Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 14:35 WIB | Rabu, 13 Januari 2016

DPR Nilai Perekrutan Gafatar dengan Cara Kerja Sosial

Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dari Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay. (Foto: Dok.satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dari Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay mengatakan, cara perekrutan anggota organisasi masyarakat yang dicap sesat keagamaan seperti Gerakan Nusantara (Gafatar) melakukan pendekatan dengan cara kerja sosial yang bisa menarik simpati.

 “Pola perekrutan anggota Gafatar dilakukan dengan berbagai metode. Tergantung target sasaran yang ingin direkrut. Termasuk di antaranya melakukan pendekatan melalui kerja-kerja sosial yang bisa menarik simpati,” kata Saleh, di Jakarta, hari Rabu (13/1).

Menurut Saleh bagi para mahasiswa, misalnya, Gafatar bisa saja melakukan perekrutan melalui halaqah, pertemuan terbatas, atau pengajian-pengajian kecil. Mahasiswa yang direkrut pada umumnya adalah mereka yang pengetahuan agamanya masih awam. Sehingga ketika dikenalkan dengan suatu aliran pemikiran dan gerakan tertentu tidak menolak dan mudah menerima.

Demikian juga bagi pekerja profesional, gerakan seperti ini juga cenderung memanfaatkan tingkat pemahaman keagamaan yang terbatas. Tidak heran jika organisasi ini diikuti oleh mereka yang dinilai mapan secara intelektual dan finansial. Bahkan lebih dari itu, rela meninggalkan keluarga untuk menjalankan "misi" organisasi.

Tentu, kata Saleh tidak tertutup kemungkinan organisasi seperti ini juga merekrut orang-orang yang secara ekonomi lemah. Mungkin karena tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap, mereka ikut bergabung. Pada mulanya, mungkin hanya sekedar mengisi waktu luang. Tapi pada tingkat tertentu kemudian justru menjadi kegiatan utama bahkan menjadi modus eksistensinya.

Oleh karena itu lanjut Saleh untuk mengatasi gerakan seperti ini tidak mudah. Apalagi disinyalir organisasi ini bisa bermetamorfosis dari satu nama dan bentuk tertentu kepada nama dan bentuk lainnya. Karena itu, diperlukan kerjasama sinergis antara pemerintah dan masyarakat.

"Sebetulnya, masyarakat paling tahu tentang perubahan yang ada di sekitarnya. Masyarakatlah semestinya ujung tombak dalam menjaga lingkungannya. Jika ada yang dinilai aneh dan menyimpang, bisa langsung dilaporkan kepada pihak berwenang,” kata dia.

Selain itu, kata Saleh pemerintah dituntut untuk proaktif melakukan sosilisasi tentang organisasi dan gerakan menyimpang yang saat ini ada di tengah masyarakat. Kementerian agama, misalnya, bisa memanfaatkan jaringannya sampai ke tingkat KUA di seluruh kecamatan yang ada. Melalui sosialisasi, pandangan kritis masyarakat akan terbangun. Dengan begitu, masyarakat tidak mudah tergiur untuk masuk dan bergabung.

Saleh berpendapat pemerintah juga dituntut bekerjasama dengan organisasi-organisasi keagamaan dalam memberikan pencerahan kepada masyarakat.

“Tokoh-tokoh ormas yang dikenal dan diakui kredibilitasnya diyakini sangat efektif dalam membentengi umat. Ini merupakan pekerjaan yang tidak sederhana. Karena itu, perencanaan dan  keberlanjutannya harus menjadi perhatian utama,” kata dia.

Dengan demikian, kata Saleh dalam kebebasan bersyarikat dan berkumpul yang diberikan oleh negara semestinya bukanlah  kebebasan tanpa batasan. Keberadaan seluruh organisasi kemasyarakatan haruslah sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945. Selain itu, organisasi kemasyarakatan tersebut tidak boleh menimbulkan keresahan dan mengganggu keamanan.

"Karena itu, tidak semua organisasi bebas berkembang dan merekrut anggota. Apalagi, cara-cara perekrutannya dilakukan secara tertutup dan menimbulkan keresahan. Gafatar, dari karakteristik dan pola gerakannya, termasuk salah satu yang menyimpang dan bisa membahayakan kehidupan sosial,” katanya.

Berita terkait Gafatar, baca juga:

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home