Loading...
INDONESIA
Penulis: Wim Goissler 11:02 WIB | Senin, 29 Mei 2017

Forum Gereja Papua:Tiada Masa Depan Papua dalam Sistem RI

Dari kiri: Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua, Pdt Socratez Sofyan Yoman S.Th, MA, Presiden Gereja Injili di Indonesia (GIDI), Pdt Dorman Wandibo, S.Th, Ketua Sinode Kingmi di Tanah Papua, Pdt Dr. Benny Giay. (Foto: Ist)

JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM - Menyusul berbagai peristiwa mencekam di Papua akhir-akhir ini, penembakan, kematian, pembacokan dan insiden pembakaran Alkitab, gereja-gereja di Papua yang tergabung dalam Forum Kerja Oikumenis Gereja-gereja Papua, menerbitkan Surat Gembala yang mengejutkan. Surat itu berisi kekecewaan yang sangat mendalam kepada pemerintah dan  keprihatinan yang sangat serius.

Surat Gembala yang ditanda-tangani oleh Pdt. Dorman Wandikmbo S.Th, Ketua Sinode GIDI di Tanah Papua, Dr. Socratez Sofyan Yoman, MA, Ketua Badan Pelayanan Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua dan Pdt Dr. Benny Giay, Ketua Sinode KINGMI di Tanah Papua, hari ini (29/05) antara lain menekankan kekecewaan karena bahasa politik yang "bicara lain main lain." Oleh karena itu, Surat Gembala yang disampaikan kepada jemaat-jemaat tersebut menegaskan bahwa “tidak ada masa depan bagi bangsa Papua dalam sistem Indonesia. Papua harus bangun dirinya sendiri; dengan belajar dari Persipura. Kita, Papua bikin agenda sendiri."

Satuharapan.com menerima salinan Surat Gembala tersebut dari Socratez Sofyan Yoman, yang isinnya selengkapnya adalah sebagai berikut.

Minggu ini kami (seperti minggu, bulan dan tahun-tahun sebelumnya) jemaat-jemaat  telah mengalami duka, kematian, pengejaran, penembakan dan pembacokan; juga stigma di mana Lembaga Negara (yang lemah itu ) selalu keluar dengan bahasa politik “bicara lain main”. Karena itu kami hari ini keluarkan “Surat Gembala” ini.  

Bagian pertama, surat gembala itu kami tunjukkan para pihak yang sedang berdinamika dan bermain di berbagai tingkatan sampai di Papua yang otomatis berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat sipil di Papua.

Bagian kedua dan keempat kami tunjukkan bagaimana wajah Negara mempertontonkan dirinya dalam penyelesaian kasus-kasus kekerasan. Tema rasisme ini juga kami angkat sekali lagi dalam Bagian keempat, di mana kami tunjukkan wajah rasisme yang terlembagakan dalam lembaga Negara TNI POLRI yang berjuang untuk menggiring kita kita semua (public) untuk mendukung TNI POLRI berangus Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan orang Gunung.

Bagian ketiga kami berefleksi pengalaman aktivis perjuangan dan karya Gereja yang telah membentuk kita pada masa lalu yang terus membayang-bayangi kita.

Kelima, kami nyatakan pendapat dan posisi sebagai Gereja tentang Organisasi Papua Merdeka (OPM), KNPB atau United Liberaton Movement for West Papua (ULMWP). Ini pernah kami sampaikan tanggal 16 Desember 2011, bahwa OPM dan KNPB adalah bayi (nasionalisme) yang lahir sebagai hasil dari perkawinan paksa (Pepera 1969) antara  Indonesia dan Papua yang harus jaga. Seperti halnya Soekarno dan Moh Hatta yang menurut Indonesia adalah Nasionalisme,  demikian juga kami. Kami memposisikan OPM, ULMWP  sebagai pembawa bendera Nasionalisme Papua; yang selama ini dicap separatis, seperti halnya dulu Belanda yang mengirim Soekarno ke penjara dengan tuduhan separatis.

Keenam, kami sampaikan kepada jemaat-jemaat kami bahwa berdasarkan pengalaman dan kejadian yang kami alami beberapa hari terakhir ini, “tidak ada masa depan bagi bangsa Papua dalan sistemnya Indonesia . Papua harus bangun dirinya sendiri; dengan belajar dari Persipura. Kita, Papua bikin agenda sendiri. Belajar dari Persipura dengan disiplin, latihan terus-menerus, fokus dan terarah, tepat waktu ikut jadwal yang tetap, semangat yang menyala-nyala. Tidak ada bangsa lain yang akan datang tolong. Orang Papua harus tolong dirinya sendiri dengan buat komitmen dan untuk priroritaskan pendidikan dalam segala bidang. Pendidikan, Pendidikan. Jaga komitmen itu ‘untuk sekolahkan anak-anak  dan perjuangkan sampai akhir.

Kami mengajak seluruh jemaat “Mari kita kubur budaya menunggu kebaikan  datang dari langit; atau  bangsa itu atau pihak ini akan datang menolong”. Kami sampaikan “ kita sedang menghadapi tembok budaya dan ideologis dan rasisme”. Kita sedang hadapi ideologi dan kebijakan pembangunan “bias pendatang”.

Kami ucapkan Selamat berjuang. Selamat berjuang menghadirkan teolog-teolog dan ahli hukum, ekonom Papua masa depan “dengan mata tertuju kepada Kristus” (Ibrani 12:7). Selamat berjuang.

Jayapura, Senin, 29 Mei 2017,
Pdt. Dorman Wandikmbo S.Th, Ketua Sinode GIDI di Tanah Papua,
Dr. Socratez Sofyan Yoman, MA, Ketua Badan Pelayanan Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua,
Pdt Dr. Benny Giay, Ketua Sinode KINGMI di Tanah Papua

 

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home