Loading...
MEDIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 23:31 WIB | Senin, 18 Agustus 2014

Dewan Pers Bentuk Pedoman Peliputan Terorisme

Anggota polisi menjaga rumah terduga teroris Guntur alias Yitno di Dusun Kedungprawan, Desa Gendingan, Widodaren, Ngawi, Jatim, Sabtu (9/8). Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri, Jumat (8/8) menyergap dua orang terduga teroris di Ngawi, Guntur alias Yitno dan Sukardi di Dusun Gendingan. Dari rumah Yitno, petugas mengamankan barang bukti berupa senjata laras pendek 1 pucuk jenis bareta dan 21 butir amunisi serta buku-buku panduan tentang jihad sedangkan di rumah Sukardi diamankan bendera Islamic State Is Solution (ISIS), solar sel, powersel, serta spanduk bertuliskan "Aku Buta Adanya Hukum Selain Kitab Suci yang Kutahu Bagaimana Mempertahankan Hidup & Keyakinan Membunuh atau Dibunuh". (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dewan Pers membentuk pedoman peliputan terorisme bagi wartawan sebagai pelengkap ketentuan tata berperilaku jurnalis yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 40/1999 tentang Pers maupun Kode Etik Jurnalistik.

Dalam pedoman tersebut nantinya akan menjelaskan mengenai bagaimana tata perilaku wartawan dalam meliput kejadian yang berkaitan dengan terorisme.

"Kami berharap wartawan punya semacam tata perilaku bagaimana dalam meliput terorisme karena Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengatakan tidak punya kewenangan untuk mengatur wartawan," kata Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo di Jakarta, Senin (18/8).

Menurut Yosep, tujuan dibentuknya pedoman tersebut adalah untuk mengatur awak media agar berhati-hati dalam meliput penangkapan teroris.

Dia menambahkan jika masyarakat menjadi takut dan khawatir atas pemberitaan terorisme tersebut, maka efek teror yang diinginkan oleh pelaku kejahatan berhasil.

"Oleh karena itu tugas wartawan salah satunya untuk mencegah terorisme merajalela seperti saat ini," ujar Yosep.

Dia mengatakan sebaiknya media televisi menghindari peliputan "live" atau siaran langsung penangkapan teroris di lokasi kejadian karena dapat mengubah arahnya operasi dan membahayakan penyergapan yang dilakukan aparat keamanan maupun nyawa jurnalis.

Yosep berharap pedoman peliputan terorisme dapat terbentuk dan disahkan saat Rapat Pleno Dewan Pers pada Oktober 2014.

Ketua Umum Asosiasi Jurnalis Independen Eko Maryadi mengatakan wartawan perlu menjaga diri saat meliput penangkapan teroris.

Eko menambahkan jurnalis dilarang mengeksploitasi sadisme dan kekerasan dan tidak boleh mendramatisasi peristiwa.

"Jurnalis harus paham bahwa media bisa dijadikan alat propaganda baik oleh pelaku teror, aparat hukum maupun pemilik media. Oleh karena itu perlu cek ricek dalam membuat berita," kata Eko.

Sejumlah poin yang masuk ke dalam pedoman peliputan terorisme antara lain wartawan harus memprioritaskan keselamatan jiwa, menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan jurnalistik, menghindari glorifikasi tindakan terorisme, dan tidak menayangkan siaran langsung peristiwa pengepungan untuk melumpuhkan terduga terorisme. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home