Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 13:34 WIB | Senin, 24 Oktober 2016

Dua Tahun Jokowi-JK, Anggaran Kesehatan Naik 182 Persen

Anggota Komisi IX DPR Okky Asokawati. (Foto: Dok. satuharapan.com/Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati‎ menilai banyak catatan positif dalam masa Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang sudah memasuki usia dua tahun. Salah satunya di bidang kesehatan.

Alokasi anggaran kesehatan di era Pemerintahan Jokowi telah memenuhi amanat Undang-Undang yakni melebihi angka 5 persen dari APBN atau mengalami kenaikan sebesar 182 persen dari anggaran sebelumnya.

“Peningkatan ini, patut diapresiasi. Meski demikian, besaran anggaran kesehatan sayangnya tidak berbanding lurus dengan capaian di bidang kesehatan,” kata Okky di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat‎, hari Senin (24/10).

Menurut Okky masih banyaknya jumlah angka anak pendek karena kekurangan gizi (stunting) yang mencapai 30 persen, padahal jika merujuk WHO, angka ideal di bawah 20 persen. Di samping itu, laju pertumbuhan penduduk juga masih tinggi. Harusnya jika tahun 2030 Indonesia ingin memaksimalkan bonus demografi maka syarat utama penduduknya harus sehat, jika tidak sehat justru akan menjadi beban. Oleh karena itu, masalah-masalah tersebut harus segera diselesaikan.

Kemudian, kata Okky, Kementerian Kesehatan juga masih memiliki banyak tunggakan aturan turunan pelaksana UU berupa Peraturan Pemerintah (PP) yang belum dituntaskan. Seperti PP yang terkait turunan UU Kesehatan Jiwa, PP terkait UU Rumah Sakit tentang RS yang menolak pasien,  PP tentang  Dokter Layanan Prima (DLP) sebagaimana amanat UU Pendidikan Kedokteran (Dikdok).

“Sejumlah utang regulasi dari pemerintah tersebut pada akhirnya mengakibatkan kerja di sektor kesehatan Pemerintahan Jokowi tidak maksimal. Semestinya Presiden dapat mengontrol para pembantunya untuk bergerak cepat dalam kerja legislasi,” kata dia.

Sampai saat ini, Kementerian Kesehatan dinilai belum ada kebijakan yang sifatnya terobosan. Justru yang menonjol dari Kementerian Kesehatan hanya meneruskan kebijakan yang lama. Harusnya dengan alokasi anggaran yang meningkat, terdapat kebijakan terobosan yang memiliki daya ubah yang nyata.

“Seperti, mengapa tidak Presiden menerbitkan Dokter Inpres untuk menempatkan dokter/tenaga kesehatan di luar Jawa atau daerah terdepan. Karena faktanya masih ada disparitas dokter/tenaga kesehatan antara Jawa dan Luar Jawa. Karena dalam kenyataannya program "Nusantara Sehat" yang digulirkan Pemerintah sepi peminat,” kata dia.

Okky juga mendorong agar Kementerian Kesehatan melakukan research and development (penelitian dan pengembangan) dengan melibatkan universitas dan perusahaan swasta terkait dengan pemberdayaan tumbuh-tumbuhan sebagai bahan produksi obat-obatan. Hingga saat ini, sektor ini belum digarap dan belum mendapat perhatian serius.

Persoalan lainya yang muncul adalah pelayanan BPJS Kesehatan. Seperti pasien peserta BPJS ditolak RS, ini salah satunya karena paket INA CBGs (sistem pembayaran dengn sistem paket, berdasarkan penyakit yang diderita) yang dinilai tidak menguntungkan pihak RS. Oleh karenanya, Pemerintah harusnya melakukan terobosan misalnya dengan memberi insentif pajak bagi RS yang menjadi mitra BPJS.

Okky menambahkan, protes kebijakan "Dokter Layanan Prima" (DLP) yang dikeluarkan Kemenkes sebaiknya segera dicarikan jalan keluar yang berorientasi win win solution. Kebijakan DLP ini berisi agar dokter menempuh pendidikan tambahan selama dua tahun yang bertujuan agar dokter di Puskesmas memiliki kualitas yang setara dengan dokter spesialis.

“Saat di Komisi IX, Kemenkes mengatakan program ini sifatnya opsional alias tidak wajib. Namun saat kami kunjungan kerja spesifik di Yogyakarta, informasi dari pihak BPJS Kesehatan menyebutkan Pemerintah hanya akan membayar kapitasi kepada RS yang memiliki "DLP" yang berarti wajib," kata dia.

Okky mengusulkan sebaiknya kurikulum DLP dimasukkan ke perkuliahan program sarjana kedokteran sembari menunggu penyiapan perangkat regulasi dan infrastruktur lainnya. Jika semua dirasa sudah siap, maka kebijakan tersebut dapat secara penuh dilaksanakan di lapangan.

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home