Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 10:56 WIB | Rabu, 06 Maret 2019

Hanya Debulah Aku

Betapa ringkihnya manusia, yang membuatnya menjadi sungguh rentan.
Pengolesan abu (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – ”Hanya debulah aku di alas kaki-Mu Tuhan hauskan titik embun sabda penuh ampun” (Gita Bakti 167:1). Demikianlah syair lagu menyapa pagi Rabu Abu ini. Manusia memang debu dan abu—yang ringkih sehingga rentan.

Daging memang lemah. Daud mengaku, ”Aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku” (Mzm. 51:5). Daud menyadari bahwa dia terus bergumul dengan dosa. Meski Daud telah begitu banyak mengalami begitu banyak peristiwa menakjubkan bersama Allah—misalnya perang tanding dengan Goliat; tetapi dia ngeh betapa keakuannya yang telah menguasainya untuk melanggar titah Allah.

Mungkin kita pun heran dan bertanya-tanya: Mengapa Daud bisa tergelincir? Tetapi kita tak sendirian. Melalui Nabi Natan, Allah agaknya juga enggak habis pikir: ”Engkau sudah Kuangkat menjadi raja atas Israel dan Kuselamatkan dari Saul. Kerajaan Saul dan istri-istrinya telah Kuberikan kepadamu, bahkan engkau Kuangkat menjadi raja atas Israel dan Yehuda. Seandainya itu belum cukup, pasti akan Kuberikan lagi kepadamu sebanyak itu. Mengapa engkau tidak mempedulikan perintah-perintah-Ku? Mengapa kaulakukan kejahatan itu? Uria kausuruh bunuh dalam pertempuran; kaubiarkan dia dibunuh oleh orang Amon, dan kauambil istrinya (2Sam. 12:7-9, BIMK).

Jelaslah, sekali lagi, daging memang lemah. Daud pun mengakui: ”Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku” (Mzm. 51:5). Manusia cenderung melakukan apa yang jahat, meski hati ingin melakukan apa yang baik. Kita memahaminya sebagai dosa asal—dosa yang diturunkan karena kita semua adalah anak Adam.

Banyak orang tak setuju dengan pemahaman ini. Tetapi, itulah kenyataan hidup manusia. Kita melakukan apa yang jahat. Bahkan kita juga senang sedikit-sedikit melanggar peraturan. Bukankah itu juga pengalaman kita sebagai remaja? Ada rasa senang ketika bersama-sama bolos dari sekolah pada jam pelajaran tertentu.

Malah ketika kita melakukan apa yang baik pun, ada saja godaan untuk menjadikannya ajang pamer. Itulah yang diperingatkan Yesus Sang Guru kepada para murid-Nya: ”Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga” (Mat. 6:1).

Betapa ringkihnya manusia, yang membuatnya menjadi sungguh rentan. Juga dalam ibadah Rabu Abu hari ini. Tanda salib yang dioleskan di dahi sejatinya mengingatkan bahwa dosa memang tidak perlu disembunyikan, tetapi harus diakui. Akan tetapi, janganlah abu di dahi itu malah kita jadikan ajang pamer. Ya, selalu ada godaan untuk melakukan kejahatan di tengah kita melakukan kebaikan.

Oleh karena itu, pesan Nabi Yoel menjadi sungguh relevan pada Hari Rabu ini:  ”Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu” (Yl. 2:13).

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home