan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu), untuk anaknya sedangkan dia mungkin bukan dari keluarga yang tidak mampu tapi dia pakai SKTM, bisa masuk sedangkan nilainya sendiri rendah. Jadi persaingannya tak bagus."

Para pengamat pendidikan sebenarnya melihat kewajiban itu baik, karena mendorong adanya kesetaraan pendidikan bagi semua siswa.

Selain itu, praktisi pendidikan Itje Chodidjah juga mengapresiasi kebijakan itu, dengan alasan akan membantu siswa menjadi lebih heterogen.

"Kalau siswa itu hanya dikelompokkan dengan anak-anak yang sama-sama mampunya, mereka tidak belajar, di luar sana mereka akan bergaul dengan macam-macam orang. Dengan heterogenitas, sebenarnya secara tidak langsung, anak membiasakan diri," kata  Itje, yang dilansir bbc.com.

Peraturan itu akhirnya membuat banyak orang yang tiba-tiba mengaku menjadi "miskin", agar dengan SKTM mereka dapat masuk ke kuota 20 persen tersebut.

Hal ini terbukti dengan adanya lonjakan jumlah pelamar sekolah yang menggunakan SKTM.

Sebuah media nasional misalnya melaporkan lonjakan di SMAN 2 Ungaran, dari 13 orang yang menggunakan SKTM tahun lalu menjadi 80 orang tahun ini.

Dan buktinya, hingga Rabu (11/7) Dinas Pendidikan Jawa Tengah menemukan dari hampir 150.000 dokumen SKTM yang dilampirkan, hampir 80.000 tak valid.

Bagaimana Langkah Pemerintah?

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, meminta sekolah dan dinas pendidikan setempat untuk "lebih cermat, melakukan verifikasi semua SKTM yang masuk di sekolah dan supaya diambil tindakan-tindakan tegas jika ada pelanggaran di lapangan."

Meski begitu, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMA 9 Semarang Rumisih mengatakan, tak bisa jika hanya pihak sekolah yang bekerja sendiri memverifikasi SKTM yang sebenarnya dikeluarkan oleh RT/RW.

"Saran dari kami untuk pemerintah ada batasan untuk nilai-nilai minimal untuk SKTM, yang pertama. Yang kedua, RT/RW ini hendaknya lebih bijaksana, tahu betul warganya siapa yang mau diberi SKTM. Jadi tidak semua orang diberi SKTM. Saya mikir kok SKTM seperti ini, diobral cuma-cuma," kata Rumisih.

Demikian pula yang dilakukan oleh Balai Pengendali Pendidikan Menengah dan Khusus (BP2MK) Wilayah V Banyumas memperketat verifikasi berkas siswa, yang berasal dari keluarga miskin itu, untuk mengantisipasi terjadinya kecurangan dalam PPDB 2018 tingkat SMA/SMK.

Kepala Seksi SMA/SLB BP2MK Wilayah V Banyumas Yuniarso K Adi mengakui, salah satu modus culas demi bersekolah negeri paling banyak dilakukan adalah pemalsuan SKTM. Dengan surat ini, calon siswa berada di kuota khusus untuk keluarga miskin yang tak perlu bersaing dengan siswa umum yang memakai sistem perangkingan nilai.

Sebab itu, BP2MK meminta agar seluruh SMA memverifikasi faktual, dengan memanggil orang tua dan siswa ke sekolah, atau mendatangi rumah calon siswa. Dalam verifikasi itu, orang tua dan siswa diperiksa, apakah benar-benar berkategori miskin sehingga layak menggunakan SKTM. Setelah itu, orang tua dan calon siswa menandatangani pakta integritas.

"Maka sekolah di Banyumas melakukan verifikasi ulang faktual. Ada yang diundang ke sekolah, ada yang didatangi di rumah," kata Yunarso Adi, pada Kamis, (5/7), saat menjelaskan, PPDB 2018 di Banyumas, yang dikutip dari liputan6.com.

Betatapun, praktisi pendidikan Itje Chodidjah menilai ada masalah yang lebih besar dari sekadar nihilnya verifikasi SKTM. Menurutnya, alasan mengapa siswa dan orang tua bisa sampai mengelabui sistem penerimaan adalah karena mereka ingin masuk ke sekolah favorit.

"Tetapi tidak begitu halnya ketika sekolah itu sekolah biasa-biasa saja. Tidak ada yang akan membuat keterangan palsu untuk sekolah yang tidak dianggap favorit," kata Itje.

Untuk itu, Itje meminta agar pemerintah memastikan semua sekolah memiliki standar yang sama, dan tidak akan ada "pengkastaan" sekolah yang favorit dan biasa dan jelek.

"Pemerintah harus memberikan perhatian terhadap peningkatan kualitas guru, melengkapi seluruh sekolah di Nusantara ini dengan standar minimum yang diharapkan melalui delapan standar yang sudah ditetapkan."


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home