Loading...
INDONESIA
Penulis: Ignatius Dwiana 15:40 WIB | Senin, 23 Juni 2014

Hakim Saling Berdebat atas Kasus Susi Tur Andayani

Susi Tur Andayani dalam persidangan menjadi perantara pemberi suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar di pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (23/6). (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Majelis hakim saling berdebat dalam persidangan kasus advokat Susi Tur Andayani yang menjadi perantara pemberi suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.

Susi Tur Andayani dinilai bersalah bekerja sama untuk memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.

Dalam hal ini pemberian janji itu berasal dari pengusaha Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah agar Akil memenangkan perkara pilkada kabupaten Lebak yang dimenangkan pasangan Iti Oktavia Jayabaya dan Ade Sumardi. Namun kemenangan mereka digugat pasangan Amir Hamzah dan Kasmin. Amir Hamzah lalu menunjuk Susi Tur Andayani sebagai pengacaranya. Susi Tur Andayani merupakan mantan anak buah Akil.

Lalu Susi Tur Andayani melakukan pendekatan kepada Akil supaya membantu Amir Hamzah. Imbalan yang diminta Akil sebesar 3 miliar rupiah. Namun Amir tidak punya uang, dia meminta bantuan kepada Wawan dan hanya disediakan 1 miliar rupiah.

Ada dua hakim yang menyatakan pendapat berbeda terkait persidangan advokat Susi Tur Andayani di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin (23/6). Hakim Sofialdi dan Alexander Marwata menyatakan bahwa Susi Tur Andayani harus dibebaskan dari dakwaan.

Hakim Sofialdi berpendapat surat dakwaan penuntut umum  KPK adalah kabur atau obscure maka harus dinyatakan batal demi hukum. Susi Tur Andayani tidak dapat dipersalahkan secara pidana sehingga surat tuntutan KPK dinyatakan tidak dapat diterima.

Sedangkan Alexander Marwata menyatakan bahwa hakim yang mengubah dakwaan dari surat dakwaan adalah melampaui kewenangan.

"Hakim mengubah sendiri pasal dakwaan menunjukkan hakim telah melampaui kewenangannya tapi demi rasa keadilan terdakwa yang harus dihormati hal ini dilakukan," kata Alexander.

Alexander juga mengungkapkan bahwa dakwaan pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KHUP dan pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo pasal 64 ayat 1 KUHP tidak seharusnya ditimpakan ke Susi.

"Menurut hakim anggota empat, hal ini memberikan kelonggaran pada kecerobohan kepada Penuntut Umum. Hal ini akan memberikan efek buruk karena tidak menutup kemungkinan Penuntut Umum akan membuat surat dakwaan asal-asalan dengan harapan dapat dibuktikan di persidangan," tambah Alexander.

Namun bila jaksa maupun terdakwa tidak puas terhadap putusan hakim, menurut Alexander keduanya dapat mengajukan keberatan.

"Dengan mempertimbangkan keadilan, KUHAP telah memberi jalan bahwa bila tidak puas dengan putusan hakim dapat mengajukan keberatan hingga mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Menimbang, surat dakwaan tidak terbukti sehingga terdakwa harus dibebaskan dalam perkara ini," ungkap Alexander.

Namun karena putusan perkara berdasarkan putusan terbanyak maka Susi tetap dinyatakan bersalah. Dia divonis bersalah menjadi perantara pemberi suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dan dihukum selama lima tahun dan denda 150 juta rupiah subsider tiga bulan kurungan. (Ant)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home