Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 08:01 WIB | Rabu, 15 Februari 2017

Greenpeace Konsisten Tolak Reklamasi Teluk Jakarta

Ilustrasi: demo menolak reklamasi Teluk Jakarta (Foto: Dok.satuharapan.com/Istimewa)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Greenpeace Indonesia mengatakan, konsisten menolak rencana reklamasi pantai di Teluk Jakarta, karena dinilai akan menimbulkan masalah dan bencana ekologis baru serta tidak menghormati norma hukum dan regulasi yang berlaku.

"Reklamasi bukan solusi. Bahkan malah akan menimbulkan masalah baru. Salah satunya adalah peningkatan secara drastis kadar polusi air Teluk Jakarta, karena adanya 17 pulau buatan akan mengurangi secara signifikan kecepatan arus dan volume air Teluk Jakarta," kata Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak dalam rilis, Selasa (14/2).

Menurut dia, berkurangnya kecepatan arus dan volume air Teluk Jakarta bakal membuat kemampuan cuci alami air Teluk Jakarta terhadap berbagai polutan akan menurun secara drastis.

Greenpeace Indonesia, mencermati seluruh perdebatan intelektual, serta dampak sosial ekologis yang sudah dan akan terjadi terhadap masyarakat pesisir Teluk Jakarta.

Menurut Leonard, dari seluruh argumen yang dikemukakan pihak pendukung reklamasi, tidak ada yang dapat meyakinkan bahwa reklamasi dapat menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan di Jakarta seperti penurunan (amblasnya) muka tanah, banjir rob, penghisapan air tanah secara masif, dan pencemaran kronis terhadap sungai-sungai di Jakarta, dan terhadap Teluk Jakarta itu sendiri.

"Pembuatan pulau-pulau reklamasi, yang terutama ditujukan bagi hunian dan kegiatan bisnis kelas menengah atas, diperkirakan akan menyebabkan peminggiran total kepada masyarakat nelayan miskin Teluk Jakarta, dan secara masif akan memperlebar ketimpangan sosial ekonomi di Jakarta," kata Leonard.

Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengatakan, sejak tahun 1990-an secara konsisten menolak berbagai proyek pengurukan laut (reklamasi), yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk diantaranya proyek reklamasi di Kapuk, suatu kawasan ekosistem mangrove (bakau), yang diuruk menjadi daratan seluas 831 hektar dan diubah menjadi kompleks perumahan ekslusif bernama Pantai Indah Kapuk.

Proyek reklamasi pantai ini mengakibatkan lebih dari 20 juta meter kubik air (atau setara dengan 8.000 kolam renang standar Olimpiade),  kehilangan tempat penampungannya dan akhirnya membanjiri daerah-daerah di sekitarnya. Jika proyek-proyek reklamasi lain dilakukan di pantai utara Jakarta maka potensi banjir akan semakin parah.

Reklamasi 17 pulau palsu yang telah direstui oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, akan memiliki total luas sekitar 5.153 hektar. Ini berarti akan ada sekitar 124 juta meter kubik volume air yang harus berpidah tempat, atau setara dengan sekitar 49.000 kolam renang ukuran Olimpiade.

Menurut Walhi, permasalahan di darat perlu diselesaikan di darat.  Jangan mengakumulasi permasalahan di darat dan mencoba menyelsaikannya di laut. Akibatnya, laut akan selalu menjadi tempat sampah dan tempat bertumpuknya berbagai kesalahan tata kelola lingkungan hidup di darat.

Pencemaran sungai akibat limbah cair domestik dan industri harus diselesaikan dari sumbernya. Penerapan sanksi yang tegas terhadap industri pencemar serta peralihan kepada moda produksi bersih mutlak dilakukan.

Sedangkan untuk menahan laju penurunan muka tanah yang diakibatkan oleh beban gedung-gedung bertingkat yang ada di Jakarta, maka pemerintah Provinsi perlu melakukan moratorium terhadap maraknya pembangunan gedung-gedung bertingkat. Terus membangun gedung-gedung bertingkat di satu sisi, dan kemudian berharap amblesan tidak terus terjadi adalah suatu kebijakan tidak realistis.

Sementara itu, pengamat sektor kelautan dan perikanan Abdul Halim mengatakan,  DPR perlu melakukan langkah lebih dalam mendukung Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang menolak reklamasi sebelum pengembang mentaati persyaratan dan ketentuan yang berlaku.

"DPR perlu pertegas dengan surat lembaga," kata Abdul Halim yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Center of Maritime Studies for Humanities.

Menurut Abdul Halim, mengacu kepada UU No 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, ada kewenangan KKP yang dilanggar oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan sejumlah pertimbangan terkait aspek sosio-ekonomi sehingga reklamasi yang dilakukan di Teluk Jakarta saat ini dinilai tidak layak.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron mengapresiasi langkah yang diambil Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang tetap tegas tidak memberikan izin terhadap proyek reklamasi di kawasan pantai utara Jakarta.

"Saya memberikan apresiasi atas keteguhan hati Menteri (Kelautan dan Perikanan), untuk tetap tidak memberikan izin terhadap reklamasi Teluk Jakarta, sampai memenuhi peraturan dan ketentuan yang berlaku," kata Herman Khaeron di Jakarta, Selasa (17/1). (Ant)

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home