Loading...
BUDAYA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 09:56 WIB | Jumat, 08 Mei 2020

“Guyub Sore”, Menggali Kreativitas di Tengah Pandemi COVID-19

Program “Guyub Rukun” sesi pertama menghadirkan pianis Bagus Mazasupa (bawah) dipandu oleh musisi Oppie Andareta (atas) secara daring melalui IG Live, Kamis (7/5) sore. (Foto: doc. Bagus Mazasupa)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Mengawali “Guyub Sore”, sebuah program dalam format ngobrol santai dan manggung dari rumah yang dipandu langsung oleh musisi Oppie Andaresta sebagai host, Kamis (7/5) menghadirkan musisi-pianis Bagus Mazasupa. "Guyub Rukun" edisi pertama tersebut disaksikan sekitar 300 pengunjung yang mengakses IG Live.

“Guyub Sore” menjadi siasat seniman untuk tetap beraktivitas kreatif di tengah pandemi global COVID-19 yang membuat perubahan dengan cepat di semua lini kehidupan, termasuk kehidupan musisi, aktor, maupun seniman di bidang apa pun. Prioritas utama adalah kesehatan-keselamatan manusia dan pangan. Di luar itu menjadi kebutuhan sekunder bahkan tersier termasuk dalam kategori ini adalah seni dan hiburan.

“Manusia mempunyai kebutuhan atas hiburan yang itu sesungguhnya menjadi asupan batin bagi setiap individu,” papar Bagus Mazasupa mengawali perbincangan dengan Oppie, Kamis (7/5) sore.

Program yang berlangsung selama 60 menit setiap episode tersebut dihelat secara daring melalui IG Live mengingat protokol tanggap COVID-19 mengharuskan setiap orang untuk mematuhi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran virus corona.

Dalam pola tersebut, “Guyub Sore” bisa dihelat secara aman dan berbiaya murah bahkan gratis mengingat media sosial banyak menyediakan fasilitas tersebut. Pola demikian dalam satu bulan terakhir banyak dilakukan oleh seniman, pekerja seni, dan pelaku kreatif dengan tetap terhubung dan beraktivitas meskipun secara keseluruhan masih belum optimal.

Obrolan berlanjut pada perjalanan bermusik Bagus semenjak duduk di bangku sekolah menengah di Malang, berawal dari kecintaan pada piano yang diperkenalkan oleh guru sejarahnya dan berlanjut pada kuliah di Jurusan Seni Musik ISI Yogyakarta, serta berproses kreatif di beberapa project maupun kelompok musik.

Kecelik besar (kecewa besar). Saya pikir pelajaran musik itu pasti asyik dan gampang, makanya sejak SMA saya tidak mau repot-repot belajar matematika, IPA, fisika dan lain-lain. Saya ambil jurusan sosial yang nantinya akan nyambung dengan kuliah musiknya nanti. Ternyata, musik itu sangat matematika, musik itu sangatlah fisika, dan sangatlah IPA. Mulai dari tangga nada, pembagian sukat (time signature) yang presisi adalah matematika, tangga nada adalah frekuensi yang sangat fisika, belum lagi akustik dan organologinya, ha ha ha...,” kisah Bagus.

Di sela-sela obrolan dengan Oppie, dengan painonya Bagus memainkan beberapa repertoar komposisi klasik di antaranya “Minueto” karya Paul Mauriat. Sebuah lagu Oppie berjudul Baju Bulan yang aransemennya digarap Bagus dimainkan secara solo instrumentalia tanpa kehadiran vokal Oppie mengingat adanya jeda (latency) suara dalam live streaming tersebut.

Selama kuliah di Seni Musik ISI Yogyakarta dengan konsentrasi piano klasik itulah Bagus bersinggungan dengan realitas kehidupan musik di Yogyakarta dan mengantarkannya bergabung dengan kelompok musik Sirkus Barock yang digawangi legenda musik Sawong Jabo. Di Sirkus Barock itu pula Bagus mengembangkan musiknya dengan membentuk grup BulanJingga

Dalam beberapa tahun terakhir Bagus membuat project Musikono, sebuah pertunjukan musik keliling (concert tour) dengan diselingi workshop tentang pengetahuan musik di sela-sela konser.

“Musikono itu project amal. Saya menyebutnya semacam CSR-nya seniman. Ruang untuk berbagi dan memperkenalkan musik kepada masyarakat luas tanpa dibebani dengan kerumitan-kerumitan yang ada,” jelas Bagus dalam sebuah obrolan dengan satuharapan.com saat Musikono #18 digelar di bantaran Sungai Siluk Desa Selopamioro, Imogiri-Bantul, Minggu (15/2) lalu.

Hingga saat ini Bagus telah menghelat Musikono sebanyak 19 kali di tempat yang berbeda dengan mengambil venue suasana pedesaan.

“Menjadi musisi itu tidak boleh ragu-ragu meskipun banyak yang beranggapan bahwa musisi itu profesi yang ngambang, tidak berpenghasilan tetap. Tapi saya meyakini, musisi dengan dunia musiknya itu tetap berpenghasilan. Ha ha ha. Sedikt berfilosofis, bermusik itu meyakini apa yang dilakukan dan melakukan apa yang diyakini,” pungkas Bagus.

Sebelum mengakhiri obrolan “Guyub Sore”, Bagus menampilkan repertoar “Gelali” yang berisi Jula-juli Jawa timuran serta meng-cover lagu Cinta karya Doel Sumbang. Informasi kelanjutan episode program “Guyub Sore” bisa diakses pada akun instagram @oppieandaresta.

Di tengah pandemi global COVID-19, keterbatasan menjadi sumber kreativitas. Social-physical distancing dalam PSBB bisa dimanfaatkan untuk menggali kreativitas sekaligus mempresentasikan proses karyanya kepada khalayak ramai.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home