Loading...
INDONESIA
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 20:49 WIB | Jumat, 29 Mei 2015

Gender Watch: Kelurahan Belum Punya Program Pengentasan Kemiskinan

Gender Watch: Kelurahan Belum Punya Program Pengentasan Kemiskinan
Warga Bidara Cina Jakarta Timur foto bersama usai melakukan penerapan penggalian data melalui diagram venn untuk program Gender Watch di Kantor Kelurahan Bidara Cina Jakarta Timur, Kamis (28/5). (Foto-foto: Diah A.R)
Gender Watch: Kelurahan Belum Punya Program Pengentasan Kemiskinan
Partisipan sedang berdiskusi menentukan jarak lingkaran kelembagaan mana yang paling dekat atau jauh dengan perempuan miskin dan kaum marjinal.
Gender Watch: Kelurahan Belum Punya Program Pengentasan Kemiskinan
Hasil akhir diagram venn penyatuan dua kelompok.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Metode penggalian data untuk program Gender Watch pada Kamis (28/5) yang digagas oleh Institut Lingkaran Pendidikan Alternatif Perempuan (KAPAL Perempuan). Gender Watch ini dilakukan di lima wilayah Indonesia salah satunya di Bidara Cina Jakarta Timur.

Ada lima penerapan metode penggalian data yaitu pemetaan partisipatif, ranking ekonomi, ranking masalah, diagram venn dan lintasan sejarah Kali ini penerapan metode penggalian data diagram venn dilakukan di Bidara Cina Jakarta Timur.Partisipan ini terdiri dari beberapa warga Bidara Cina Jakarta Timur, Forum Multipihak, Tim Pemantau Provinsi dan Tim Pemantau Komunitas.

Dalam metode ini partisipan akan mendata lembaga apa saja yang ada di kelurahan tersebut dan menentukan seberapa besar lembaga itu kemudian seberapa banyak manfaat lembaga tersebut untuk mengentaskan kemiskinan perempuan. 

Setelah itu partisipan akan membuat beberapa lingkaran dalam beberapa ukuran mulai dari yang paling besar hingga yang terkecil.

Dalam diskusi kali ini warga Bidara Cina menyepakati bahwa semakin penting kehadiran lembaga tersebut maka semakin besar lingkarannya. Kemudian untuk jarak dari tingkatan masyarakat semakin banyak manfaat lembaga tersebut maka semakin dekat lingkaran tersebut terhadap perempuan miskin dan kaum marjinal seperti gay, lesbian, biseksual dan transgender (LGBT).

Beberapa lembaga yang dicatat adalah Bina Desa, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Majelis Talim, Koperasi Bina Mandiri, Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI), Dompet Peduli Yatim, Yayasan Pelangi, Sekolah Perempuan, Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK), Forum Betawi Rempug (FBR), Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS), Pemerintah Kelurahan, Yaumika, Ar-rohmat, An-nuriah, Institut KAPAL Perempuan dan Humanika.

Pemerintah Kelurahan mendapatkan lingkaran yang paling besar karena kehadirannya sangat penting bagi masyarakat dan dapat dijangkau oleh seluruh warga Bidara Cina. Sedangkan FBR mendapatkan lingkaran yang paling kecil karena kehadirannya dinilai tidak memiliki peran penting dan hanya meresahkan warga saja.

Fasilitator dari KAPAL Perempuan Budhis Utami kemudian membagi partisipan menjadi dua kelompok dan mulai berdiskusi tentang peran penting dan manfaat lembaga-lembaga tersebut yang kemudian akan menempelkan lingkaran tersebut.

Setelah berdiskusi, terdapat perbedaan dari hasil akhir kedua kelompok tersebut yaitu jarak Pemerintah Kelurahan dengan Perempuan Miskin dan kaum marjinal di kelompok satu ternyata sangat jauh.

“Pemerintah Kelurahan sifatnya hanya membantu masyarakat khususnya perempuan secara administratif tetapi tidak memiliki program secara khusus untuk perempuan miskin keluar dari kemiskinan,” kata Uli yang merupakan salah satu warga Bidara Cina dalam penjelasannya di Kantor Kelurahan Bidara Cina Jalan Tanjung Lengkong Jakarta Timur, Kamis (28/5).

Namun, di kelompok dua, ternyata Pemerintah Kelurahan dinilai dekat dengan perempuan miskin karena mempermudah mereka mengurus administrasi tanpa ada pungutan liar.

“Jika disimpulkan dari diskusi kita kali ini, ternyata kelurahan masih belum mempunyai program-program khusus untuk perempuan miskin. Coba Anda sebutkan program apa dari kelurahan yang dimiliki untuk perempuan miskin?” kata Budhis kepada partisipan.

“Raskin (beras miskin), Bu!” jawab salah satu partisipan.

“Sekarang, raskin itu program siapa? Kelurahan? Bukan. Tapi pemerintah menyalurkan raskin melalui dinas sosial. Dalam hal ini, kelurahan hanya memfasilitasi saja. Koperasi Mandiri? Itu dikoordinir oleh kelurahan? Dulu ada sekarang tidak karena tidak maju. Tutup. Nah, itu kalau dilihat tidak ada (program) maka tidak apa-apa jauh (jarak diagram venn). Nanti kita akan konfirmasi dan berdiskusi ke Lurah mengapa bisa begitu.”

Budhis juga menyatakan bahwa melalui, masyarakat dapat mengetahui lembaga apa saja yang ada di kelurahan, mengetahui kegiatan lembaga tersebut dan menganalisa apakah lembaga yang banyak itu dapat bermanfaat atau tidak untuk perempuan miskin dan kaum marjinal.

Dia berharap lembaga-lembaga yang masih jauh dari pengentasan kemiskinan perempuan di wilayah itu dapat lebih lagi berupaya melalui program-programnya sehingga perempuan miskin di wilayah Bidara Cina dapat keluar dari garis kemiskinan dan bisa mandiri dengan tidak menggantungkan hidupnya dari pemberian orang lain atau santunan.

Gender Watch

Gender Watch merupakan program pengawasan untuk kesejahteran perempuan khususnya untuk perempuan miskin dan kaum marjinal yang sedang digagas oleh Institut KAPAL Perempuan. Program ini bertujuan agar program pemerintah tepat sasaran serta melibatkan masyarakat dalam pelaksanaannya.

Program ini dilaksanakan di lima wilayah yang meliputi Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan, Lombok Utara, Lombok Timur, Gresik Jawa Timur dan Jakarta. Dalam praktiknya akan ada pengumpulan data dari relawan yang ada di desa atau kelurahan kemudian dikumpulkan di tingkat kabupaten. Di tingkat kabupaten ini kemudian akan dianalisa kebijakan apa saja yang telah atau belum tepat sasaran. Anggaran dan realisasi program juga akan didata dan dipantau.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home