Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben Ezer Siadari 00:28 WIB | Senin, 22 Desember 2014

Faisal Basri: Petral Impor BBM Pakai Asumsi yang Kadaluarsa

Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas (Migas) Faisal Basri bersama dengan jajarannya saat memberikan keterangan pers terkait dengan hasil kajian sementara rekomendasi kebijakan penentuan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang disampaikan di gedung Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (21/12) (Foto: Dedy Istanto/satuharapan.com).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Jakarta (Antara) - Kepala Komite Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri mengatakan impor Bahan Bakar Minyak  oleh Pertamina selama ini tidak didasarkan variabel-variabel terkini, tetapi berdasarkan asumsi yang sudah kadaluarsa.

Menurut dia, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang masih mengimpor BBM jenis RON 88, tetapi sampai sekarang tidak mempunyai kekuatan menentukan harga, malahan mengikuti harga yang tercipta di pasar Singapura. Harga indeks pasar (HIP) yang digunakan dalam menghitung harga patokan didasarkan pada acuan yang bias.

Faktor pengali untuk mendapatkan HIP bensin premium dihitung berdasarkan penetapan pada 2007 yang tidak menggambarkan kondisi saat ini.  "Ini menggambarkan variabel di sini tidak riil karena bukan berdasarkan pembentukan harga di pasar. Semua berdasarkan asumsi yang sudah kadaluarsa," ucapnya, hari ini di Jakarta.
   
Faisal Basri mengatakan, posisi Indonesia sebagai negara tunggal dalam mengimpor BBM jenis RON RON88 atau lazim disebut premium,  bisa membuka peluang kartel, karena para produsen mempunyai kepentingan menghasilkan jenis BBM itu hanya untuk Indonesia.

"Petral, yang memasok bensin RON88 ke Indonesia hanya jadi price taker dalam impor bensin RON88, sehingga memungkinkan terjadinya kartel," ujarnya.
   
Faisal menuturkan, dengan rekomendasi pihaknya untuk menghentikan impor RON88 dan secara berkala menggantinya dengan RON92 (Pertamax), akan tercipta sistem patokan harga yang transparan, sesuai mekanisme pasar dan akuntabel.
   
Pasalnya, BBM RON92 akan lebih murah didapatkan di pasaran dunia, yang tidak lagi menjual RON88, sehingga Indonesia bisa memilih harga yang lebih kompetitif dalam impor minyak bumi.
   
"Di dunia, bahkan di Asia Tenggara saja, hanya Indonesia yang masih pakai RON88. Meski yang kita impor sekarang adalah RON88, tidak menutup kemungkinan yang dikirim adalah RON92 yang harganya lebih murah. Tapi dijual ke kita lebih mahal," paparnya.
   
Sebelumnya, Komite Reformasi Tata Kelola Migas merekomendasikan penghentian impor RON88 (bahan bakar jenis premium) dan "gasoil" berkadar 0,35 persen sulfur (solar), dan secara berkala menggantinya dengan impor RON92 (dikenal sebagai Pertamax) dan "gasoil" 0,25 persen sulfur.
   
Meski merekomendasikan penghentian impor RON88 dan menggantinya dengan RON92, komite tetap meminta adanya sistem subsidi dengan pola tetap atau "fixed" (Ant)

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home