Loading...
RELIGI
Penulis: Dany Brakha 13:47 WIB | Selasa, 14 Mei 2013

Hari Raya Kenaikan Yesus Ke Surga Adalah Perayaan Keberagaman

Hari Raya Kenaikan Yesus Ke Surga Adalah Perayaan Keberagaman
Joas Adiprasetya. (foto: id.wikipedia.org)
Hari Raya Kenaikan Yesus Ke Surga Adalah Perayaan Keberagaman
Martin Lukito Sinaga. (foto: asia-lutheran.org)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kursus Ekumenis Asia (Asia Ecumenical Course/AEC) yang diadakan oleh Konferensi Kristen Asia (Christian Conference of Asia/CCA) selama dua minggu (8–21/05) dengan bertempat di Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta akan melewati hari Pentakosta (19/05).

Pentakosta adalah hari besar bagi umat kristen. Hari yang menjadi momen perayaan turunya Roh Kudus sebagai kelanjutan penyertaan Tuhan bagi umat Kristen. Turunnya Roh Kudus itu diyakini menembus lintas batas sekat yang ada. Turunya Roh Kudus ini juga dimaknai sebagai simbol persatuan yang oikumenis.

Senada dengan hal ini dalam pembukaan AEC 2013 itu Pdt. Joas Adiprasetya selaku Ketua STT Jakarta mengatakan bahwa Pentakosta adalah ajakan bagi gereja untuk bersatu. Menjadi sebuah gereja oikumenis.

Dia juga mengingatkan bahwa Kenaikan Tuhan Yesus seringkali menjebak umat untuk berpikiran sempit. Peristiwa naik Ke Surga dipandang sebagai legitimasi untuk merasa superior karena umat adalah partner Yesus. Sebagai partner, gereja kemudian merasa lebih dari yang lain.

Selain itu, Kenaikan Tuhan Yesus juga sering diasosiasikan dengan teologi atas atau yang cenderung mementingkan kesalehan pribadi. Urusan sosial politik dianggap bukan urusan surga. Gereja cenderung untuk melarikan diri dari tugas panggilan untuk berjuang melawan ketidakadilan, kerusakan ekologis, kekerasan, dan masalah lainnya. 

Dua peringatan inilah yang dilihat oleh Ketua STT Jakarta itu sebagai pemecah gereja. Dengan tema “Dipanggil untuk Hidup sebagai Pemberi bagi Dunia,” sebagai simpul, kursus ekumenisme ini ingin mempromosikan persatuan di antara gereja-gereja dan denominasi Kristen.  

“Hari Raya Kenaikan Yesus ke Surga adalah perayaan keberagaman,” kata Joas. Melalui pemahaman dan kerja sama yang lebih baik, persatuan gereja-gereja ingin diwujudkan dalam kegiatan yang oikumenis.

Senada dengan itu Dr Martin Lukito Sinaga menyampaikan bahwa dialog terbuka mengenai keberagaman hingga melahirkan gerakan oikumenis seperti Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) meerupakan proses yang panjang. “Oleh karena itu formula gerakan oikumenis harus konstruktif, kreatif, realistis, dan kritis,” kata dia.

Formula ini perlu dilakukan untuk menjaga gereja agar tidak lepas dari banyaknya aspek yang dikandung dalam konteks sebuah masyarakat. Kursus ini menjadi salah satu langkah untuk meneguhkan dan memperluas gerakan oikumenis di Asia. Hal ini dia sampaikan dalam sesi AEC 2013 hari ke-enam (13/05) yang berjudul “Understanding People of Other Faiths.”

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home