Loading...
BUDAYA
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 16:23 WIB | Rabu, 12 Maret 2014

Film Die Fremde: Ironi Kehormatan dan Keluarga

Die Fremde. (Foto: videoload.de)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Goethe-Institut menggelar acara Arthouse Cinema dengan memutar film berjudul Die Fremde (When We Leave) pada Selasa (11/3), di Goethehaus Jakarta, Jl Sam Ratulangi, Jakarta Pusat. Die Fremde ini bertemakan tentang ironi hubungan anggota keluarga yang dikalahkan oleh kehormatan keluarga yang sangat dijunjung tinggi.

Alur Cerita Die Fremde

Umay (Sibel Kekilli) adalah seorang ibu muda yang tidak bahagia dalam pernikahannya. Dia tinggal di Istanbul dan mengalami banyak kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suaminya, Kemal (Ufuk Bayraktar). Kekerasan itu tidak hanya dilakukan oleh dirinya tapi juga anaknya, Cem (Nizam Schiler).

Suatu hari Umay memutuskan untuk pergi meninggalkan suaminya dan pulang ke Berlin, Jerman menemui keluarganya. Dia berpikir bahwa jika dia pulang, maka dia akan mendapatkan perlindungan dan mulai hidup baru bersama dengan anaknya.

Namun, pada kenyataannya yang diharapkan sungguh berbeda. Ayahnya, Kader (Settar Tanriogen) memaksa Umay untuk pulang ke Istanbul. Namun, Umay tidak mau melakukannya. Bahkan dia membakar paspornya. Saat itu, ayah Umay marah besar. Dia khawatir keluarganya akan menjadi bahan omongan orang lain, terutama orang-orang Turki yang tinggal di Berlin dan hal itu akan mempunyai dampak negatif bagi keluarganya.

Dalam film ini diceritakan bahwa Umay terus berpindah-pindah tempat tinggal untuk mencari kenyamanan dan keamanan. Mulai dari Rumah Perlindungan Perempuan hingga ke rumah teman sekerjanya.

Dalam perkembangannya, rumor tentang Umay terus berkembang di kalangan orang-orang Turki di Berlin dan memberikan dampak buruk bagi keluarga Umay. Salah satunya adalah ketika keluarga dari tunangan adik perempuan Umay, Rana (Almila Bagriacik) memutuskan pertunangan mereka karena rumor tentang Umay.

Keluarga Umay semakin hancur ketika tahu Rana sebenarnya hamil dan menyatakan bahwa pertunangan itu tidak bisa dibatalkan. Rana kemudian berkesimpulan bahwa apa yang terjadi dalam hidupnya disebabkan oleh Umay.

Meskipun Umay telah memiliki apartemen sendiri dan hidup mandiri, masih ada satu hal yang dia rindukan yaitu keluarganya. Berkali-kali dia mencoba untuk menghubungi keluarganya, namun selalu gagal. Puncaknya adalah ketika Kader dan dua orang saudara laki-lakinya berada di posisi yang sangat sulit. Acar (Serhad Can) diminta untuk membunuh kakak perempuan yang sangat dikasihinya untuk mengembalikan kehormatan keluarga.

Kehormatan Keluarga yang Paling Penting

Dalam film ini dapat dilihat bahwa Kader rela mengusir bahkan mengutuk anaknya sendiri karena Umay dinilai telah mencoreng kehormatan keluarga dengan meninggalkan suaminya. Omongan orang lain bahkan lebih penting dibandingkan dengan kebahagiaan anak perempuannya yang memerlukan perlindungan.

Karakter dari Mehmet yang keras merupakan hasil dari karakter Kader sebagai ayah yang keras pula. Hal itulah yang menggambarkan di mana peran ayah sangat berpengaruh bagi perkembangan karakter anak-anak mereka.

Film ini sarat dengan feminis di mana karakter Umay sebagai seorang anak perempuan dan seorang istri memberontak untuk keluar dari penderitaan dan menentang laki-laki. Di film ini digambarkan bahwa budaya Turki yang juga memeluk Islam konservatif sangat tabu ketika perempuan melawan laki-laki. Di film yang berbeda yaitu Gegen Die Wand yang juga dibintangi oleh Sibel Kekilli, Anda dapat melihat hal yang serupa di mana perempuan sangat tabu jika menentang laki-laki.

Menurut pantauan satuharapan.com, setelah melihat film ini tidak sedikit dari penonton yang mengucurkan air mata karena film ini sangat menyentuh dan tragis.

Dua minggu mendatang, Arthouse Cinema kembali memutar film berjudul "Cinta Dari Wamena" yang disutradarai oleh Lasja F. Susatyo pada Selasa (25/3) pukul 19.00 di Goethe-Institute, Jl. Sam Ratulangi no 9-15, Jakarta Pusat. GRATIS!!

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home