Loading...
SAINS
Penulis: Bayu Probo 14:39 WIB | Selasa, 16 September 2014

Gubernur Jatim Agendakan Bertemu Menteri PU Bahas Lapindo

• Pertemuan untuk menyelesaikan ganti rugi. Berkali-kali tertunda.
• Tanggul Lumpur Lapindo Sudah Kritis.
Sejumlah pekerja menutup tanggul Lumpur Lapindo yang jebol di titik 68, Gempolsari, Porong, Sidoarjo, Jatim, Kamis (11/9). Hal ini dilakukan untuk mencegah melubernya lumpur Lapindo yang mengarah ke permukiman warga di Desa Gempolsari. (Foto: Antara)

KEDIRI, SATUHARAPAN.COM – Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengagendakan kembali pertemuan dengan Menteri Pekerjaan Umum yang juga Ketua Dewan Pengarah BPLS Djoko Kirmanto guna membahas pelunasan ganti rugi dari PT Minarak Lapindo Jaya, tangan kanan perusahaan pengeboran PT Lapindo Brantas Inc.

“Lapindo mundur tanggal 24 (24/9). Tanggal 17 (17/9), Pak Menteri (Djoko Kirmanto) tidak bisa, dan Pak Saiful Illah (Bupati Sidoarjo) masih di luar negeri untuk keperluan investasi,” kata Gubernur ditemui dalam acara haul ke-39 pendiri Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, KH Marzuqi Dahlan dan peringatan 100 hari wafatnya KH Idris Marzuki di lokasi pondok, Senin (15/9) malam.

Sebelumnya, pertemuan yang melibatkan Gubernur Jatim, Ketua Dewan Pengarah BPLS, Bupati Sidoarjo, dan sejumlah warga terdampak sudah dijadwalkan dan akan dilakukan di Jakarta pada 9 September 2014. Namun, pertemuan itu dibatalkan, karena Djoko Kirmanto mendadak ada agenda di Jawa Tengah.

Bupati Saiful Illah saat itu menyebutkan bahwa pembatalan itu terjadi karena Ketua Dewan Pengarah BPLS Djoko Kirmanto secara mendadak berhalangan. Ia sebelumnya sudah bertemu dan berkomitmen dengan Djoko Kirmanto dan jajaran Dewan Pengarah BPLS lainnya untuk mengadakan pertemuan lanjutan yang membahas masalah ganti rugi korban lumpur yang tersendat.

Pembatalan itu membuat warga kecewa, sebab masih belum ada titik temu untuk mencari jalan keluar terkait dengan pelunasan ganti rugi dari PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) sebagai tangan kanan perusahaan pengeboran PT Lapindo Brantas Inc. (LBI) tersebut.

Namun, ia berkomitmen akan terus mendesak pemerintah pusat untuk mencari solusi terkait masalah ganti rugi korban lumpur, sebelum pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selesai.

Gubernur juga mengatakan sudah melakukan komunikasi dengan Bupati Sidoarjo terkait dengan masalah pelunasan tersebut. Sebenarnya, Bupati Saiful Illah sudah pulang dari luar negeri pada 22 September 2014, tapi karena ada yang harus diselesaikan, akhirnya pertemuan disepakati pada 24 September 2014.

Ia juga mengatakan, saat ini air sudah tidak merembes lagi. Tanggul lumpur Lapindo di titik 68 Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, diketahui jebol. Awalnya, tanggul mulai retak selebar sekitar 1 meter yang mengakibatkan lumpur itu mengalir ke rumah warga. Aliran lumpur itu diketahui pada Rabu (10/9).

“Sekarang sudah tidak merembes lagi. Hanya saja, jika hujan itu berbahaya,” ujarnya.

Gubernur juga berharap pertemuan kembali yang sudah diagendakan itu bisa terealisasi. Warga yang belum mendapatkan ganti rugi saat ini membutuhkan kepastian keputusan.

Geolog: Tanggul Lumpur Lapindo Sudah Kritis

Geolog dari ITS Surabaya Dr Amien Widodo meminta pemerintah pusat dan provinsi untuk mencegah jebolnya tanggul lumpur di kawasan eksplorasi PT Lapindo Brantas di Porong, Sidoarjo, karena kondisi tanggul sudah kritis.

"Kayaknya pemerintah harus turun tangan untuk menghindari risiko yang lebih parah, karena kondisi tanggul lumpur Lapindo sekarang sudah kritis, kondisinya sudah SOS (save our souls)," katanya kepada Antara di Surabaya, Senin.

Ia mengemukakan hal itu terkait upaya Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo mengatasi keretakan tanggul pada Titik 68 dengan perbaikan yang terus-menerus.

Menurut Amien Widodo, larangan warga Porong untuk mengalirkan lumpur pada arus Sungai Porong dengan tidak ada alternatif lain akan menambah tekanan air dari pusat semburan yang mengarah ke barat, sehingga kondisi itu akan membahayakan tanggul.

"Kalau air lumpur dari pusat semburan mengalir ke arah tanggul dalam jumlah yang banyak akan terjadi over topping atau air melimpas, sehingga akan sangat membahayakan tanggul, karena bisa meruntuhkan tanggul," katanya.

Bila tanggul jebol, katanya, akan berisiko tinggi pada jalur lalu lintas yang padat di Jalan Raya Porong dan ada rel kereta api yang aktif, sehingga korban dan kerusakan yang cukup parah tidak akan dapat dicegah.

"Pemerintah harus turun tangan untuk menghindari risiko yang lebih parah dengan mendorong adanya saling legowo untuk tidak membiarkan tanggul jebol dengan dampak akan melumpuhkan perekonomian Jatim," katanya.

Hingga kini, Jalur Raya Porong masih merupakan jalur utama sejak terjadinya semburan lumpur panas PT Lapindo Brantas pada 29 Mei 2006, bahkan saat ini sudah penurunan tanah pada sejumlah titik jalur kereta api sekitar 3-4 centimeter per minggu.

Oleh karena itu, KAI memberlakukan kecepatan maksimum laju kereta api 20 kilometer per jam dan monitoring ketat juga dilakukan pada jalur itu melalui kerja sama dengan masyarakat sekitar.

Namun, kemungkinan terjadinya keretakan lagi pada tanggul di Titik 68 masih mungkin ada, karena perbaikan yang dilakukan BPLS hanya menunda dan bukan solusi permanen untuk mengatasi agar tidak retak lagi. (Ant)

Artikel terkait bencana munculnya lumpur di Sidoarjo, dapat Anda baca di:


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home