Loading...
BUDAYA
Penulis: Reporter Satuharapan 10:31 WIB | Selasa, 10 Maret 2020

Flasmob Jaranan Buto, Cara Milenial Banyuwangi Lestarikan Budaya

Flasmob tarian Jaranan Buto di Lapangan Kradenan, Purwoharjo, Banyuwangi, Minggu (8/3/2020), melibatkan 234 anak-anak milenial. (Foto: banyuwangikab.go.id)

BANYUWANGI, SATUHARAPAN.COM – Sebanyak 234 anak-anak milenial Banyuwangi melakukan flasmob tarian Jaranan Buto di Lapangan Kradenan, Purwoharjo, Minggu (8/3/2020). Anak-anak yang masih duduk di bangku SD hingga SMA itu, membawakan tari dengan apik.

Tak seperti tari Jaranan Buto pada umumnya, flasmob kali ini dipenuhi improvisasi dari sisi koreografi. Begitu pula pada sisi musikalisasi yang mendapat sentuhan pop guna mendukung alur cerita yang ditampilkan.

Guyuran hujan yang jatuh sepanjang pertunjukan tak menyurutkan semangat para penari. Air langit tersebut seolah memberi energi lebih bagi mereka untuk memainkan cemeti yang menjadi ciri khas tari tersebut. Entakannya menimbulkan efek cipratan air yang dramatis.

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas yang turut menyaksikan pergelaran tersebut mengaku bangga dengan para milenial Banyuwangi yang tetap memiliki minat yang tinggi terhadap budaya.

“Di tengah banyak daerah yang sedang krisis para pelestari budaya, justru di Banyuwangi ini proses regenerasi pelaku kesenian berjalan dengan cukup baik,” ia mengemukakan, seperti ilansir situs web resmi banyuwangikab.go.id.

Pelestarian budaya, Anas menambahkan, tak sekadar menggelar event budaya. Memastikan proses regenerasi, juga menjadi hal penting.

“Anak kita jangan hanya disibukkan dengan gadget. Mereka juga perlu untuk dikenalkan tradisi dan budayanya sendiri,” Anas menegaskan.

Simbol-simbol Banyuwangi

Jaranan Buto merupakan salah satu kesenian asli Banyuwangi. Tari ini pertama kali dikembangkan pada 1963 oleh Setro Asnawi. Seniman kelahiran Trenggalek pada 1940 itu, pindah ke Banyuwangi pada dekade 60-an awal. Atas interaksinya dengan sejumlah kesenian di daerah asalnya dan hasil dialogis dengan budaya di tempat perantauannya, lahirlah Jaranan Buto.

“Tari ini menggambarkan simbol-simbol yang saya lihat saat awal-awal datang ke Banyuwangi. Mulai kisah Minakjinggo, Kebo Mercuet, hingga patung-patung macan yang banyak dijumpai di Banyuwangi,” sesepuh yang lama tinggal di Desa Kebondalem tersebut menjelaskan.

Dari yang awalnya begitu sederhana, seiring perkembangan zaman, tari Jaranan Buto terus berkembang, mulai dari musik pengiring, seragam, hingga koreografi.

“Saya bangga tari ini kini banyak ditarikan oleh generasi muda. Tidak hanya di Banyuwangi, bahkan di berbagai daerah di Jawa Timur,” katanya. (banyuwangikab.go.id)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home