Loading...
INDONESIA
Penulis: Reporter Satuharapan 10:51 WIB | Kamis, 04 September 2014

Disharmoni Pendidikan Hukum Indonesia Timbulkan Keresahan

Asosiasi Filsafat Hukum Nasional (AFHI) menggelar pembukaan Konferensi Internasional Filsafat Hukum dan Temu Filsafat Hukum AFHI di Universitas Bina Nusantara yang menghadirkan tiga pembicara (dari kiri) Myrna Safitri, Patrick Burgess, Derk Venema. (Foto: Luluk Uliyah)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kesenjangan antara pendidikan hukum yang diajarkan di Indonesia dengan perwujudannya menimbulkan keresahan yang mematik pertanyaan sejumlah kalangan. Pasalnya, realitas implementasi pendidikan hukum di Indonesia belum menawarkan gagasan tentang keadilan sosial yang selama ini selalu dijunjung tinggi dalam Pancasila. 

Kesimpulan ini diungkapkan pada Selasa (2/9), Asosiasi Filsafat Hukum Nasional (AFHI) menggelar pembukaan Konferensi Internasional Filsafat Hukum dan Temu Filsafat Hukum AFHI di Universitas Bina Nusantara.

Kegiatan yang berjalan berkat kerjasama antara  AFHI dengan Universitas Bina Nusantara, Universitas Pancasila, Universitas Atmadjaya, Universitas Airlangga, STF Driyarkara, KontraS, Lembaga Independensi Peradilan (LeIP), Satjipto Raharjo Institute, Epistema Institute, dan Perkumpulan HuMa ini digelar selama tiga hari hingga 4 September 2014.

Acara pembukaan konferensi tersebut diisi dengan diskusi bertajuk ‘apakah pendidikan hukum di Indonesia mengajarkan keadilan sosial?’ dengan menghadirkan pembicara . Myrna A. Safitri, Direktur Epistema Institute dan Patrick Burgess, President of Asia Justice and Rights (AJAR) serta Dr. Derk Venema dari Netherlands Journal of Legal Philosophy sekaligus wakil The Netherlands Association for Philosophy of Law (Vereniging voor Wijsbegeerte van het Recht) sebagai pembicara kunci.

Pertanyaan sebagai pematik diskusi tersebut timbul seiring keresahan masyarakat terhadap implementasi sila ke-5 dalam Pancasila. Sekalipun isi sila tersebut menegaskan perihal keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, pada realitasnya pendidikan hukum di Indonesia tidak banyak menawarkan gagasan tentang keadilan sosial.

Herlambang P. Wiratraman selaku ketua AFHI menyampaikan gagasannya bahwa beberapa tahun terakhir, keprihatinan masyarakat dunia tentang keadilan dan ketidakadilan semakin meningkat.

“Fakultas hukum dan para sarjana hukum harus menyadari bahwa saat ini telah terjadi pembajakan wacana tentang keadilan dan menyerang hak-hak rakyat sehingga kita harus mendekati keadilan tidak hanya dari perspektif doktrinal, tetapi juga melihat dari sisi hukum, keadilan, dan ketidakadilan, terutama dari pengalaman dan perdebatan filosofis,” paparnya.

Dalam diskusi tersebut, Derk sebagai pembicara kunci memaparkan perlu adanya pemahaman keadilan transisi sebagai wujud kombinasi antara keadilan sosial dan keadilan legal atau hukum formal. Derk mengungkapkan pengalaman sejumlah negara yang belajar dari pengalaman Eropa.

Myrna juga menambahkan gambaran kompleksitas konflik dan keadilan eko-sosial yang tengah terjadi di Indonesia berkaitan dengan memburuknya pengelolaan sumbrdaya alam. Ia juga menyebutkan bahwa deforsi secara masif telah melahirkan ketidakadilan sosial. Di tengah krisis keadilan yang melanda, hukum seakan tidak mampu bekerja secara baik dalam mendorong perubahan kebijakan dan politik kekuasaan yang mempromosikan keadilan ekologis dan sosial.

 “Konflik sumber daya alam telah menyebabkan kemiskinan struktural pada masyarakat yang tinggal di sekitar dan di dalam hutan. 21% dari mereka hidup di bawah garis kemiskinan,” papar Myrna. Myrna berharap agar kampus mampu melihat realitas dan menerjemahkahkannya dalam Tridarma Perguruan Tinggi.

Menanggapi hal tersebut, Patrick Burgess mengemukakan sejumlah pendekatan hasil pantauannya terhadap perkembangan reformasi hukum, termasuk dalam soal keadilan transisi. Ia mengemukakan beberapa pemikiran filosofis terkait ‘space’ ekologis dan kemanusiaan  dengan mengutip pikiran Vandana Shiva perihal ‘Earth Democracy’.

Sekitar 35 makalah telah dipresentasikan dalam Konferensi Internasional dan 106 makalah dipresentasikan dalam konferensi Nasional.

Konferensi ini diselenggarakan dengan harapan dapat membuka ruang debat yang lebih luas dalam menanggapi isu-isu keadilan hukum, keadilan sosial, dan keadilan eko-sosial. (PR)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home