Loading...
INDONESIA
Penulis: Trisno S Sutanto 00:31 WIB | Senin, 07 Oktober 2013

Hancurnya kepercayaan publik pada MK

Ade Mulyana: Kepercayaan publik pada MK terjun bebas. (Foto: Trisno S. Sutanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Tertangkapnya Akil Mochtar, ketua Mahkamah Konstitusi (MK), oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap, merupakan pukulan paling berat yang harus ditanggung MK dewasa ini. Dalam seketika, kepercayaan masyarakat pada MK melorot drastis.

“Angkanya sungguh fantastis. Benar-benar terjun bebas,” ujar Ade Mulyana, peneliti di Lingkaran Survei Indonesia (LSI) setelah konferensi pers hari Minggu (6/10) pada satuharapan.com. “Reaksinya hampir sama seperti ketika Anas Urbaningrum mengundurkan diri karena dugaan korupsi. Kepercayaan masyarakat pada Partai Demokrat pun melorot drastis.”

Dalam konferensi pers bertajuk “Robohnya MK Kami”, sebuah plesetan dari judul novel A.A Navis yang terkenal, Ade menunjukkan hasil pantauan berdasarkan survei nasional paling anyar LSI. Berdasarkan data dari 1200 responden yang dikumpulkan pada tanggal 4 dan 5 Oktober lalu melalui metode Quick Poll, disimpulkan kepercayaan publik pada MK berada di titik nadir.

“Ini untuk pertamakalinya terjadi,” kata Ade. “Tingkat kepercayaan publik pada MK merosot sampai di bawah 30%. Hanya ada 28% dari publik yang masih memercayai MK, sementara mayoritas, yakni 66,5%, tidak lagi percaya pada MK sebagai benteng terakhir penegakan hukum di Indonesia.”

Bahkan, yang paling mengejutkan, kini kepercayaan publik pada MK itu (28,0%) lebih rendah ketimbang kepercayaan pada DPR (36,64%), Partai politik (35,2%) dan Polisi (33,10%). Ini sungguh ironis, sebab selama ini justru mayoritas publik tidak percaya pada ketiga lembaga terakhir tersebut! “Data dari Maret lalu saja masih menunjukkan itu,” kata Ade. “Lebih dari 60% masyarakat percaya pada MK dan KPK.”

Survei LSI juga memperlihatkan, mayoritas sama sekali tidak menduga sebelumnya akan terjadi kasus suap yang sangat memalukan MK. Mereka yang merasa terkejut dan tidak menduga sebelumnya mencapai 64,16% dari responden, sementara 35,40% menjawab “tidak terkejut dan sudah menduga sebelumnya”.

Lebih lanjut, merosotnya tingkat kepercayaan publik pada MK berdampak luas. Lebih dari separo (58,18%) menilai bahwa mayoritas hakim bermental korup, dan hanya 19,91% responden yang menilai bahwa hakim MK lebih bersih. Dan ini semua akan punya konsekuensi sangat besar.

Selama ini MK merupakan pihak paling berwenang untuk memutuskan sengketa hasil pemilu (termasuk pemilukada), dan keputusannya bersifat final. “Dengan merosotnya tingkat kepercayaan itu, kita akan menghadapi kasus yang sulit nantinya, khususnya saat pemilu,” ujar Ade. “Sekarang MK akan berada dalam situasi serba salah: kalau memenangkan satu pihak, nanti dinilai ya itu karena korup. Tapi kalau mengalahkan satu pihak, bisa juga dituduh mau cuci muka. Serba repot, kan?”

Tentu saja, kalau itu terjadi, tatanan demokrasi yang susah payah dibangun pasca-Mei 1998 akan berada di titik simpang berbahaya. 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home