Loading...
HAM
Penulis: Francisca Christy Rosana 10:05 WIB | Sabtu, 07 Maret 2015

Digulirkan, Petisi Tolak Hukuman Mati Penyandang Disabilitas Mental

Rodrigo Gularte adalah penyandang disabilitas mental yang berdasarkan catatan medis psikiatrik mengalami gangguan jiwa sejak lama, yakni sejak .
Petugas memperlihatkan foto dan biodata narapida narkoba yang kabur di Lembaga Permasyarakatan Kelas-II A, Banda Aceh, Kamis (5/2). Sebanyak tujuh orang napi narkoba dan seorang diantaranya terkait kasus pembunuhan yang menjalani hukuman 5 hingga 15 tahun penjara, kabur dengan cara membobol dinding kamar tahanan dan memanjat pagar penjara setinggi 7 meter menggunakan kain sarung. (Foto: Dok Satuharapan.com/Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Rencana eksekusi Rodrigo Gularte, terpidana mati asal Brasil yang mengidap disabilitas mental menggerakkan organisasi kemasyarakatan Indonesia untuk bersuara.

Organisasi-organisasi advokasi penyandang disabilitas mental bersama individu masyarakat yang peduli terhadap persoalan tersebut mengajukan petisi kepada Presiden Joko Widodo untuk menghentikan sanksi penghilangan nyawa lewat eksekusi hukuman mati bagi penyandang disabilitas mental.

Petisi yang diajukan kelompok masyarakat di Komisi Nasional Perempuan, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Jumat (6/3) ini dibuat dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut.

Pertama, kelompok masyarakat penolak hukuman mati meyakini Konvensi PBB mengenai hak-hak penyandang disabilitas telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2011 sehingga mereka mendapat perlindungan.

Kedua, Rodrigo adalah penyandang disabilitas mental yang berdasarkan catatan medis psikiatrik mengalami gangguan jiwa sejak lama, yakni sejak 1996. Ia menderita Bipolar dan Skizofrenia Paranoid.

Ketiga,  selama proses persidangan Rodrigo tidak pernah diperiksa oleh psikiater. Catatan medisnya di Brasil diabaikan.

Keempat, Pasal 44 KUHP menyatakan barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana dan hakim bisa memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa paling lama setahun masa percobaan.

Kelima, dalam UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa  dipaparkan kepentingan penegakan hukum seseorang yang diduga Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang melakukan tindak pidana harus mendapatkan pemeriksaan kesehatan jiwa (pasal 71 ayat 1), pemeriksaan kesehatan jiwa yang dimaksud pada ayat 1 dilakukan untuk (a) menentukan kemampuan seseorang dalam mempertanggungjawabkan tindak pidana yang dilakukannya, (b) menentukan kecakapan hukum seseorang unuk mendalami proses peradilan.

Keenam, Jokowi telah menandatangani Piagam Suharso pada masa kampanye pemilihan umum yang berisi janji untuk menegakkan keadilan dan HAM bagi penyandag disabilitas sebagai manusia.

Dari keenam pertimbangan itu, kelompok masyarakat penolak hukuman mati meminta Presiden untuk menghentikan hukuman mati terhadap Rodrigo, melakukan eksaminasi terhadap putusan pengadilan yang memvonis seseorang dengan riwayat gangguan jiwa, dan memasukkan catatan medis Rodrigo sebagai bahan pertimbangkan meringankan beban hukuman. 

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home