Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben Ezer Siadari 16:44 WIB | Senin, 22 Desember 2014

Harga Premium jadi Rp 7.000 Bila "Subsidi Tetap" Diberlakukan

Suasana di SPBU Jalan M. Kahfi II, Jakarta Selatan, jelang kenaikan harga BBM, Senin (17/11). (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah saat ini tengah mengkaji pemberlakuan subsidi tetap (fixed subsidy) bagi Bahan Bakar Minyak (BBM). Reuters 19 Desember lalu, mengutip pernyataan Menko Perekonomian, Sofyan Djalil,  yang mengatakan pemberlakuan subsidi tetap akan efektif pada 1 Januari 2015.  Namun, sejumlah pihak meragukan apakah pemberlakuannya akan secepat itu.

Wakil Direktur Pelaksana Reforminer Institut, Komaidi Notonegoro, mengatakan, untuk memberlakukan sistem fixed subsidy, perlu persiapan yang matang. Salah satunya, menurut dia, adalah penyetelan dispenser di seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang jumlahnya ribuan.

Pemerintah juga, kata dia, harus membicarakannya terlebih dahulu dengan DPR apabila sistem fixed subsidy ini diberlakukan. "Sejauh ini saya belum melihat ada langkah untuk menerapkan sistem itu, masih wacana," kata dia kepada satuharapan.com hari ini (22/12).

"Bisa juga pemerintah menghapus BBM Bersubsidi. Artinya tidak ada lagi premium jenis RON88. Pemerintah kemudian menerapkan subsidi langsung berupa kartu. Dengan kartu itu, masyarakat mendapat cash back sebagai subsidi," kata Komaidi.

Meskipun demikian, desakan agar pemerintah memberlakukan fixed subsidy kian kuat. Terakhir, Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dipimpin oleh Faisal Basri, memberi rekomendasi agar pemerintah memberlakukan subsidi tetap.

Beberapa keuntungan yang diperoleh dari pemberlakuan subsidi tetap adalah memberikan kepastian bagi anggaran pemerintah. Dengan subsidi tetap, alokasi APBN untuk subsidi relatif sudah dapat ditetapkan dan tidak mengalami fluktuasi.

“Tujuannya (subsidi) tetap itu supaya APBN itu tidak kerap berubah. Jadi, kalau bisa tidak ada APBN-P lagi,” kata Faisal Basri.

Selama 10 tahun terakhir ini, kata dia, pemerintah selalu melakukan revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Salah satu penyebabnya adalah perubahan harga minyak yang berdampak terhadap subsidi BBM.

Tambahan pula, dengan pemberlakuan fixed subsidy, harga jual BBM di pasaran dalam negeri lebih mendekati harga keekonomian di pasar internasional.

Dengan sistem subsidi tetap, berarti pemerintah hanya menetapkan besaran subsidi. Misalnya, Rp2000 per liter. Dengan demikian, harga BBM Bersubsidi di dalam negeri akan bergerak sesuai dengan harga BBM di pasar internasional dikurangi dengan Rp 2000.

"Misalnya, jika harga BBM di pasar internasional Rp 10.000 per liter, berarti harga di pasar dalam negeri menjadi Rp 8.000 per liter," kata Komaidi.

Premium Turun jadi Rp 7.000 Per Liter

Apabila pemerintah menerapkan subsidi tetap, harga BBM Bersubsidi di dalam negeri diperkirakan turun, mengingat kecenderungan harga di pasar internasional dewasa ini juga turun.

Menurut Komaidi, salah satu patokan untuk melihat harga BBM di pasar internasional adalah harga yang dipatok oleh SPBU Shell di Indonesia.

Komaidi memperkirakan harga BBM pasar internasional saat ini sudah berkisar di angka Rp 9.000 hingga Rp 10.000 per liter. Itu sebabnya, apabila pemerintah menetapkan subsidi tetap sebesar Rp 2.000 per liter, Komaidi memperkirakan harga Premium sesudah penerapan subsidi tetap akan berada di kisaran Rp7.000 per liter. "Meskipun harus tetap dicatat, bahwa ini masih tergantung pada kurs rupiah terhadap dolar AS. Kalau kursnya memble, tembus ke Rp 13.000 per dolar, susah juga," tutur Komaidi.

Sebelum ini, Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas menyarankan agar subsidi tetap BBM sebaiknya berkisar Rp 1.500 hingga Rp 2.000 per liter.

Komaidi mengatakan, patokan terhadap penentuan harga pasar internasional biasanya mengacu pada harga tiga bulan sebelumnya. "Jadi harga yang berlaku hari ini, biasanya didasarkan pada harga rata-rata tiga bulan sebelumnya," kata dia.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home