Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 14:37 WIB | Senin, 19 September 2016

Fondasi Rapuh Perdamaian

Foto: Istimewa

SATUHARAPAN.COM - Hari Rabu (21/9) lusa akan diperingati sebagai Hari Perdamaian Internasional. Ada keprihatinan mendasar, karena selama 35 tahun peringatan, sejak 1981, perang tidak pernah absen di muka bumi ini.

Ada kesepakatan damai di tengah peringatan ini, tetapi juga perang yang terus berkobar.  Di Kolombia, pemberontak FARC dan pemerintah menyepekati perdamaian dan mengakhir perang selama setengah abad dengan jutaan orang menjadi korban.

Namun demikian, perang dan konflik senjata masih terus berkobar di Timur Tengah (Suriah, Irak dan Palestina). Di Asia, perang masih mendera Afganistan dan Pakistan, Filipina, serta ketegangan yang terus meningkat di Semenanjung Korea. Di Afrika, perang berkecamuk antara lain di Sudan, Sudan Selatan, Somalia, dan Libya.

Perang dan konflik senjata itu diperparah oleh keterlibatan kelompok-kelompok radikal dan oraganisasi teroris yang melakukan serangan dengan korban secara acak.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, gaung seruan perdamaian terdengar di mana-mana, dan para pihak dalam perang di berbagai kawasan meletakkan senjata untuk sementara di hari perdamaian itu. Setelah jeda waktu sebentar itu, baku tembak kembali terjadi.

Perdamaian dan Pembangunan

Sekjen PBB, Ban Ki-moon, menjelang akhir jabatannya pada awal tahun depan, mengkhawatiran bahwa target pembangunan berkelanjutan tidak bisa dicapai, karena banyak konflik di berbagai kawasan. Target pembangunan untuk kemakmuran, kesehatan dan keamanan di planet kita ini dibahas dan disepakati dalam KTT Bumi (1992), kemudian KTT Pembangunan Bertkelanjutan (2012), dan telah diadopsi oleh 193 negara.

Kegagalan dalam mencapai target pembangunan akan membawa sebuah bangsa terjerumus dalam konflik yang bahkan berkembang menjadi konflik bersenjata. Di sisi lain, konflik yang berkembang atau perang menjadi hambatan yang sangat nyata bagi pembangunan. Bahkan perang menghancurkan berbagai capaian pembangunan sebelumnya.

Ini mirip logika telur dan ayam: pembangunan untuk perdamaian atau perdamaian untuk pembangunan.  Kesepakatan damai dicapai untuk kesempatan pembangunan. Namun pembangunan tidak berjalan seperti harapan akan memicu konflik dan perang yang lain.

Kondisi yang sama paradoksnya adalah dunia yang makin diwarnai teknologi tinggi dan jaringan global, tetapi kemiskinan dan kelaparan masih tetap menjadi masalah besar.  Organisasi Pangan Dunia menyebut masih ada 800 juta jiwa lebih manusia di bumi yang kelaparan. Di antara mereka ada sekitar 20 juta di Indonesia. Mereka sebagian besar berada di negara yang dilanda konflik dan perang.

Keadilan dan Hak Asasi Manusia

Situasai itu menunjukkan bahwa masalah yang paling mendasar pada kasus kegagalan mencapai perdamaian dan juga kegagalan dalam pembangunan adalah dalam mewujudkan keadilan dan penghormatan pada hak asasi manusia.

Itu sebabnya perang tidak bisa dilihat sebagai pilihan solusi menyelesaikan masalah, karena hampir selalu meminggirkan keadilan. Sementara prinsip dasar demokrasi dan hak asasi manusia sangat penting menjadi roh pembangunan, dan bukan sekadar capaian fisik dan pertumbuhan ekonomi. Mengabaikan prinsip itu sama artinya dengan menanam benih konflik.

Kegagalan pembangunan setelah pencapaian perdamaian menghentikan perang, terutama karena diawali kegagalan dalam meletakkan dasar keadilan dan hak asasi manusia dalam pembangunan. Pertanda yang dikenali bahwa proses tengah menuju konflik adalah adanya hukum atau penegakkan hukum yang diskriminatif. Dan kegagalan penegakkan hukum adalah ladang subur korupsi.

Sebaliknya, kesepakatan perdamaian hampir tidak bisa dicapai tanpa adanya keadilan dan penghargaan pada hak asasi manusia. Bisa jadi ada pihak yang menyepakati untuk menghentikan perang melalui tekanan, atau karena dalam posisi lemah, namun perdamaian itu hanya akan menjadi jeda sementara dari perang yang panjang.

Menegakkan keadilan dan penghargaan pada HAM inilah yang paling mendesak dicapai di bumi, planet kita satu-satunya, untuk menjadi planet yang makmur dan damai. Dan ini tantangan di seluruh muka bumi dimana keadilan begitu rapuh, bahkan bukan hanya di kawasan perang. Sebab, perdamian tidaklah sama dengan meletakkan senjata, dan pembangunan bukanlah angka pertumbuhan ekonomi dalam statistik, melainkan keadilan dan dihormatinya hak asasi manusia sebagi relaitas dalam kehidupan yang tak dibantah.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home