Loading...
SAINS
Penulis: Reporter Satuharapan 14:05 WIB | Rabu, 26 Desember 2018

Empat Buoy akan Dipasang di Barat Sumatera dan Selatan Jawa

Ilustrasi. Buoy, alat pendeteksi tsunami. (Foto: bbc.com)

SATUHARAPAN.COM – Indonesia akan memasang empat buoy di barat Sumatera dan selatan Jawa tahun depan untuk mendeteksi tinggi gelombang, menyusul tsunami yang melanda Selat Sunda, dengan korban setidaknya 373 orang.

Pemasangan buoy - alat deteksi tsunami- segera dipasang dan dimulai tahun depan melalui kerja sama tiga institusi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), menurut Iyan Turyana, pakar teknik kelautan BPPT.

Iyan mengatakan pengerjaan buoys akan dilaksanakan secara bertahap dalam waktu tiga tahun.

“BPPT sendiri akan men-deploy buoy untuk tahun pertama, kita usahakan empat buoy rencananya di barat Sumatera dan selatan Jawa. Tahun berikutnya ke arah timur,” kata Iyan kepada Callista Wijaya dari BBC News Indonesia.

Sudah enam tahun belakangan ini, buoy yang pernah dipasang menyusul tsunami 2004, rusak karena kurangnya biaya pemeliharaan dan beberapa sudah hilang.

Pengerjaan buoy ini menurut Iyan Turyana membutuhkan waktu yang cukup panjang karena teknologi yang akan dikembangkan memerlukan studi kelayakan lengkap dan sumber daya manusia yang cukup.

Sistem deteksi dini yang ada saat ini, seperti yang digunakan BMKG memang beroperasi, tapi sistem tersebut memiliki banyak kekurangan, termasuk tak dapat mendeteksi gempa akibat runtuhan gunung api.

Sistem yang ada hanya mampu mendeteksi tsunami yang disebabkan gempa bumi, bukan longsor yang dipicu longsor bawah laut dan aktivitas vulkanik, seperti yang terjadi di Selat Sunda Sabtu (22/12) lalu.

Betapa pun, meski tak secara khusus mendeteksi sumber tsunami, seperti gempa bumi atau aktivitas vulkanik, sistem ini akan efektif memberikan peringatan dini ke masyarakat, kata Iyan.

“Sebelum sampai darat kita deteksi, ketika masih di laut dan kemudian (sistem itu) memberikan informasi. Jadi, apakah sumbernya dari gunung api, longsor, gempa, itu sama saja. Yang jelas gelombang tsunami-nya yang kami pantau,” katanya.

Iyan mengatakan sistem pendeteksi dini tidak hanya akan dibuat dalam bentuk buoy, tapi juga sistem kabel dan radar.

Pentingnya Sistem Peringatan Dini

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyebut ketiadaan sistem deteksi dini yang mumpuni mengakibatkan ratusan korban tsunami tidak dapat menyelamatkan diri saat bencana terjadi Sabtu lalu.

“Tidak adanya peralatan sistem peringatan dini menyebabkan potensi tsunami tidak terdeteksi sebelumnya. Tidak terpantau tanda-tanda akan datangnya tsunami sehingga masyarakat tidak memiliki waktu evakuasi,” ujar Sutopo dalam akun Twitternya, Senin (24/12).

Menurut data yang dihimpun hingga Senin malam, tsunami yang menerjang pantai di Kabupaten Pandeglang, Serang, Lampung Selatan, Pesawaran, dan Tanggamus sudah menewaskan setidaknya 373 orang dan membuat 1.459 orang luka-luka. Sebanyak 128 orang dinyatakan hilang.

Ketiadaan sistem peringatan dini itu menimbulkan kesimpangsiuran kabar mengenai tsunami. BNPB sempat mengatakan masuknya air ke darat dipicu oleh gelombang pasang yang terjadi karena pengaruh bulan purnama. BNPB dan BMKG kompak menyebut fenomena itu “gelombang pasang”.

Beberapa jam kemudian, informasi tersebut diralat. Kedua institusi tersebut mengatakan tsunami telah terjadi, tapi bencana itu tidak dipicu oleh aktivitas tektonik seperti yang pernah terjadi di daerah lain, seperti Palu.

Sutopo mengatakan Indonesia perlu membangun sistem peringatan dini yang diakibatkan longsor bawah laut dan erupsi gunung api.

“Yang ada saat ini sistem peringatan dini yang dibangkitkan gempa. Sistem sudah berjalan baik. Kurang dari lima menit setelah gempa, BMKG dapat memberitahukan ke publik,” kata Sutopo.

Sementara itu BMKG, berencana untuk menambah ratusan seismometer di Indonesia, tapi rencana itu tidak dapat segera terwujud dalam waktu dekat karena keterbatasan sumber daya manusia.

“BMKG mengusulkan ada ratusan seismometer yang akan dipasang sebagai tambahan di Indonesia. Itu tidak bisa segera, semuanya, tiba-tiba, dipasang dengan segera karena keterbatasan kemampuan personel kita yang tidak banyak. Mungkin dalam setahun bisa 200 misalnya atau 300," ujarnya. (bbc.com)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home