Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 14:00 WIB | Jumat, 04 September 2015

Geopolitik Alasan Jokowi Tolak Tender Jepang dan Tiongkok?

Presiden Jokowi menyambut kunjungan Utusan Khusus PM Jepang Shinzo Abe, Hiroto Izumi, di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 26 Agustus 2015 (Foto: Martahan Lumban Gaol)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, memutuskan proyek pembangunan kereta cepat atau high speed train (HST) yang menghubungkan kota Jakarta dan Bandung, tidak menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), namun diserahkan ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Keputusan Presiden Jokowi ini sekaligus memastikan Pemerintah Republik Indonesia menolak proposal yang telah diajukan oleh Jepang dan Tiongkok (RRT) terkait pembangunan kereta cepat. Pemerintah pun menyatakan tidak lagi terlibat langsung dalam pembangunan kereta cepat dan hanya bersikap sebagai regulator, apabila ada swasta yang ingin membangun proyek itu. Sebab, proyek tersebut dinilai akan lebih baik bersifat business to business.

Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung, Teuku Rezasyah, mengatakan pembatalan proyek itu terkait geopolitik dan geostrategi Indonesia di masa mendatang. Dia menilai, proyek tersebut berpotensi menimbulkan kecemburaan dari pihak yang proposalnya ditolak Pemerintah Indonesia.

“Ini memang pelik. Ibarat buah simalakama, bila Pemerintah Indonesia memilih Jepang, Tiongkok akan cemburu, begitu juga sebaliknya, bila Pemerintah Indonesia memenangkan Tiongkok akan cemburu,” ucap Reza saat dihubungi satuharapan.com, hari Jumat (4/9).

Dia menjelaskan, kedua negara menduduki peringkat teratas sebagai penyumbang tenaga kerja asing di Indonesia. Menurut Reza, hal tersebut bisa saja menjadi senjata, baik Jepang atau Tiongkok, bila Pemerintah Indonesia memenangkan tender salah satu negara untuk mengerjakan proyek kerta cepat Jakarta-Bandung, dengan menghentikan perdagangan atau pengiriman tenaga kerja asing ke Indonesia.

“Bisa saja jadinya salah satu dari kedua negara itu menghentikan jalur perdagangan ke Indonesia, kemudian pengiriman tenaga kerja asing juga bisa dihentikan,” ucap dia.

Reza menyarankan pemerintahan Indonesia yang saat ini dipimpin Jokowi meniru cara pengambilan kebijakan yang diterapkan Presiden Republik Indonesia kedua, Soeharto. Dimana, Soeharto tidak pernah memenangkan salah satu pihak dalam sebuah tender, Soeharto selalu mengajak kerja sama sejumlah pihak dan memberikan solusi terbaik.

“Pemerintahan saat ini seharusnya bisa meniru apa yang dilakukan Pak Soeharto dulu. Beliau tidak pernah memenangkan atau mengalahkan negara tertentu dalam tender dan selalu membuat win win solution,” ujar Reza.

“Kalau dalam keadaan seperti sekarang ini, dimana ada dua pihak bersaing, biasanya Pak Soeharto memenangkan keduanya,” salah satu staf pengajar di Jurusan Hubungan Internasional FISIP UNPAD itu menambahkan.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home