Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 22:33 WIB | Jumat, 29 Agustus 2014

Enyahlah!

Mengikut Yesus berarti berjalan di belakang-Nya. Kristuslah yang di depan. Kehendak-Nyalah yang utama.
Mengikut Yesus (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – ”Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya, dan mengikut Aku.” (Mrk. 8:34). Demikianlah nasihat Yesus kepada para murid-Nya. Dalam ungkapan ini jelas bahwa setiap murid, sama seperti Sang Guru, diminta menempuh Via Dolorosa ’jalan sengsara’—menderita agar makin banyak orang merasakan kasih Allah.

Menyangkal diri berarti hidup sebagaimana nasihat Paulus: ”Hiduplah rukun satu sama lain. Janganlah bersikap tinggi hati, tetapi sesuaikanlah dirimu dengan orang yang rendah kedudukannya.” (Rm 12:16, BIMK). Kalimat ini juga bisa diartikan: jangan menolak tugas-tugas yang rendah.

Menyangkal diri berarti pula tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Bahkan, kita tetap melakukan apa yang baik, mesti tidak ditanggapi baik. Atau, mengutip Paulus, ”Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam damai dengan semua orang! Saudara-saudaraku yang terkasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: ’Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan,’ firman Tuhan. Tetapi, ’Jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu membuat dia malu seperti menumpukkan bara api di atas kepalanya.’ Janganlah kamu dikalahkan oleh kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!” (Rm 12:18-21, BIMK).

Memikul salib berarti siap menanggung sengsara meski bukan bagiannya. Kesengsaraan di sini bukanlah akibat kesalahan sendiri. Memikul salib berarti siap menanggung sengsara karena memahaminya sebagai kehendak Allah.

Mengikut Yesus berarti berjalan di belakang-Nya. Kristuslah yang di depan. Kehendak-Nyalah yang utama. Bukan sebaliknya. Itulah yang ditekankan Yesus kepada para murid-Nya. Ketika Yesus bicara soal salib, Petrus langsung menegurnya. Dengan tegas Yesus berkata bahwa Petrus hanya bicara menurut kehendak-Nya sendiri.

Nah, di sini persoalan dimulai! Jika Petrus mengakui bahwa Yesus adalah Juru Selamat dan Tuhan, maka dia seharusnya tidak berorientasi pada pikirannya sendiri, tetapi apa yang dipikirkan Allah. Yesus menyebutnya Iblis karena melawan Allah serta rencana keselamatan-Nya. Semua yang melawan Allah memang tak beda dengan Iblis! Dan untuk itu, hanya satu kata yang pantas: ”Enyahlah!”

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home